Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Denny Indrayana

Denny Indrayana Sebut Jokowi Wajib Diberhentikan, Lakukan Korupsi dan Halangi Penegakan Hukum

Denny Indrayana menyebut Presiden Jokowi wajib diberhentikan karena melakukan korupsi hingga menghalangi penegakan hukum.

Editor: Frandi Piring
Kolae Foto Tribun Manado Dok.Kompas.com/Dani Prabowo dan Instagram/@jokowi
Denny Indrayana menyebut Presiden Jokowi wajib diberhentikan karena melakukan korupsi hingga menghalangi penegakan hukum. 

Menurutnya bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara Rosi di Kompas TV, haqul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.

"Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan.

Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024," kata Denny.

Menurut Rachland, ujar Denny, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY.

Sebelumnya, kata Denny sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK.

"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?," ujarnya.

Dua, ujar Denny, Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

"Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung," ujarnya.

Anggaplah, kata Denny, Presiden Jokowi tidak setuju dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol.

"Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Kepala staf presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly," katanya.

Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, menurut Denny, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden.

"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui-lebih jauh lagi memerintahkan-langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat?," katanya.

Tiga, kata Denny, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, menurut Denny, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian.

"Bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024," katanya.

Suharso Monoarfa misalnya, kata Denny, diberhentikan sebagai Ketua Umum partai.

"Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab, ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena 'Empat kali bertemu Anies Baswedan'," kata Denny.

Menurut Denny, ketika Soetrisno Bachir menanyakan, kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024.

Arsul Sani menjawab, "PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin.

Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga," karena bertentangan dengan kehendak penguasa.

"Karenanya hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres?," kata Denny.

"Demikianlah laporan dugaan pelanggaran impeachment Presiden Joko Widodo ini saya sampaikan," ujarnya.

Meski sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan, menurut Denny, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, ia berkewajiban menyampaikan laporan ini.

"Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara,

tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya," kata Denny.

Baca juga: Ini Saran Partai NasDem ke Prof Denny Indrayana soal Isu Anies Baswedan Akan Ditangkap KPK

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Sumber: Warta Kota
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved