Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Ingat Tokoh GMIM, Albertus Zacharias Roentoerambi Wenas

GMIM merayakan 90 tahun bersinode pada Senin (30/9/2024). Tantangan GMIM kini serba kompleks.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Chintya Rantung
Kolase Tribun Manado
Kolase foto A. Z. R. Wenas dan Kantor Sinode GMIM 

Oleh Wartawan Tribun Manado : Arthur Rompis

TRIBUNMANADO.CO.ID - GMIM merayakan 90 tahun bersinode pada Senin (30/9/2024). 

Tantangan GMIM kini serba kompleks.

Bagaimana mempertahankan teologi, menggencarkan penginjilan, menata pelayanan serta mendidik milenial dan Gen Z. Itu ke dalam. 

Keluar, GMIM musti membawa mandat budaya di tengah masyarakat. 

Dalam hal mandat budaya ini, diperlukan sikap bijak untuk tetap memiliki sikap politik demi suara kenabian tanpa harus terjun ke dalam politik praktis yang murahan serta rendah mutu.

Ini hal yang sukar.

Menjaga diri tetap tegak lurus di tengah tarikan yang serba kuat dari berbagai kekuatan dengan iming iming kenyamanan di ujung sana.

Sering muncul nama Deitrich Boenhoffer, teolog Jerman yang jadi martir di era Nazi sebagai keteladanan dalam mempertahankan eksistensi salib. 

Tapi sesungguhnya tak perlu jauh ke Jerman. 

Ada tokoh GMIM yang bisa jadi panutan. 

Dialah Ds. A. Z. R. Wenas. Wenas menjabat Ketua Sinode GMIM pada 1942 - 1967. Wenas adalah pemimpin di masa krisis.

Menjadi ketua Sinode di masanya sungguh berat.

Ia harus menghadapi pendudukan Jepang yang bengis dan dalam kadar tertentu anti gereja. 

Tantangan berat lainnya adalah bagaimana menghidupi gereja di masa pergolakan Permesta yang telah meluluhlantakan Minahasa.

Toh, Wenas berhasil membawa GMIM melewati semua itu dan ini menjadikan organisasi tersebut besar hingga kini.

Dikutip dari berbagai sumber, saat pendudukan Jepang, gereja di Minahasa alami masa - masa sulit.

Banyak gereja ditutup. Di bawah Wenas, Gereja di Minahasa membina hubungan dengan Jepang sebagai wujud penghormatan kepada penguasa namun tetap kukuh dalam doktrin.

Suatu kali, Jepang meminta agar Manado menyelenggarakan penghormatan terhadap tentara Jepang yang gugur dalam perang. 
Jawaban Wenas sungguh heroik.

"Kita telah berbicara banyak tentang Asia Baru, Orde Baru, Kehidupan Baru, menghubungkan semua itu dengan perang.

Tetapi sebagai orang Kristen kita harus mengingat bumi baru dan langit baru yang dilihat oleh Yohanes di Patmos, Sebagai orang Kristen kita harus mengingat peringatan Kristus di Golgota, tanah pengampunan dosa, tanah keselamatan seluruh dunia. Itulah yang membawa kita ke dunia baru.”

Karakter ini membuat Wenas disegani.

Dengan sikap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, Wenas berhasil membuka gereja - gereja yang sudah ditutup oleh Jepang sembari mengatasi keuangan gereja yang kala itu morat marit karena putus hubungan dengan Belanda. 

Pergolakan Permesta merupakan masa paling gelap dalam sejarah Minahasa.

Penghancuran terjadi dan dimana mana terdengar rapat tangis.

Di tengah krisis inilah, GMIM di bawah Wenas tampil sebagai mercusuar kasih Allah yang menuntun kapal kapal selamat dari gelombang dunia.

GMIM berdiri di tengah seperti Kristus yang disalibkan dan memandang dengan welas asih meski penuh kesakitan pada dua kekuatan yang tengah berseteru, menyerukan agar keduanya berdamai

Ia berkomunikasi intens dengan Permesta dan pemerintah pusat agar kedua belah pihak menghentikan peperangan.

Dengar saja seruannya di radio Permesta. Lantang.

"Tinggalkanlah dan hentikanlah jalan kekerasan, melalui pemboman, perang saudara, antar kita dengan kita. hentikanlah pemuntahan peluru dan granat pada kota Manado dan kota-kota yang lain, yang telah menewaskan orang-orang yang tidak bersalah.

 Ganti penyelesaian persengketaan ini dengan kapal perang dan pesat pembom, dengan mengangkat perang dan serangan-serangan seru dan hebat. Kami desak kepada pemerintah akan mencari jalan lain guna penyelesaian untuk keutuhan Negara dan Bangsa kita.”

Ia menyurati Presiden. Kemudian Menteri. Juga menyurati tokoh tokoh Minahasa di Jakarta.

Wenas bersama Broer Tumbelaka adalah dua orang yang dipandang paling berjasa dalam menyelesaikan konflik Permesta.

Saya bayangkan, bisa saja tanpa Wenas akan terjadi perang berkepanjangan seperti konflik GAM - RI atau Papua.

Karena Permesta kala itu masih punya puluhan ribu tentara aktif bersenjata mutakhir pada masa itu dengan perwira militer yang cakap. 

Saya kira resep Wenas adalah sederhana.

Berlutut dan berdoa.

Minta belas kasihan sang pencipta langit dan bumi.

Ia sadar bahwa Gereja adalah mempelai Kristus.

Gereja bukan pengantin suatu kekuatan politik, dimana musti tunduk padanya agar beroleh keamanan finansial ataupun kemashyuran.

Tapi adalah mempelai Kristus.

Sang Firman akan terus menjaga mempelaiNya hingga akhir zaman.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved