Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

HUT ke 79 RI

Fakta Bendera Merah Putih yang Dijahit Fatmawati, Mulai Ukuran Hingga Asal Kain

Seorang tangan kanan Tan Malaka yang tak tega lalu mencari kain baru yang lebih besar, dapat di sebuah warung soto.

Editor: Alpen Martinus
Frans Mendur/Domain Publik
Upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih di halaman gedung Pegangsaan Timur 56 setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan oleh Soekarno. 

Sejak itulah, bendera tersebut dikibarkan tiap tanggal 17 Agustus. Lalu pada tahun 1958 dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 40/1958, diputuskan bendera kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945, menjadi bendera pusaka atau Sang Saka Merah Putih.

Namun, bendera (berasal dari bahasa Portugis bandeiia) pusaka yang kian tua itu, pada tahun 1968 tidak dikibarkan lagi, lalu diganti dengan duplikatnya yang berukuran asli persis 178 cm x 274 cm (sampai tahun 1970 bendera duplikat berbahan sutera alam sudah dibuat sebanyak 430 helai).

Di dunia ini Merah Putih kita itu punya kembarannya, yaitu bendera suatu negara kecil Monaco di Eropa. Juga Polandia memakai bendera berwarna merah putih juga, hanya letak corak warna ini terbalik: warna putih di atas belahan warna merah. Juga Republik Singapura memakai warna dasar benderanya merah dan putih, hanya warna merah di bagian atasnya diberi lambang bulan sabit dan lima bintang warna putih.

Bendera Indonesia sendiri, Sang Merah Putih, ternyata memiliki nilai sejarah luhur dari bangsa Indonesia. Itulah Sang Merah Putih kita yang selalu berkibar pada tiap tanggal 17 Agustus serta di hari-hari penting lainnya. Sang Merah Putih yang perwira, berkibarlah selama- lamanya.

Kain Bendera Pusaka Dari Tenda Warung Soto

Dari sejarah, orang pun tahu kalau Sang Saka Merah Putih yang berkibar untuk pertama kalinya 72 tahun lalu itu dijahit sendiri oleh Ibu Negara pertama RI Ny.

Fatmawati. Tapi siapa sangka, kain merah bendera pusaka tersebut, ternyata bekas kain tenda sebuah warung kaki lima.

Seorang pelaku sejarah, Brigjen TNI (Purn) Lukas Kustaryo menuturkan bagaimana lika-likunya saat ia berupaya mencari kain merah untuk bendera pusaka. Konon, ide ini pun muncul secara tiba-tiba. Kala itu dari kancah romusha di Bayah, Banten Selatan, Shodanco Lukas diberi tugas secara inkognito membawa surat pribadi Tan Malaka untuk Bung Karno di Jakarta.

Sesampainya di Jln. Pegangsaan Timur no. 56, Kustaryo melihat Ny. Fatmawati menjahit bendera merah putih. Saat itu bulan Agustus 1945, para tokoh pergerakan memang sudah terlihat sibuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Apalagi di kediaman Bung Karno terlihat kesibukan yang tidak seperti biasanya. “Tapi saya lihat benderanya terlalu kecil, kira-kira hanya berukuran panjang setengah meter. Dalam hati saya berkata, kayaknya nggak pantas. Untuk proklamasi kok benderanya tak begitu bagus,” begitu ujar Kustaryo.

Karena tidak tega melihat bendera kecil itulah, atas inisiatif sendiri laskar Peta Pacitan ini berniat mencari kain yang lebih besar untuk bendera. “Kalau tak salah Bu Fat sudah mempunyai kain seprai putih yang cukup panjang,” tambahnya.

Tanpa tahu harus menuju ke mana untuk mencari kain merah, pemuda kelahiran Madiun, 20 Oktober 1920, ini lantas berjalan menyusuri rel KA dari Pegangsaan sampai Pasar Manggarai. Di pinggir pasar ia melihat sebuah warung soto bertenda kain merah.

Nah, kebetulan pikirnya. “Saya tak lagi mikir jenis kainnya bermutu atau tidak. Meski saya lihat sudah tidak begitu bagus bahkan sudah robek, pokoknya kain tersebut masih bisa dipakai,” kenangnya. Maklum, di zaman Jepang mutu kain yang dikonsumsi rakyat amat jelek.

Terdorong rasa kebangsaan yang meluap-luap untuk segera mendapatkan kain bakal bendera itu, Kustaryo segera mendatangi si pemilik warung tenda. Satu-satunya yang dipikirkan, bagaimana caranya mendapatkan barang tersebut.

“Saya beli kain ini dengan harga Rp500,00, terdiri atas lima lembar ratusan uang zaman Jepang dari kocek saya sendiri. Melihat uang segitu banyak, si tukang warung hanya terbengong-bengong saja. Transaksi waktu itu tidak berlangsung lama.”

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved