Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah Islam

Kisah Ibnu Arabi, Filsuf Kontroversial dalam Sejarah Peradaban Islam, Dijuluki Sang Guru Terbesar

Ibnu Arabi merupakan satu-satunya putra dari keluarga elite Andalusia yang berasal dari bangsawan Arab.

Editor: Rizali Posumah
Freepik.com/Sketchepedia
Ilustrasi - Muhyiddin Ibn Arabi atau lebih dikenal Ibnu Arabi salah seorang filsuf di era keemasan Islam. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Salah satu filsuf besar pada masa keemasan Islam adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau lebih dikenal Ibnu Arabi.

Ibnu Arabi dikenal sebagai pemikir cemerlang dan kontroversial dari Andalusia (Spanyol).

Ia lahir di Murcia Selatan pada tahun 1165 M.

Ibnu Arabi merupakan satu-satunya putra dari keluarga elite Andalusia yang berasal dari bangsawan Arab.

Ibnu Arabi selain sebagai filsuf, juga dikenal sebagai seorang mistikus, penyair, dan seorang penulis revolusioner tak kenal takut yang karya-karyanya meninggalkan jejak yang menggemparkan di dunia.

Saat umur Ibnu Arabi delapan tahun, keluarganya pindah ke Seville.

Kala itu, ayahnya memegang posisi tinggi dalam pelayanan Sultan Abou-Ya'qub.

Seperti putra dari keluarga kelas atas mana pun, Ibnu Arabi menerima pendidikan terbaik yang ada pada masanya.

Saat remaja, ia mulai menemani ayahnya dalam perjalanan. Ibnu Arabi diperkenalkan dan diintegrasikan ke dalam lingkaran terpilih di Andalusia, bahkan dijanjikan posisi politik yang bermartabat.

Jalannya telah ditelusuri, diamankan oleh jejak ayahnya, tetapi anak muda itu tidak mengetahui jalan liar dan tak terduga yang menantinya.

Seville adalah mutiara Andalusia yang berkilauan, ditandai dengan daya pikat menawan dan hampir melegenda yang mewarnai tinta semua penyair di dunia Arab. Kota ini merupakan pusat peradaban, tempat berkembangnya para filsuf, ilmuwan, dan polimatik paling berpengaruh selama Zaman Keemasan Islam.

Tak heran jika Ibnu Arabi muda tersihir dengan suasana yang memesona ini, sampai-sampai ia menyebut masa hidupnya di sana sebagai 'masa  jahiliya' (kebodohan), yaitu istilah yang biasa digunakan para sejarawan untuk merujuk pada masa pra-Islam.

Ibnu Arabi hanyalah seorang remaja biasa, tenggelam dalam kesenangan hidup dan mengabaikan urusan yang lebih dalam.

Ia juga bukan seorang penganut agama yang ketat, karena ia tampak mengabaikan kewajiban dasar keagamaan yang bersifat normatif pada saat itu.

Dalam sebuah bagian, dia bercerita bahwa dia senang mendengarkan para musisi dan artis bersama teman-temannya sampai fajar, setelah itu dia akan melewatkan salat yang diwajibkan dalam Islam atau dia akan melaksanakannya sambil benar-benar tenggelam dalam pikiran tentang malam menyenangkan yang baru saja dia lakukan. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved