Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Curhat Seputar Ramadhan

Bolehkah Seorang Muslim Berjualan Makanan di Siang Hari pada Bulan Ramadan?

Maka bagi penjual makanan wajib mengedepankan adab atau akhlak yang mulia ketika berjualan di siang hari bulan Ramadhan.

Tribun Manado/Dik
Curhat Seputar Ramadan - Hukum Berjualan di Siang Hari pada Bulan Ramadan. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ramadan 1444 hijriah tahun 2023 telah tiba. 

Hari ini Kamis (23/3/2023) menjadi hari pertama bulan suci ramadan. 

Umat islam tentu sudah tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat melaksanakan ibadah puasa ramadan. 

Baca juga: Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa 1444 Hijriah Tahun 2023 Kota Manado Sulawesi Utara

Salah satu yang paling umum yaitu tidak boleh makan dan minum. 

Namun ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian umat islam saat berpuasa di bulan ramadan. 

Hal-hal yang berhubungan dengan orang banyak dan pahala di bulan ramadan. 

Misalnya, apakah di bulan ramadan seorang muslim bisa menjual makanan?

Pertanyaan seperti itu, mungkin tak sedikit orang sudah tahu jawabannya namun mungkin masih banyak juga yang masih bertanya-tanya. 

Berikut ini jawaban dari MUI Kota Manado Sulawesi Utara.

Pertanyaan:

Saya adalah seorang muslim yang kesehariannya bekerja sebagai penjual makanan masak di pasar.

Dan untuk di bulan Ramadhan ini apakah boleh saya tetap berjualan di siang harinya, karena hanya itu pekerjaan saya?

Dijawab oleh: Dr. KH. Ahmad Rajafi, M.H.I - Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Manado

Ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah kewajiban yang sifatnya personal bagi setiap muslim.

Maka diharuskan bagi mereka untuk berusaha secara sungguh-sungguh menjaga ibadah puasanya beserta pahala di dalamnya, karena Rasulullah Muhammad SAW menegaskan bahwa ada orang yang telah berpuasa di siang hari tapi tidak mendapatkan pahala puasanya kecuali hanya merasakan lapar dan haus saja.

Perintah untuk menjaga ini tidak semata-mata hanya berlaku bagi pribadi yang tengah berpuasa, tapi juga berlaku untuk menjaga orang lain yang tengah berpuasa di sekelilingnya. 

Seperti menutup celah segala hal yang dapat membatalkan puasa beserta pahala di dalamnya.

Meskipun demikian, Islam dalam menghadirkan hukum tidak bersifat kaku, tapi harus senantiasa fleksibel, karena hukum dapat berubah sebab berubahnya waktu, tempat, dan keadaan.

Seperti halnya masalah berjualan makanan di tengah bulan Ramadhan.

Mengenai hal ini, ulama melarang jual beli di siang hari bulan Ramadhan (Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha, I’anah At-Thalibin, Juz. III, h. 24; dan Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiah Al-Bujairimi, Juz. II, h. 224),

Namun alasan larangan tersebut bila tercukupi unsur “yufdhi ila ma’shiyyatin” yakni adanya tindakan yang berakibat ke arah maksiat.

Konsep maksiat di dalam Islam adalah, adanya niat yang jelas untuk durhaka atau menentang perintah Allah.

Oleh karenanya, bila berjualan di siang hari bulan Ramadhan karena alasan di luar maksiat, seperti untuk menjaga diri, keluarga dan eksistensi ekonomi keluarga, karena itulah pekerjaannya, maka tidak termasuk yang dilarang dalam agama.

Bahkan termasuk yang harus didahulukan, sebab prinsip primer dalam hukum (maqashid al-syari’ah), yakni menjaga diri dan keluarga (hifzh an-nafs wa an-nasl) agar tetap sehat sehingga mampu menjalani hidup dengan baik, terlebih lagi untuk beribadah kepada-Nya, serta menjaga eksistensi ekonomi keluarga (hifzh al-maal) sebagai cara meningkatkan kualitas hidup sehingga dapat bersedekah, berzakat, bahkan untuk modal haji.

Selain itu, tidak semua orang di siang hari bulan Ramadhan tengah berpuasa, baik karena uzur syar’i seperti dalam perjalanan (safar), orang sakit yang butuh makan siang, atau karena datang bulan (haid) bagi perempuan, dll.,

Maka bagi penjual makanan wajib mengedepankan adab atau akhlak yang mulia ketika berjualan di siang hari bulan Ramadhan.

Seperti menutupi warungnya dengan tirai, atau mengalihkan waktu berjualannya ke sore hari, sehingga alasan maksiat tidak terwujud.

Kaidah fiqh juga menjelaskan, “dar’u al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-mashalih”, mencegah keburukan harus didahulukan dari pada menghadirkan kemaslahatan. Wallahua’lam… (*)

Dr. KH. Ahmad Rajafi, M.H.I
Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Manado

Baca Berita Lainnya di: google news

Berita Terbaru Tribun Manado: klik link

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved