Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Korupsi PDAM Manado

Praperadilan PDAM Manado, Saksi Ahli Beber Kejati Sulut Keliru Soal Pidana Korupsi

Praperadilan ini dilakukan oleh Joko Suroso karena menilai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut) terkesan melakukan kriminalisasi.

Penulis: Nielton Durado | Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Nielton Durado
Sidang Praperadilan dugaan korupsi PDAM Manado di Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi Utara, Kamis (6/4/2023) 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Satu dari empat tersangka dalam dugaan korupsi PDAM Manado yang bernama Joko Suroso, menempuh jalur Praperadilan.

Praperadilan ini dilakukan oleh Joko Suroso karena menilai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut) terkesan melakukan kriminalisasi dalam hal penetapan tersangka pada dirinya.

Sidang praperadilan yang diajukan oleh Joko Suroso saat ini sudah sampai pada tahapan pemeriksaan saksi penuntut.

Pada sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis 6 April 2023 ini, pihak Joko Suroso menghadirkan saksi ahli dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yakni Dr Dahlan Ali.

Sidang kali ini dipimpin oleh ketua majelis hakim Syors Mambrasar.

Dihadapan ketua majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sulut, Dahlan Ali membeberkan beberapa fakta menarik.

Salah satu yang paling menarik adalah tentang perjanjian kerja sama yang saat ini membuat Kejati Sulut menetapkan empat orang tersangka.

Menurut Dahlan, akar permasalahan dari kasus ini dimulai dari perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Belanda.

Kejati Sulut yang mengusut permasalahan ini kemudian menetapkan beberapa orang yang menandatangani kerjasama tersebut sebagai tersangka.

Padahal, Dahlan mengatakan harusnya jika ada masalah dari perjanjian kerjasama tersebut cara menyelesaikannya ada di perjanjian itu sendiri.

"Kontrak kerja sama ini adalah perdata dan tidak boleh dibawa ke pidana. Apalagi itu tindak pidana korupsi," kata dia.

Selain itu, ia mengatakan jika pihak Pemkot Manado mengajak perusahaan dari Belanda untuk melakukan kerja sama, maka tindakan tersebut murni perdata dan bukan pidana.

"Harusnya ini murni perdata karena berasal dari kontrak antara Manado dan Belanda dalam hal pengelolaan air bersih," ungkapnya.

Sedangkan untuk status dari tersangka Joko Suroso, saksi ahli mengatakan jika yang bersangkutan bukanlah pihak yang berkontrak dalam perjanjian kerja sama tersebut.

"Yang bersangkutan hanyalah direksi dari PT Air Manado, dan PT Air Manado ini lahir karena perjanjian patungan antara Pemkot Manado dan perusahaan Belanda," ujarnya.

Tak hanya itu, Dahlan juga menjelaskan tentang alat bukti menurut KUHP.

Menurutnya alat bukti menurut KUHP adalah lima.

Yang pertama keterangan saksi, kedua keterangan ahli, ketiga bukti surat, keempat bukti petunjuk, dan terakhir keterangan terdakwa.

Nah, dalam kasus ini Dahlan mengatakan jika alat bukti yang digunakan oleh Kejati Sulut adalah audit dari BPKP.

"Tapi jika audit ini tidak berimbang, atau tidak memasukkan dokumen yang berimbang, sehingga muncul hasilnya kerugian negara, maka hasilnya tidak valid," ujarnya.

"Karena kerja BPKP adalah kerja profesional dan objektif.

Ternyata apabila dokumen yang diaudit tidak berimbang, maka hasilnya juga tidak objektif, dan ini tidak bisa digunakan sebagai alat bukti," ucapnya.

Dahlan juga mengomentari terkait prosedur penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejati Sulut.

Ia menegaskan jika mekanisme penetapan tersangka dibagi dalam beberapa tahapan.

Pertama harus ada Sprindik penetapan tersangka dulu lalu permintaan SPDP.

"Untuk SPDP ini waktunya tujuh hari sedangkan dalam kasus ini hal tersebut tidak dilakukan. Jadi ada hukum acara yang dilanggar," tegas dia.

Sementara itu, Kasie Penkum Kejati Sulut Theodorus Rumampuk menegaskan jika pihaknya sudah melakukan penetapan tersangka sesuai dengan aturan yang ada.

"Tinggal nanti kita lihat pembuktian dan putusan sidangnya seperti apa. Intinya kami sudah melakukan semuanya sesuai prosedur," tegas dia.

Sebelumnya diketahui, Kejati Sulut menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi PDAM Manado..

Empat tersangka ini adalah mantan ketua DPRD Manado Ferro Taroreh, lalu Yan Wawo selaku mantan Badan Pengawas PDAM Manado, ketiga Hanny Roring selaku mantan Dirut PDAM, dan Joko Suroso yang disebut sebagai inisiator kerjasama tersebut.

Tiga dari empat pelaku tersebut saat ini sudah menjalani sidang pemeriksaan saksi di PN Manado.

Sedangkan tersangka Joko Suroso masih melakukan praperadilan.

Untuk diketahui, para tersangka dituduh sama-sama secara melawan hukum menyalahgunakan kewenangan dengan Ferro Taroreh.

Dimana mereka membuat keputusan untuk menyetujui Kerjasama (Cooperation Agreement) antara Pemkot Manado/PDAM Kota Manado dengan Indo Water BV Drenthe Belanda (NV WMD) / BV Tirta Sulawesi.

Kerja sama itu tanpa melalui Kajian teknis dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Walhasil seluruh aset milik PDAM Kota Manado yang dibiayai oleh APBD, APBN, Hibah Pemerintah pusat dan World Bank beralih ke pihak swasta dalam hal ini PT. Air Manado.

Akibatnya Negara dalam hal ini Pemerintah Kota Manado cq PDAM Kota Manado dirugikan sebesar € 936.000,00 atau jika dirupiahkan Rp 55 Miliar lebih. (Nie)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved