Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

TKW

Kisah Kartika Puspitasari TKW di Hongkong, Dianiaya Hingga Luka dan Trauma, Kini Dapat Ganti Rugi

Mantan majikannya telah dihukum dan dipenjara pada 2013 setelah terbukti melakukan aksi kekerasan selama dua tahun terhadap Kartika.

Editor: Alpen Martinus
tribun wow
Ilustrasi TKW 

Eni Lestari, juru bicara Badan Koordinasi Migran Asia di Hong Kong, menyebut kasus Kartika Puspitasari tergolong ekstrim, tetapi tidak terisolasi.

Sedikitnya terdata ada sekitar 340.000 pekerja rumah tangga migran yang bekerja di Hong Kong. Kebanyakan adalah perempuan dari Indonesia dan Filipina.

Kelompok HAM telah lama berargumen bahwa sistem yang berlaku di Hong Kong membuat para pekerja rumah tangga rentan terhadap eksploitasi, dengan beberapa tidak dapat melarikan diri dari tempat kerja yang tidak bersahabat karena persyaratan mereka mesti tinggal bersama majikan mereka.

“Sebagian besar korban tidak mampu mencari ganti rugi di Hong Kong, terutama setelah visa mereka berakhir pada akhir kontrak mereka,” kata para aktivis.

Di pengadilan, Kartika Puspitasari sendiri bersaksi bahwa penyiksaan itu meninggalkan bekas luka hitam yang menonjol di punggung, perut, dan lengan kirinya.

Pihak pengacara mengatakan, parahnya luka atau cedera yang dialami Kartika telah membatasi pilihannya untuk bekerja di masa depan.

Kartika juga tidak pernah mampu membayar operasi dan perawatan medis yang dia butuhkan akibat mengalami luka tersebut.

Mantan majikan Kartika di Hong Kong, sepasang suami dan istri yang telah menyelesaikan hukuman masing-masing 3,5 dan 5,5 tahun dilaporkan tidak menentang gugatan perdata untuk membayar kompensasi.

Putusan pemberian ganti rugi seperti yang dialami Kartika Puspitasari pernah terjadi sebelumnya, meski ini terbilang jarang.

Pada 2017, pengadilan Hong Kong memberikan 103.400 dollar AS kepada Erwiana Sulistyaningsih, yang disekap, kelaparan, dan dipukuli hingga kehilangan kendali atas fungsi tubuhnya.

Sebelumnya, Puspitasari mengaku sudah lelah dengan upaya pencarian keadilan terhadap kasusnya selama satu dekade terakhir.

"Saya merasa frustrasi karena itu terlalu lama," kata dia kepada AFP dalam sebuah wawancara pada Oktober 2022.

Puspitasari berharap dapat membangun kembali kehidupan yang tenang bersama suami dan ketiga anaknya.

"Saya tidak bisa membayangkan diri saya melupakan atau meninggalkan ini karena traumanya terlalu dalam," jelas dia.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved