Berita Nasional
Kisah Musir, Warga Aceh yang Nangis Kalau Lihat Harimau Mati, Padahal Dulu Kakaknya Diserang Harimau
Ada rasa sakit hati yang dirasa Musir pasca kakaknya tewas diserang harimau, namum kini Musir justru menangis jika ada harimau mati.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Tapaktuan Aceh, TRIBUNMANADO.CO.ID – Beberapa kali pria berambut gondrong itu menghela nafas panjang, senyumnya tertahan dijujung garis bibirnya, mata berkaca-kaca kala ditanya apakah benar abangnya pernah diserang harimau.
Pria itu bernama Musir Riswan, warga Desa Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan.
Musir merupakan adik dari Martunis warga Desa Panton Luas yang ditemukan tewas diserang harimau 2010 silam.
Tubuh Martunis kala ditemukan itu sudah tercabik cabik. Dikabarkan, Martunis semula mencari rotan di kawasan Gunung Tuan, sekitar 15 kilometer dari perkampungan, Senin kemarin.

Martunis bersama Nasrudin dan beberapa teman yang biasa mencari rotan di hutan. Namun, Martunis berpisah dengan sesama temannya dalam pencarian rotan tersebut, ia melanjutkan mencari goa sarang burung.
Jika biasanya menjelang maghrib Martunis sudah pulang ke rumah. Tapi pada petang itu, pihak keluarga menunggu hingga berganti hari pun belum pulang. Kemudian pihak keluarga melaporkan ke tetangga untuk pencarian bersama.
Kabar hilangnya Martunis menyebar cepat dan pada malam itu dilakukan pencarian, sayang Martunis ditemukan tak bernyawa dengan kondisi mengenaskan.
Tewasnya Martunis inilah yang menjadi landasan Musir bergabung dengan Tim Leader Human Wildlife Conflict Mitigation (HWCM) Aceh Selatan.
Kala Martunis tewas diserang harimau, Musir berusia 22 tahun. Sedangkan Martunis 26 tahun.
“Karena kami hidup di sekitar kawasan hutan dan sangat berpotensi terjadi interaksi negatif dengan satwa liar, terutama harimau, sehingga dengan belajar apa yang terjadi pada abang, inilah yang membuat saya mau memberi diri di HWCM ini,” kata Musir kepada Tribunmanado.co.id Jumat 22 Desember 2023.
Di HWCM ini, Musir bertugas untuk memastikan tidak ada interaksi negatif, antara manusia dan harimau dengan cara respon konflik, edukasi di sekolah dan masyarakat.
Selain itu HWCM juga melakukan pendampingan masyarakat desa mandiri konflik, koordinasi multi pihak, pemasangan kamera jebak untuk harimau berkonflik dan pembuatan kandang percontohan pengamanan ternak dari gangguan harimau "Tiger Proof Enclosure".
Baca juga: Pantas Harimau Disebut Pahlawan Warga Tapaktuan Aceh, Dulu Makan Orang dan Hewan Kini Dijuluki Nenek
Lebih lanjut kata Musir, Ia bergabung dengan dengan HWCM ini sudah sekitar 13 tahun.
“Pascamusibah almarhum abang pada 2011 saya kemudian jadi volunteer untuk mitigasi konflik harimau dan manusia. Saya lihat ada aktivitas respon konflik yang dilakukan pihak BKSDA Aceh. Rasa penasaran dengan apa yang dilakukan, apakah upaya ini tepat atau hanya sekedar formalitas untuk menenangkan warga inilah yang akhirnya membuat saya bergabung dengan HWCM,” aku Musir.
Anak ketiga dari empat bersaudara itu kemudian mengakui sewaktu bergabung dengan HWCM ini, Ia tidak mendapat persetujuan dari keluarganya.
Wajar karena kakak dari Musir tewas diserang harimau, dan malah memilih untuk kembali berurusan dengan harimau lagi.
“Saya itu banyak pertanyaan yang ditanyakan ke saya, namun keputusan saya sudah bulat, mereka hanya butuh diyakinkan saja, segala interaksi negatif yang terjadi, selain karena sudah takdir tentu ada penyebab ulah manusia,” kata Musir.

Pasti pertama melihat harimau ada rasa sakit hati yang dirasa Musir pasca kakaknya tewas diserang harimau, namum kini Musir justru menangis jika ada harimau mati.
“Entah kenapa ketika melihat harimau mati, saya malah nangis. Saat itulah Ia mulai berfikir upaya apa yang harus dilakukan agar tidak ada lagi interaksi negative,” tutupnya.
Konflik harimau dan manusia di Desa Panton Luas ini memang sering terjadi. Terlebih ketika ada sekelompok orang yang mulai menebang pohon dan membuka lahan baru di hutan yang tak jauh dari desa tersebut.
Hal ini selaras dengan siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan nomor : SP. 150/HUMAS/PP/HMS.3/03/2018, yang dikeluarkan pada 19 Maret 2018 yang menyebut kalua harimau sebenarnya tidak mengganggu manusia jika habitatnya tidak terganggu.
“Ketika ruang jelajah dan pasokan makannya berkurang, dia merasa terancam, konflik satwa dan manusiapun terjadi,'' ungkap Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Jakarta, Senin (19/3).
Yan Ferial menduga kalau harimau terganggu dan marah dengan ulah sekelompok orang tersebut.
Kata Yan Ferial, kalau ada warga desa yang melakukan perilaku tercela, berbuat tak senonoh dan berbuat hal tak baik di desa, bekas pijakan kaki harimau akan terpantau ada di jalan-jalan yang ada di Desa Panton Luas itu.
Jauh sebelum kasus menimpa Martunis, konflik dengan satwa liar termasuk harimau ini jarang didengar.
Dulu aturan hidup dalam hutan masih dinomorsatukan oleh warga.
Namun lambat laun, persahabatan dengan satawa mulai retak.
Berbagai hukum adat mulai tak diindahkan oleh warga, alhasil konflik hewan dan manusia muncul.
Bukan hanya ternak warga yang diserang harimau. Warga yang bernama Martunis pun ikut diserang raja hutan yang dijuluki nenek itu.
Lanjut Feriyal, dibentuknya KSM Rimeung Aulia ini pada 2016 berangkat dari kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas kearifan lokal untuk menjaga hutan dan satwa liar agar bisa hidup berdampingan dengan masyarakat.
Apalagi kata Yan, terlepas dari kejadian harimau serang warganya, keberedaan harimau ini justru menjadi keuntungan juga bagi masyarakat. Ketika harimau ini mulai berkurang dalam hutan, hewan lain seperti babi justru akan memakan tanaman warga disebabkan tidak ada yang menjaga perkebunan secara alami.

Harimau ternyata juga memberi tanda kepada manusia agar tidak mengizinkan warga berkebun, dengan cara mencakar tanah atau jalur yang biasa dilewati manusia.
Itu pertanda warga harus berhati-hati dan jangan pergi ke kebun, mungkin dia sedang melakukan aktivitas sedang mencari mangsa.
“Masyarakat Panton Luas secara umum memang sudah mengetahui terhadap tanda-tanda yang dimunculkan harimau, tapi bagi generasi muda, perlu memberikan edukasi tentang bagaimana mitigasi konflik yang baik dan melihat pertanda apa saja ditunjukkan dari harimau untuk manusia,” terang Yan.
Masyarakat Desa Panton Luas Tapaktuan Aceh Senang Hidup Berdampingan dengan Harimau
Oleh karena itu, kata Yan Ferial masyarakat di Desa Panton Luas ini senang bisa hidup berdampingan dengan harimau.
“Di sini kami menyebut harimau dengan sebutan nenek, dengan apa yang sudah dilakukan oleh nenek warga mulai sadar hidup berdampingan dengan satwa liar itu penting, kebutuhan ekosistemnya terjaga lagi. Metodenya yang dilakukan yakni mengedukasi masyarakat bagaimana mitigasi konflik satwa liar yang kami sampaikan,” kata Yan.
Hal inilah yang yang membuat kenapa KSM Rimeung Aulia kemudian dibentuk. Pembentukan KSM Rimeung Aulia ini mendapat dukungan Pemkab Aceh Selatan. Melestarikan adat dan kearifan lokal menjadi hal yang terus dijaga KSM Rimeung Aulia sebagai bagian dari memitigasi konflik antara manusia dan harimau.
Ada beberapa hal yang telah dilakukan KSM Rimeung Aulia. Tidak berbuat tercela, tidak melanggar budaya dan adat-adat desa. Selain itu mereka juga melakukan doa tolak bala setiap rabu abeh (rabu terakhir pada bulan shafar).
Pada rabu abeh itu masyarakat berdoa dan memberikan makan kepada harimau.
Lebih lanjut, Yan Feriyal mengungkap pantangan yang perlu diperhatikan saat menghadapi harimau.
Yang pertama tentunya harus tenang dan jangan lari. Hal lainnya yakni perlu memperhatikan kebiasaan yang mungkin dianggap sepela tapi nyawa bisa jadi taruhannya.
“Saat ada di hutan untuk berkebun ketika baju kita berkeringat kita tidak boleh menggantung baju di tunggul pohon kayu, karena kalau ada angin bajunya tergoyang sehingga akan memancing harimau, dianggap itu mangsanya,” terang Yan.
Menurut Feriyal, satwa liar di kawasan Panton Luas dengan luas hutan sekitar 8.000 hektare itu tidak hanya harimau. “Satwa lainnya juga masih ada. Yang tidak ada cuma tiga: buaya, badak, dan singa,” ujarnya.
Senada dengan Yan Ferial, Masrita Ketua KSM Rimeung Aulia mengungkap untuk menghindari terjadinya konflik harimau dengan manusia dan agar masyarakat bisa hidup berdampingan dengan harimau, warga desa terus menjaga kearifan lokal. Salah satunya dengan memberi makanan kepada harimau, terutama pada hari besar Islam.
“Intinya bagaimana kita bisa menghargai satwa liar yang seakan dapat berteman dengan mereka. Artinya, kalau kita mengabaikan doa tolak bala sehingga akan berdampak pada perkebunan masyarakat sekitar, perlu menghargai antarsesama meskipun tempat tinggal di daerah pedalaman,” kata Masrita, didampingi Kepala Desa Panton Luas, Abu Hanifah, Wakil KSM, Zulbasni, dan Sekretaris KSM, Yan Feriyal. (Ind)
Baca Berita Lainnya di: Google News
Prabowo Akan Evaluasi Besar-Besaran Polri |
![]() |
---|
Rencana Menkeu Pindahkan Uang Rp200 Triliun Dinilai Mirip Ide Eks Menteri Ekonomi Era Megawati |
![]() |
---|
Influencer Ferry Irwandi Sebut Sudah Damai dengan TNI: Saya Sudah Dihubungi Via Telepon |
![]() |
---|
Dicopot dari Menteri, Budi Arie Tetap Dukung Prabowo: Orang Kita yang Menangin |
![]() |
---|
Jokowi Buka Suara soal Pencopotan Menteri di Kabinet Prabowo, Singgung Hak Prerogatif Presiden |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.