Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Inspiratif

Kisah Gadis 17 Tahun Anak Guru Honorer Lolos di UGM dan Bisa Kuliah Gratis, Punya Banyak Prestasi

Gadis berusia 17 tahun ini tak henti mengucap syukur saat dinyatakan diterima di program studi Fisika

Editor: Glendi Manengal
Humas UGM
Gigih Indah Sukma Halwai, anak guru honorer di Lombok yang berhasil lolos UGM dan bisa kuliah gratis. 

Mimpi berkuliah di UGM ia upayakan dengan rajin belajar dan mengikuti berbagai perlombaan.

Gigih berhasil meraih berbagai prestasi, termasuk medali perak dan perunggu di olimpiade fisika dan gelar juara 1 di kompetisi inovasi sains tingkat provinsi.

Anak ketiga dari empat bersaudara ini memang gemar belajar fisika. Ia aktif mengikuti klub belajar fisika di sekolahnya. Di klub ini, ia terbiasa membahas soal-soal olimpiade maupun membuat kreasi alat inovasi. Meski terkenal sulit, soal-soal fisika membuatnya merasa senang dan tertantang.

Usaha sang ayah mendukung Gigih

Gigih bersyukur, sang ayah, Muhidin (59), selalu mendukung cita-citanya. Sosok Muhidin jugalah yang memantik semangat Gigih untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya. Muhidin tidak pernah memaksa Gigih untuk menjadi juara kelas, baginya yang terpenting adalah Gigih rajin belajar dan memiliki karakter yang baik.

“Saya sebagai orangtua selalu memberikan motivasi, apa pun pandangan atau pendapatnya tidak pernah saya bantah. Kalau cita-cita Gigih baik bagi hidupnya di dunia dan akhirat, saya berdoa semoga Tuhan mengabulkan. Kalau kuliah di UGM baik untuk hidup Gigih ke depan, keluarga tentu mendukung,” ucap Muhidin.

Tak mudah bagi Muhidin menjalani peran sebagai ayah sekaligus ibu selepas istrinya, Purnawati, meninggal dunia pada 2019.

Kepergian sang istri yang begitu mendadak menjadi ujian berat tak hanya baginya, tetapi juga bagi keempat anaknya. Awalnya, ia mengaku kesulitan saat harus menyesuaikan diri dengan tanggung jawab ganda ini, terlebih perkembangan anak bungsunya agak terhambat.

Dulu, kata Muhidin, mendiang istrinyalah yang biasanya mengurus toko alat rumah tangga yang ada di depan rumah mereka. Penghasilan dari toko digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Namun, karena tak ada lagi yang semahir sang istri dalam berdagang, toko tersebut kini tidak ada yang mengurusi. Tak pernah lagi Muhidin mengisi barang-barang untuk dijual di toko.

Sehari-hari Muhidin berprofesi sebagai guru honorer. Lulusan Pertanian Universitas Mataram tahun 1990 ini mengaku tak langsung mendapatkan pekerjaan setelah wisuda.

Beruntung, dua tahun berselang, temannya menawarkan posisi guru matematika di MAS NW Korleko. Sejak saat itulah Muhidin mengabdikan diri sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. “Pernah juga saya ikut teman jadi TKI di Malaysia, tetapi hanya setahun. Selepas itu, saya kembali lagi jadi guru,” kenangnya.

Lebih dari 30 tahun Muhidin mengajar, berbagai karakter anak telah ia temui. Adakalanya, di ruang guru, ia dan beberapa rekan menangisi anak-anak yang terlampau nakal.

Meski begitu, ia tetap mendoakan agar segala ilmu yang ia berikan bisa bermanfaat buat mereka. Dengan penghasilan sebesar Rp 2.000.000 sebulan, Muhidin harus putar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Terlebih, pada Desember ini, ia tidak lagi menerima uang sertifikasi karena telah memasuki usia pensiun.

Meski masih diperbolehkan mengajar, penghasilannya akan berkurang drastis karena hanya mendapat gaji pokok 500.000 rupiah per bulan. “Untuk tambah-tambah, setelah mengajar, saya juga ngarit rumput untuk pakan sapi,” ujar Muhidin.

Meski penghasilannya sebagai guru honorer pas-pasan, Muhidin selalu berupaya memenuhi kebutuhan Gigih.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved