Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pengungsi Rohingya

Pengungsi Rohingya Bayar 300 Ribu per Orang Buat KTP, Ternyata Dicetak di Medan, Ini Reaksi Bobby

Delapan pengungsi rohingnya tersebut memasuki wilayah Nusa Tenggara Timur dengan membawa KTP palsu yang diduga dibuat di Medan.

Editor: Glendi Manengal
Serambinews.com/Maulidi Alfata
Pengungsi Rohingya 

2. Mohammad Arafat hossin

3. Mohammad shariful Islam

4. Mohammad Nadim

5. Abdul Halim

6. Mohammad shilu mondol

7. Iman Ali

8. Mainnudin

Kantongi KTP palsu

Diberitakan sebelumnya, jajaran keamanan setempat mengamankan 8 warga Bangladesh di Belu, NTT.

Sewaktu diperiksa, mereka tidak dapat menunjukkan paspor asli.

Selain itu, mereka juga mengantongi KTP dengan keterangan warga Kabupaten Belu, Kabupaten Sikka, dan Kota Kupang.

Menurut pengakuan mereka, KTP tersebut diurus oleh seseorang di Medan, Sumatera Utara.

"Per orang mereka diminta Rp 300.000 untuk mencetak KTP," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy dikutip dari Kompas.com, Selasa (12/12/2023).

Sementara itu dilansir dari Tribun Flores, Imigran gelap asal Bangladesh berhasil diamankan oleh Polres Belu, bernama Awang (pakai identitas palsu) mengakui Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang mereka miliki dibuat di Medan, Sumatra Utara.

Awang mengungkapkan bahwa layanan tersebut diberikan oleh seorang warga dengan membayar sejumlah uang.

Ia juga mengakui bahwa mereka datang dari Bangladesh ke Medan tanpa menggunakan paspor (Paspor dan KTP hanya ada di handphone milik mereka).

"Kami membuat KTP di Medan, Sumatera Utara, dengan menggunakan jasa seorang warga, dengan membayar Rp 300 ribu per orang. Kita tidak tahu dia siapa, dia ambil uang 300 ribu setiap orangnya. Dia tidak ada gambarnya dan nomornya padam (tidak bisa dihubungi lagi)," terang M.B Nadim pemilik nama asli sesuai KTP Bangladesh.

"Setelah mendapatkan KTP tersebut, kami langsung berangkat menggunakan pesawat dari Medan ke Kupang dan terus ke Atambua secara bertahap," tambahnya.

Ia juga mengakui bahwa mereka sudah berada di Desa Takirin sejak tanggal 26 November lalu atau kurang lebih 2 minggu.

Menurutnya, tujuan kedatangan mereka ke Atambua adalah untuk bekerja.

"Tujuan kami datang ke Atambua untuk bekerja, intinya bisa makan," jelasnya.

(Sumber Serambinews)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved