Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Eksploitasi

Ribuan Mahasiswa Jadi Korban Dugaan Perdagangan Orang di Jerman, Magang Berkedok Kampus Merdeka

Diketahui, sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja dengan modus magang di Jerman

Editor: Glendi Manengal
Istimewa
Ilustrasi mahasiswa 

Bagi Nita, pengalamannya di Jerman itu tidak sepadan dengan raihan akademiknya begitu kembali ke Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, dia dan teman-temannya ternyata masih harus ikut ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS) susulan.

“Aku enggak lulus dua mata kuliah. Jadi harus mengulang,” ujar dia.

Padahal, pihak kampus sebelumnya meminta Nita dan rekan-rekannya untuk cukup fokus berkegiatan di Jerman dan masalah konversi nilai bisa dibicarakan nanti.

“Kami mahasiswa sudah lelah mau tuntut ini-itu,” ujarnya.

Ambar dan Nita sama-sama enggan menyebut nama universitas ataupun nama kota di Jerman tempat mereka tinggal dan magang.

Menurut Ambar, tempat kota dirinya dan rekan-rekan magang sangat spesifik sehingga membuatnya akan mudah dilacak.

Dana talangan puluhan juta rupiah

Salah satu yan menjadi persoalan korban mahasiswa ini ialah soal dana talangan.

Nita menyebut, dana talagan mencapai Rp 7 juta termasuk biaya awal dan tiket pulang pergi,

Ia mengatakan pemasukannya selama kerja di Jerman bahkan tidak bisa menutup biaya ini.

“Padahal sosialisasi dari pihak penyelenggara, gaji itu bisa menutup dana talangan. Saya pribadi dan teman-teman saya belum bayar [dana talangan] tapi pihak kampus menyuruh kami untuk segera membayar,” ujarnya.

Nita juga mengecek kabar dari rekan-rekannya di kampus lain, karena cerita mereka bervariasi.

“Aku enggak bakal nyebut kampus apa, tapi ada kampus yang bilang kalau mahasiswanya tidak membayar dana talang, mahasiswanya enggak boleh masuk kuliah," beber dia.

"Tapi ada juga kampus yang menahan mahasiswanya untuk jangan membayar sebelum kasus ini selesai,” ujarnya.

Sementara Ambar belakangan mengetahui gaji bersih yang diterimanya yakni sekitar 600-700 euro (sekitar Rp 11,9 juta) per bulan, jauh di bawah gaji kotornya yaitu 2.000 euro (sekitar Rp 34,2 juta).

Ambar mengatakan uangnya akan habis jika harus membayar dana talangan yakni Rp 24 juta.

“Saya pribadi masih simpan uangnya kalau-kalau nanti ditagih sama agen. Karena sampai saat ini pihak agensinya tidak kasih kejelasan info, bahkan ada yang tanya pun gak ada respon,” ujarnya.

Penjelasan Kemdikbudristek

Terpisah, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Anang Ristanto menegaskan bahwa Ferienjob bukan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.

“Kemendikbudristek mendukung penuh upaya penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polri dan mengimbau agar kampus yang mahasiswanya terlibat program ferienjob agar selalu melindungi mahasiswa dari tekanan dan jeratan utang akibat program tersebut,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Lebih lanjut, Anang menjelaskan bahwa sejak bulan Oktober 2023, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) sudah mengambil langkah dengan mengeluarkan surat edaran No. 1032/E.E2/DT.00.05/2023 kepada seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, untuk menghentikan keikutsertaan pada program tersebut.

Hal ini dikarenakan banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa.
“Kami mengajak perguruan tinggi untuk berhati-hati dalam merancang program MBKM mandiri dan agar selalu memastikan kesesuaian program dengan Buku Panduan MBKM 2020,” tandas Anang.

Iming-iming TPPO menggiurkan

Aktivis Migrant Care Siti Badriyah mengatakan eksploitasi magang kerja di Jerman berkedok Kampus Merdeka sebenarnya pola penipuan lama.

“Itu kasus polanya sudah lama, ya. Kalau dulu-dulu itu kan ke Jepang. Kemudian setelah itu Taiwan,” ujar Siti kepada BBC News Indonesia.

“Iming-iming magang yang bisa dikonversi dengan sejumlah SKS. Menggiurkan memang, magang dapat duit tapi dihitung kuliah. Memang TPPO itu iming-imingnya menggiurkan.”

Pada 2017 silam Migrant Care menangani kasus TPPO serupa di Kendal, ketika siswa-siswa sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) direkrut untuk bekerja di sebuah perusahaan Malaysia.

“Putusan hakim membebaskan pelaku karena katanya kasus pelaku perusahaan Malaysia,” ujar dia.

Siti pun mendorong para mahasiswa dan juga keluarga mereka untuk benar-benar mengecek kebenaran informasi dengan teliti dan menyelidiki dalam-dalam apabila ada program magang di luar negeri.

Terpisah, kriminolog Universitas Indonesia Ade Erlangga Masdiana yang juga pernah menjadi kepala biro humas Kemdikbud, meminta para mahasiswa untuk kritis atas tawaran-tawaran magang dan praktek lapangan di luar negeri.

“Seperti lembaga apa yang mengirim? Lembaga pengirim tersebut kredibel atau tidak?” ujar dia.

5 orang jadi tersangka

Kasus dugaan TPPO yang melibatkan 1.047 mahasiswa dari 33 kampus dengan modus pengiriman program magang mahasiswa ke Jerman ini kini telah ditangani polisi.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan, kasus TPPO berkedok program magang di Jerman ini terungkap setelah empat mahasiswa yang tengah mengikuti Ferienjob mendatangi KBRI di Jerman.

Polisi sudah menetapkan lima orang tersangka, yakni ER alias EW; A alias AE, SS, AJ dan MJ. Dua dari lima tersangka masih berada di Jerman.

Sedangkan seluruh korban sudah berada di Indonesia, termasuk Nita dan Ambar.

Nama dua mahasiswa yang diwawancarai dalam liputan ini disamarkan demi alasan keamanan.

(Sumber TribunJabar/Kompas, BBC Indonesia/Maharini Nur Afifah)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved