Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Heboh

Nasib Aipda AL Tersangka Pembakar Baliho Ganjar Pranowo, Megawati, dan Presiden Jokowi, Diduga Mabuk

Kemudian, pada pukul 16.00 Wita, pihaknya berhasil mengamankan dua pelaku yakni Aipda AL dan seorang warga berinisial LA.

Editor: Alpen Martinus
Hesly Marentek/Tribun Manado
Ilustrasi baliho 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Anggota polisi seharusnya berada pada posisi netral.

Tak boleh berpihak pada satu pasangan calon atau lainnya yang berbau politik.

Namun yang terjadi Buton, Sulawesi Tenggara berbeda.

Baca juga: Viral Pencurian Lampu di Manado Sulawesi Utara, Polisi Sebut Belum Ada Laporan Masuk


Seorang anggota Polri yang bertugas di salah satu polsek di Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, inisial Aipda AL, nekat membakar baliho bakal calon presiden Ganjar Pranowo di Desa Lanto, Kecamatan Mawasangka, Selasa (5/9/2023) dini hari. (Sumber: Kompas.com) 

Dilaporkan, oknum anggota Polres Buton Tengah di Sulawesi Tenggara melakukan pembakaran terhadap baliho Ganjar Pranowo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Hal tersebut tergolong aksi yang cukup nekat.

Lantaran posisinya seorang polisi harus menjadi pengayom untuk masyarakat.

Bukan malah menimbulkan keresahan masyarakat.

Baca juga: Polisi Ungkap Pelaku Pelemparan Sejumlah Kendaran di Jalan Matungkas Minut Sulawesi Utara

Saat ini Polres Buton Tengah terus mendalami motif dari anggotanya Aipda AL.

Menurut ulasan Kompas.com, Aipda AL membakar baliho Ganjar Pranowo di Desa Lanto, Kecamatan Mawasangka, Selasa (5/9/2023) dini hari.

Yang jadi masalah, dalam baliho berukuran besar itu, tak hanya gambar Ganjar Pranowo, tapi juga terdapat foto Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan mantan Presiden ke-1 RI Soekarno.

Tentu persoalan ini tak akan sederhana, karena terdapat tokoh besar Indonesia yang dilecehkan oleh seorang oknum polisi berpangkat rendah.

Baca juga: BREAKING NEWS Pelaku Pelemparan Kendaraan di Jalan Matungkas Minut Akhirnya Ditangkap Polisi

Mungkin jika Ganjar Pranowo dan Presiden Jokowi tahu, keduanya bisa memaafkan.

Bagaimana jika Megawati Soekarnoputri yang tahu? Tentu persoalan akan berbeda, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pasti bertindak tegas.

Atas peristiwa itu, Ketua DPC PDIP Buton Tengah Samahuddin bersama pengurus partai melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Buton Tengah, Rabu (6/9/2023).

Samahuddin menjelaskan, baliho yang dibakar Aipda AL bukan hanya ada foto Ganjar Pranowo Pranowo, melainkan juga ada gambar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, serta Presiden Joko Widodo (Jokowi), kemudian Presiden Soekarno.

“Sebagai ketua partai melaporkan tentang pembakaran baliho itu," ujarnya.

"Kami di sini hanya mempertanyakan tentang masalah pembakaran kepada Kasat Reskrim,” imbuhnya.

Samahuddin menegaskan, pihaknya tidak terima baliho tersebut dibakar. Karena itu, ia meminta laporannya segera ditindaklanjuti.

“Kami kader partai tidak menerima tentang pembakaran itu," tegasnya.

"Harus hormati partai-partai yang ada, apalagi kami punya pimpinan mempertanyakan langsung pembakaran ini," lanjutnya.

"Kami sudah melapor dan mudah-mudahan ditindak lanjuti secepatnya,” seloroh Samahuddin.

Timbulkan kegaduhan

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Buton Tengah Iptu Sunarton mengakui pembakaran tersebut menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

Karena itu, setelah laporan masuk, pihaknya langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Kemudian, pada pukul 16.00 Wita, pihaknya berhasil mengamankan dua pelaku yakni Aipda AL dan seorang warga berinisial LA.

“Ada oknum di situ (Polri) kami amankan dan terlibat langsung berdasarkan bukti permulaan yang cukup saat kami melakukan penyelidikan di lapangan," katanya.

"Inisialnya Aipda AL yang berdinas pada salah satu polsek di wilayah Polres Buton Tengah,” imbuh Iptu Sunarton.

Ia menjelaskan, sampai saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman untuk menggali keterangan kedua pelaku, terkait alasannya melakukan perusakan dengan membakar baliho tersebut.

“Kami Polri tunduk pada peradilan umum, siapa pun yang melakukan tindak pidana," ujarnya.

"Kondisi oknum (polisi) saat melakukan pengrusakan informasi awalnya karena mabuk pengaruh miras di sekitar TKP,” kata Iptu Sunarton.

Menurutnya, kedua pelaku saat ini masih diamankan di Polres Buton Tengah.

Keduanya akan diancam pasal pengrusakan pasal 170 ayat 1 Junto pasal 406 KUHP dengan hukuman lima tahun penjara.

Netralitas TNI-Polri

Sebelumnya, Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menyebut pihaknya menemukan 20.000 lebih personel TNI/Polri masuk sebagai daftar pemilih untuk Pemilu 2024 mendatang.

Lolly merinci bahwa terdapat 11.457 prajurit TNI yang tercatat sebagai pemilih yakni di Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Jambi, dan Lampung.

Sedangkan, anggota Polri yang masih tercatat sebagai pemilih adalah sejumlah 9.198 ditemukan di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Maluku.

Adapun data tersebut didapat berdasarkan hasil pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan oleh jajaran petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Dengan demikian, temuan ini tanda daftar pemilih hasil coklit KPU masih Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

Lebih lanjut, ada delapan kategori pemilih TMS yang ditemukan Bawaslu atas hasil uji petik, termasuk pemilih yang merupakan anggota TNI/Polri.

Kategori Pemilih Tidak Memenuhi Syarat

Lolly menjelaskan adapun kategori TMS lainnya yakni pemilih salah penempatan, pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang tidak dikenali, pemilih pindah domisili, pemilih di bawah umur, serta pemiih bukan penduduk setempat.

Kategori TMS ini menjadi peringatan adanya kerawanan subtahapan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) berdasarkan Surat Edaran Bawaslu No. 1 Tahun 2023.

Ia menjelaskan kerawanan tersebut di antaranya berkaitan dengan kegandaan, data pemilih yang telah pindah domisili ke lain wilayah, saran perbaikan pengawas pemilu tidak ditindaklanjuti KPU, hingga KPU yang tidak memberikan salinan daftar pemilih kepada Bawaslu.

"Kerawanan lainnya ialah KPU sesuai tingkatan tidak menindaklanjuti saran perbaikan pengawas pemilu, hasil coklit, serta rekapitulasi," ujarnya, Kamis (30/3/2023).

"Penyampaian hasil coklit melalui sistem tidak valid, PPS mengumumkan daftar pemilih di lokasi yang tidak representatif dan tidak aksesibel," imbuh Lolly.

Lolly menyebut hasil penyusunan DPS tidak diumumkan baik di laman KPU maupun aplikasi berbasis teknologi informasi.

"Mendominasinya kategori pemilih TMS salah penempatan TPS disebabkan adanya restrukturisasi TPS yang dilakukan KPU dalam waktu singkat," jelasnya.

Sehingga, KPU dinilai tidak memperhatikan aspek geografis setempat, kemudahan pemilih di TPS, dan tidak memperhatikan jarak serta waktu tempuh menuju TPS.

"Akibat restrukturisasi yang tergesa-gesa ini memunculkan dua kategori TMS lain, yakni adanya pemilih yang tidak dikenali dan pemilih bukan penduduk setempat. Akibatnya, kegandaan pemilih tidak bisa dihindari," tandasnya.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved