Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kabar Israel Palestina

Benjamin Netanyahu Disebut Mantan Sekjen NATO sebagai Politikus Terburuk dalam Sejarah Israel

Menurut Javier Solana tidak ada hal baik yang muncul dari pertempuran Israel dan Palestina yang saat ini sedang terjadi.

Editor: Rizali Posumah
Anadolu/AFP
Mantan Sekjen NATO Javier Solana dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dianggap sebagai Politikus Terburuk dalam sejarah Israel. 

Hal itu dikatakan mantan Sekjen NATO Javier Solana, pada Senin, (30/10/2023) kepada penyiar Spanyol, Cadena Ser.

Menurut Javier Solana tidak ada hal baik yang muncul dari pertempuran Israel dan Palestina yang saat ini sedang terjadi.

Menurutnya, tindakan Israel ini akan membuat Netanyahu lenyap dari politik Israel. 

"Ini bisa membuat Netanyahu lenyap dari politik Israel," kata pria 81 tahun itu, seperti yang dilaporkan oleh Anadolu, Selasa, (31/10/2023).

Dengan tegas Javier Solana mengatakan, meski AS mendukung Israel, Presiden Joe Biden "sama sekali tidak suka pada Netanyahu, sama seperti siapa pun yang terlibat dalam perang ini untuk waktu yang lama."

Menurutnya Joe Biden dan Benjamin Netanyahu memang tidak saling bermusuhan, namun keduanya juga bukan temang.

"Biden tidak pernah menerima Netanyahu di Gedung Putih," tambah mantan diplomat tersebut.

Dia mengatakan Biden bekerja keras untuk memberikan tekanan pada Netanyahu agar tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan AS di Irak setelah serangan 9/11.

Solana menjabat sebagai sekretaris jenderal NATO dari tahun 1995 hingga 1999, serta diplomat utama Uni Eropa dari tahun 1999 hingga 2009.

Solana juga menceritakan bahwa ia menghabiskan "banyak waktu di Gaza" selama kariernya, termasuk dalam negosiasi Uni Eropa untuk menjaga agar perlintasan perbatasan Rafah dari Gaza ke Mesir agar tetap terbuka.

Program tersebut dimulai pada tahun 2005 dan berlangsung selama 19 bulan.

Selain itu, ia juga menyebut Abraham Accords, yang menormalisasi hubungan antara Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, sebagai "kesalahan besar," dengan mengatakan kesepakatan tersebut merusak ide sebelumnya tentang negara-negara mengakui Israel melalui negosiasi perdamaian dengan Palestina.

"Saya pikir gagasan perdamaian untuk pengakuan (Israel) atau pengakuan (Israel) untuk perdamaian adalah gagasan yang sangat indah," ujarnya.

Merujuk pada konteks sebelum serangan Hamas, Solana juga mengkritik Netanyahu karena "melakukan kampanye luar biasa untuk menjadikan dirinya sebagai seorang otokrat" melalui reformasi peradilan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved