Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pilpres 2024

Nasib Gibran di Pilpres 2024 Imbas dari Pelanggaran Etik Ketua KPU, Bisa Saja Didiskualifikasi

Peluang mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka dari Pilpres 2024 imbas pelanggaran etik Ketua KPU dan 6 anggota lainnya.

Editor: Glendi Manengal
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Cawapres Nomor Urut 02 Gibran Rakabuming. 

Mereka harus melaksanakan putusan DKPP.

"Apakah kemudian ada dampak terhadap pencalonan Gibran, ya sepanjang di putusan DKPP tidak disebutkan bahwa pencalonan Gibran bermasalah dan harus dikoreksi, ya tidak ada dampaknya," kata Muhammad.

Putusan DKPP memang bisa memasuki ranah hukum. Ambil contoh, pada Jumat (8/12/2023), DKPP menyatakan seluruh komisioner Bawaslu RI melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena melantik kader Partai Nasdem, Winsi Kuhu, sebagai anggota Bawaslu Kalimantan Tengah 2022-2027.

Pada putusan nomor 120-PKE-DKPP/IX/2023 tersebut, Winsi Kuhu dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai anggota Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah periode 2022-2027.

Dalam tujuh hari sejak putusan dibacakan, Bawaslu kemudian menindak Winsi Kuhu sesuai putusan DKPP dengan memberlakukan pergantian antarwaktu (PAW).

Pada 2013 silam, DKPP menyatakan sah dukungan Partai Kedaulatan (PK) dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur Khofifah-Herman (Berkah).

Dengan putusan ini, pasangan Berkah yang awalnya dinyatakan tidak lolos sebagai peserta pilgub oleh KPU Jatim, akhirnya punya melaju dalam kompetisi meskipun kalah.

Kendati demikian, Ketua DKPP Heddy Lugito menegaskan bahwa putusan soal pelanggaran etik semua komisioner KPU RI dalam memproses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres tidak berpengaruh terhadap pencalonan Gibran.

"Putusan DKPP murni tetang pelanggaran etik ketua dan anggota KPU," Heddy Lugito kepada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

"Tidak berpengaruh terhadap pencalonan capres dan cawapres," tegasnya.

Tanggapan KPU

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari tak berkomentar banyak perihal putusan ini. Ia menyebut, tanggapan KPU sudah disampaikan dalam rangkaian persidangan yang telah berjalan sebelum pembacaan putusan.

Ia juga menyinggung bahwa sebagai penyelenggara pemilu, KPU selalu berada dalam posisi "ter", baik terlapor, teradu, termohon, dan "ter" lainnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, selaku anggota KPU RI yang membesut teknis pencalonan presiden dan wakil presiden, menilai bahwa ada unsur paradoks dalam putusan DKPP.

"Dalam pertimbangan DKPP pada Putusan Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, No. 136-PKE-DKPP/XII/2023, No. 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan No. 141-PKE-DKPP/XII/2023, khususnya yang tertuang dalam halaman 188 pada Putusan tersebut, DKPP menilai KPU sudah menjalankan atau melaksanakan tugas konstitusional," kata Idham kepada Kompas.com, Senin.

Pertimbangan DKPP yang dimaksud berbunyi: "Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, KPU in casu Para Teradu memiliki kewajiban untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sebagai perintah konstitusi.

Bahwa tindakan Para Teradu menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi”.

Idham menambahkan, secara hierarkis, UUD 1945 adalah hukum tertinggi di Indonesia.

Putusan MK pun bersifat final, dan lanjutnya, memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.

Ini menyebabkan pencalonan Gibran, walaupun KPU belum merevisi Peraturan KPU, tetap dianggap sah karena dianggap langsung mengacu pada Putusan MK yang tarafnya setara UUD 1945.

"Putusan tersebut secara materi mengandung kalimat yang paradoksal. Di satu sisi KPU dinyatakan oleh DKPP telah melaksanakan tugas menyelenggarakan tahapan pencalonan sudah sesuai konstitusi, tetapi di sisi lain KPU dinyatakan oleh DKPP tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu," kata Idham.

Ia juga menyinggung bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, sebagai pihak terkait di persidangan DKPP, telah menegaskan bahwa dalam penerimaan pendaftaran pasangan capres-cawapres, KPU sudah sesuai aturan.

"Perlu kami tegaskan bahwa Bawaslulah yang memiliki kewenangan atributif untuk menangani dugaan pelanggaran administratif," ucap Idham.

(Sumber TribunKaltim)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved