Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

BBM Bersudbsidi

Jenis BBM Bersubsidi Pengganti Pertalite, Rencana Diluncurkan 17 Agustus 2024, Dari Saripati Tebu

Pemerintah bersama akan mengeluarkan BBM jenis baru pada bulan Agustus 2024 ini sebagai pengganti Pertalite.

Editor: Alpen Martinus
Tribun Manado/Christian Wayongkere
Ilustrasi pertamina.(Christian Tribun Manado) 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemerintah rencananya akan menambah varian bahan bakar.

Varian tersebut digadang akan menggantikan posisi Pertalite.

Dikabarkan juga BBM pengganti pertalite tersebut akan diluncurkan pada 17 Agustus 2024.

Baca juga: Update Harga BBM Pertamina se Indonesia, Ada 4 Jenis yang Naik, Terungkap Alasannya

bahan bakar tersebut menurut bocoran sangat ramah lingkungan.

Apapun itu, warga pasti akan menggunakannya.

Lantaran memang BBM tersebut yang disubsidi pemerintah.

Pemerintah bersama akan mengeluarkan BBM jenis baru pada bulan Agustus 2024 ini sebagai pengganti Pertalite.

Bensin baru pengganti Pertalite ini disebut lebih ramah lingkungan karena memiliki kadar sulfur rendah.

Rencananya BBM jenis baru ini akan dilaunching pada 17 Agustus 2024.

Sudah sejak beberapa bulan lalu ramai kalau bensin subsidi paling murah itu akan digantikan bensin baru.

Dari kabar yang beredar, Pertalite akan digantikan Pertamax Green 92 atau Pertamax Green 95

Pertamax Green 95 sendiri sudah meluncur dan didistribusikan di Jakarta dan Surabaya.

Untuk harganya, bensin baru yang terbuat dari kandungan saripati tebu dijual lebih mahal dibanding Pertalite yakni Rp 13.900 per liter.

Namun bensin baru yang digadang-gadang akan menggantikan Pertalite berbeda dan punya kadar sulfur sangat rendah.

Dikutip dari Tribun Pontianak, Pemerintah melalui PT Pertamina akan meluncurkan BBM jenis baru calon pengganti BBM Subsidi Pertalite.

Pertamina akan mengeluarkan jenis bensin baru dalam waktu dekat.

Pemerintah sedang mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil.

Hal itu diungkap Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan beberapa waktu lalu.

"Kita kan sekarang berencana mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin, supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat," kata Luhut.

Dia bilang kandungan sulfur dari bensin bisa mencapai 500 ppm, sementara bioetanol jauh lebih rendah kandungan sulfurnya bisa hanya mencapai 50 ppm.

Kondisi sulfur yang tinggi tentu akan mempengaruhi kualitas udara dan berdampak pada kesehatan manusia.

"Kita hitung di situ, kalau itu terjadi sulfur tadi dikurangin, itu akan mengurangi orang yang sakit ISPA," ungkapnya.

"Dan itu juga (berdampak) kepada kesehatan (menghemat) sampai 38 triliun ekstra pembayaran BPJS," sambungnya.

"Ini sekarang lagi proses dikerjakan Pertamina," tambah Luhut.

"Nah, kalau ini semua berjalan dengan baik, kita bisa mengemat lagi (anggaran negara)," jelasnya.

Rencananya Pemerintah bakal meluncurkan jenis bahan bakar minyak (BBM) baru itu pada 17 Agustus 2024.

Sulfur Lebih Rendah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengklaim, kandungan sulfur pada jenis BBM baru tersebut lebih rendah.

Selain itu, BBM baru Pertamina yang akan diluncurkan pada bulan depan juga disebut lebih ramah lingkungan.

"Sekarang udara kita banyak emisi, jadi gimana kita bisa kurangi supaya hidup sehat, jadi alternatifnya pakai BBM rendah sulfur,” kata Arifin dikutip dari Kompas.com, Jumat (12/7/2024).

Sayangnya Arifin belum mengungkap nama bensin baru tersebut.

Ditambah harga BBM baru juga belum diumumkan, apakah lebih murah atau lebih mahal dari Pertalite.

Walau begitu, ia menegaskan, pemerintah sedang mencari bahan bakar nabati (BBN) sebagai campuran BBM yang dapat menekan kandungan sulfur.

Adapun kandungan sulfur pada BBM yang saat ini beredar sebanyak 500 ppm.

Pemerintah menargetkan kandungan sulfur bisa dikurangi hingga di bawah 50 ppm.

"Tapi menuju itu ada ongkosnya dan kilang kita belum kelar di Balikpapan,” jelas Arifin.

Produk Non Solar

Terpisah, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono menegaskan, jenis BBM baru yang akan dihadirkan adalah produk non-solar milik Pertamina.

Namun, pemerintah akan melakukan uji coba perkenalan terhadap jenis BBM baru yang diluncurkan bulan depan.

Uji coba bakal dilakukan secara bertahap di beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina.

"Kalau rendah sulfur itu akan mulai, tapi sebagai pilot, 17 (Agustus) itu adalah semacam kick off-nya mau mulai di sana," jelas Agus.

"Masih mulai di beberapa SPBU," sambungnya.

"Enggak tahu namanya nanti, kayaknya yang Dex juga, yang non-subsidi." pungkas Agus.

Apa itu Bioetanol

Mengintip dari UGM, Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbarukan yang dapat diproduksi dari tumbuhan.

Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya tebu, kentang, singkong, maupun jagung.

Pada dasarnya bioetanol adalah etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme.

Bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bisa memiliki berbagai macam kadar.

Bioetanol dengan kadar 90-94 persen disebut bioetanol tingkat industri.

Apabila bioetanol yang diperoleh berkadar 94-99,5 persen maka disebut bioetanol tingkat netral yang secara umum dipakai untuk campuran minuman keras.

Terakhir ada bioetanol tingkat bahan bakar. Kadar bioetanol tingkat ini sangat tinggi, minimal 99,5 persen.

Penggunaan bioetanol dapat mengurangi emisi gas CO secara signifikan.

Bioetanol bisa dipakai langsung sebagai BBM atau dicampurkan ke dalam premium sebagai aditif dengan perbandingan tertentu (Gasohol atau Gasolin alcohol), jika dicampurkan ke bensin maka bioetanol bisa meningkatkan angka oktan secara signifikan.

Lalu, campuran 10 persen bioetanol ke dalam bensin akan menaikkan angka oktan premium menjadi setara dengan Pertamax (angka oktan 91).

Biaya produksi bioetanol juga relatif lebih rendah, karena dapat dibuat oleh siapa saja termasuk UMKM dan industri rumah tangga.

Teknologi pembuatan bioetanol juga tergolong low technology sehingga masyarakat awam dengan pendidikan terbatas dapat membuat bioetanol secara mandiri.

Sebelum Indonesia, sudah banyak negara di dunia yang memakai bahan bakar jenis ini.

Sebagai contoh China yang sudah merilis kebijakan untuk mewajibkan penggunaan etanol di seluruh wilayah pemerintahannya pada Januari 2020, namun ada kendala akibat penolakan dari pengusaha lokal, ongkos produksi etanol yang tinggi, dan terbatasnya bahan baku.

Berbeda dengan China, Amerika Serikat (AS) dan Brazil merupakan negara yang sukses menerapkan etanol sebagai komponen wajib dalam campuran bahan bakar kendaraan. Keduanya juga merupakan negara dengan tingkat produksi etanol tertinggi di dunia

(Tribunnews/kompas.com/tribunpontianak)

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com 

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved