Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bitung Sulawesi Utara

Kronologi Guru di Bitung Aniaya Murid TK, Berawal dari Korban Tak Bisa Baca, Ending Badan Biru-biru

Seorang anak didik di sebuah Taman Kanak-kanak ( TK ) menjadi korban kekerasan oleh gurunya di Bitung.

Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
(tribunmanado.co.id/Christian Wayongkere)
Dinas PPPA Kota Bitung, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bitung, dan Lurah setempat saat mendatangi TK Swasta di Bitung. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Dunia pendidikan Sulawesi Utara (Sulut ) kembali tercoreng.

Kali ini terjadi di Kota Bitung, Sulut.

Seorang anak didik di sebuah Taman Kanak-kanak ( TK ) menjadi korban kekerasan oleh gurunya.

Sang guru yang seharusnya mengajar malah menghajar.

Ternyata semua karena si murid yang tak bisa membaca.

Tangan sang gurupun cepat bergerak.

Imbasnya badan si anak biru-biru.

Dinas PPPA Kota Bitung, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bitung, dan Lurah setempat saat mendatangi TK Swasta di Bitung.
Dinas PPPA Kota Bitung, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bitung, dan Lurah setempat saat mendatangi TK Swasta di Bitung. (tribunmanado.co.id/Christian Wayongkere)

Awal kasus ini terungkap berkat insting orangtua yang bekerjan sebagai ASN di DP3A Kota Bitung .

Indrawati Takalaluma seorang ASN di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bitung melayangkan laporan dugaan kasus kekerasan anak.

Indrawati, awalnya menaruh curiga dengan tanda-tanda diduga kekerasan di paha belakang anaknya.

Ia menceritakan, pada hari Jumat sore ia hendak memandikan anaknya.

Ketika disentuh, sang anak cepat bereaksi.

Saat membalikkan badannya, ada biru memar di paha belakang.

Indrawati kemudian menghubungi guru dan menanyakan kenapa ada lebam kebiruan apakah karena jatuh atau apa.

Dapat keterangan dari guru tersebut, bahwa korban saat main dengan teman-teman permainan kena di kaki korban.

Sang guru berjanji, akan mengecek dan menanyakan ke rekan korban yang bermain sama-sama di sekolah.

Sang ibu korban lalu mengirim foto kondisi paha belakang anaknya, ada memar. 

Gurunya atau kerap di panggil Miss, sempat kaget dengan kondisi korban, dan belum mengakui perbuatannya. 

"Maksud kami, kalau saat ditanyakan guru itu mengakui dan meminta maaf perbuatannya masalah ini tak akan sampai ke polisi.

Tapi karena tidak ada pengakuan, sehingga kami lapor Polisi," jelas ibu korban yang juga kasubag di Dinas PPPA Kota Bitung, Selasa (23/5/2023).

Pihaknya juga sempat menanyakan ke anak, namun masih belum mau bilang.

Korban katakan, lebam itu kena penggaris saat main dengan teman.

Sebagai seorang ibu, punya insting yang lain terhadap keadaan sang anak.

Lalu berhasil membuat sang anak mengaku bahwa lebam itu karena kekerasan menggunakan mistar oleh gurunya berulang-ulang.

"Alasan sang guru melakukan kekerasan, menurut keterangan korban karena korban tak bisa membaca," tambahnya.

Pihaknya juga telah mengantongi hasil visum, dari rumah sakit yang mana korban mengalami kekerasan.

Terpisah Kepala UPTD PPA Dinas P3A Kota Bitung Ellen Kambey menambahkan pihaknya bersama ibu korban sempat datang mempertanyakan masalah ini ke pihak sekolah.

"Kami juga melakukan pendampingan konselong ke korban dan orang tua korban, karena korban sempat trauma dan taku datang sekolah," jelas Ellen Kambey.

Bahkan orang tuanya berencana tak akan menyekolahkan anaknya lagi di TK swasta itu, padahal korban tak lama lagi akan ujian. (crz)

5 Dampak Jangka Panjang yang Dirasakan Anak Korban Kekerasan

5 Dampak Jangka Panjang yang Dirasakan Anak Korban Kekerasan

Setidaknya ada 5 efek jangka panjang kekerasan pada anak yang harus diwasapadai antara lain:

Depresi

Depresi adalah dampak yang paling sering muncul dari kekerasan terhadap anak. Kebanyakan korban merasa tindakan itu akibat kesalahan mereka. Pikiran ini memicu perasaan tidak berharga yang berujung pada depresi.

Kecemasan

Gangguan mental ini juga kerap dirasakan anak yang punya sejarah sebagai korban kekerasan. Navarez mengatakan jika anak akan merasa cemas terus menerus dan tidak percaya baik pada dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.

Perasaan negatif ini bahkan terus bertahan hingga usia dewasa dan mengganggu kehidupan mereka berikutnya.

Masalah hubungan pribadi

Trauma masa kecil dapat berpengaruh pada hubungan pribadi yang dijalani ketika dewasa. Hal ini berawal dari perasaan rendah diri yang membuat mereka mempertanyakan banyak hal.

Anak korban kekerasan juga cenderung terjebak pada hubungan yang tidak sehat dan cenderung sulit keluar dari posisi tersebut. Secara tidak langsung, mereka merasa jika ini adalah akibat dari kesalahan di masa lalu.

Perilaku tidak sehat

Anak korban kekerasan juga cenderung melakukan perbuatan yang tidak sehat. Misalnya saja gangguan makan, alkoholik dan penyalahgunaan obat-obatan.

Dari yang sebelumnya sebagai korban, mereka juga bisa beralih menjadi pelaku kekerasan dan kriminalitas. Hal ini merupakan efek berlapis atas perasaan rendah diri yang dirasakan.

Masalah kesehatan

Kekerasan yang dilakukan orang dewasa jelas menghasilkan rasa sakit fisik kepada anak. Lebam, berdarah dan patah tulang adalah efek yang nampak dari luar.

Namun, karena anak sedang dalam fase tumbuh kembang maka perilaku ini juga akan menggangu perkembangan otak dan trauma mendalam.

Dalam jangka panjang, ini menyebakan sejumlah masalah kesehatan seperti jantung, penyakit paru obstruktif kronik, tekanan darah tinggi, diabetes, asma, penyakit hati, dan obesitas. Biasanya keluhan ini baru dirasakan setelah mencapai usia dewasa.

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dan Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Baca Berita Lainnya di: Google News

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved