Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Manado Sulawesi Utara

2 Aset Negara di Manado Diduga Digadaikan John Hamenda, Pakar Hukum Sebut Bisa Dipidanakan

Dua aset negara di Manado diduga digadaikan oleh mantan pembobol BNI, John Hamenda. Pakar hukum menyebut bahwa John bisa dipidana.

Penulis: Nielton Durado | Editor: Isvara Savitri
Tribunmanado.co.id/Nielton Durado
Salah satu tanah John Hamenda yang dirampas oleh negara melalui Bank BNI di Jalan 17 Agustus, Wanea, Manado, Sulawesi Utara. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pembobol Bank BNI yang dipidana 20 tahun penjara di tahun 2005, John Hamenda, baru-baru ini membuat ricuh dengan mengaku jadi korban mafia tanah. 

Mantan terpidana yang membobol uang negara hingga Rp 1,7 triliun itu protes kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manado.

John Hamenda protes karena dua aset miliknya, yakni dua bidang tanah yang ada di Kota Manado, diblokir sepihak oleh BPN Manado

Sejak Juli 2022, John Hamenda sudah berkoar-koar bahwa dirinya adalah korban dari mafia tanah. 

Namun, kicauan John Hamenda ini ternyata tak sesuai dengan fakta yang ada. 

Dari investigasi Tribunmanado.co.id, ternyata dua tanah milik John Hamenda sudah bukan haknya lagi. 

Melainkan tanah tersebut sudah dirampas oleh negara melalui Bank BNI.

Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI. No. 660 K/PID/2005 I Tanggal 31 Mei 2005 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 177/PID/2004/PT.DKI Tanggal 1 Februari 2005. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: No. 1002/Pid.B/2004/PN.Jaksel tanggal 4 Nopember 2004 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dengan adanya putusan tersebut, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulut menyurat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Utara No : 1055.1/71.600/XI/2017.

Surat ini perihal pemblokiran internal yang pada intinya untuk mencegah timbulnya masalah baru agar tidak dilakukan perubahan data pendaftaran tanah.

Dan apabila terdapat aset yang telah bersertifikat sebagaimana putusan pengadilan kasus John Hamenda agar dilakukan pencatatan blokir internal pada buku tanah berdasarkan hasil paparan tanggal 12 Oktober 2017 di Kantor BPN Manado yang dihadiri dan dipimpin oleh Direktur Perkara sesuai berita acara hasil paparan No. 412.1/BAP/SKP/X/2017. 

Sehingga pelaksanaannya merupakan keputusan bersama Kementrian ATR/BPN, Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Utara, dan Kantor Pertanahan Kota Manado.

Kemudian diperkuat dengan beberapa gelar kasus pada tahun 2018, 2020, dan 2023 yang dihadiri perwakilan dari pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Asdatun Kejati Sulut, dan Divisi Legal PT BNI (Persero).

Dari gelar perkara tersebut diputuskan bahwa blokir internal terhadap aset John Hamenda tetap dipertahankan, sebagaimana Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional No 13 Tahun 2017 tentang Sita dan Blokir, Pasal 21 Ayat (2) huruf b, dalam rangka Perlindungan Terhadap Aset Pemerintah. 

Hal ini sebagai tindaklanjut dari putusan Tipikor dan Permen ATR/BPN 13/2017 Pasal 21 Ayat (2) huruf b dalam rangka Perlindungan Terhadap Aset Pemerintah dalam hal ini PT. BNI. 

Kepala BPN Manado, Alexander Wowiling, ketika ditemui belum lama ini ikut menjelaskan tentang blokir internal yang dilakukan BPN kepada dua aset tanah milik John Hamenda

Menurutnya blokir internal ini berbeda dengan blokir yang biasa. 

Jika blokir biasa punya batas waktu, blokir internal tak dibatasi oleh waktu. 

"Jadi blokir internal ini akan berlaku sampai dengan dinyatakan sengketa tanahnya telah selesai," ujarnya belum lama ini. 

Alexander Wowiling juga mengatakan jika blokir internal ini sudah melewati tahapan gelar kasus beberapa kali antara Kementrian ATR/BPN, Kanwil BPN Sulut, BPN Manado, Kejaksaan Agung, Bareskrim, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, termasuk BNI pusat. 

"Tujuan dari blokir internal ini adalah agar aset berupa tanah tersebut tak dipindahtangankan. Karena itu sudah jadi rampasan negara sebagai keputusan dari kasus Tipikor," ujar dia.

Di tempat berbeda, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Sulut, Rivo Chandara Makarupa Medelu, saat ditemui mengatakan jika semua aset dari John Hamenda sudah disita oleh negara setelah divonis bersalah dalam pembobolan bank BNI. 

Hal ini karena kerugian dari aksi pembobolan John Hamenda pada tahun 2004 mencapai Rp 1,7 triliun. 

"Jadi ada 16 aset milik John Hamenda itu dirampas oleh negara," kata dia. 

"Aset ini tak hanya berada di Manado saja, tapi ada juga tanah di Minahasa dan Minsel yang disita," ujarnya lagi.  

Selain tanah, ada juga pabrik french fries hingga belasan alat traktor yang disita negara. 

"Karena penyitaan ini bertujuan untuk memiskinkan yang bersangkutan," ucap Rivo. 

Tak hanya BPN Manado dan Kejati Sulut, bahkan Bank BNI pun turun langsung menangani kicauan dari John Hamenda

Usai memenuhi undangan dari BPN Sulut guna membahas dua aset milik John Hamenda tersebut, Bank BNI langsung memasang plang di tanah John Hamenda.

Pemasangan plang yang dilakukan di salah satu tanah di Jalan 17 Agustus, Kecamatan Wanea, Manado, ini sempat mendapat perlawanan dari warga yang menjaga tanah tersebut.

Baca juga: Amerika Serikat Akan Bawa Pulang Prajurit yang Tewas di Pulau Morotai Saat Perang Dunia II, Ada MoU

Baca juga: Ramalan Zodiak Besok Minggu 5 Maret 2023: Pisces, Bertahanlah Jika Anda Bahagia

Sayangnya perlawanan itu sia-sia, karena Bank BNI mempunyai semua bukti bahwa tanah tersebut sudah dirampas oleh negara. 

"Sesuai dengan putusan pidana korupsi di tahun 2006, bahwa tanah ini dirampas oleh negara dan diserahkan ke Bank BNI," ujar Andrias Nugroho, Kuasa Hukum Bank BNI. 

"Mudah-mudahan ini dapat mengklarifikasi tentang status tanah tersebut, dan Bank BNI menghormati setiap putusan dari pengadilan," tambah dia.

Usai pemasangan plang yang dilakukan oleh Bank BNI, satu persatu kebenaran tentang John Hamenda mulai terungkap. 

Salah satunya bahwa John Hamenda sudah menggadaikan dua tanah tersebut di bawah tangan. 

Dari sumber terpercaya yang diperoleh Tribunmanado.co.id, John Hamenda sempat meminjam uang kepada salah seorang pengusaha di Manado berinisial FG di tahun 2016. 

Dalam proses peminjaman uang tersebut, John Hamenda menyertakan sertifikat tanah di Jalan 17 Agustus, Kecamatan Wanea. 

Berdasarkan bukti perjanjian peminjaman tersebut, diketahui John Hamenda meminjam uang senilai Rp 6 miliar dari pengusaha berinisial FG.

John Hamenda berjanji akan mengembalikan uang tersebut dengan tanah miliknya di Jalan 17 Agustus 2023. 

Di tahun 2016, harga nilai tanah di Jalan 17 Agustus, Kecamatan Wanea, itu mencapai Rp 13 miliar.

Bukan cuma itu, John Hamenda diduga menyerahkan sertifikat tanah di Jalan 17 Agustus itu ke pengusaha berinisial FG tersebut. 

Setelah sadar jika dirinya ditipu oleh John Hamenda, FG menggadaikan sertifikat tanah itu ke pengusaha lainnya berinisial JL di Jakarta. 

Dari prosesi penggadaian sertifikat ini, pengusaha berinisial FG tersebut mendapat uang Rp 3 miliar. 

"Jadi sertifikat tanah tersebut sudah tak ada pada John Hamenda. Ada kemungkinan sudah berpindah tangan. Tapi karena diblokir internal oleh BPN, makanya tanah tersebut tak bisa berganti nama," ucap sumber terpercaya Tribunmanado.co.id. 

Bukan hanya tanah yang ada di Jalan 17 Agustus saja.

Pemasangan plang di tanah John Hamenda yang sudah disita negara di Jalan 17 Agustus, Wanea, Manado, Sulawesi Utara.
Pemasangan plang di tanah John Hamenda yang sudah disita negara di Jalan 17 Agustus, Wanea, Manado, Sulawesi Utara. (Tribunmanado.co.id/Nielton Durado)

Tanah John Hamenda yang dirampas negara yang berlokasi di Jalan Sea, Kecamatan Malalayang, juga sepertinya digadaikan ke salah seorang politisi di Manado

Pasalnya, saat Tribunmanado.co.id mencari tahu lokasi tanah tersebut, ternyata di sana sudah ada bangunan rumah yang disebut milik salah satu politisi di Manado.

Menanggapi fakta tentang dua tanah rampasan negara yang dijual di bawah tangan, Pakar Hukum Manado, Dr. Michael Barama, mengatakan jika John Hamenda harusnya dipidanakan.

"Karena tanah itu sudah bukan milik John Hamenda lagi tapi negara. Jadi bila ada perjanjian di bawah tangan dengan dua aset tersebut maka yang bersangkutan bisa dipidanakan," kata dia. 

Sementara itu, John Hamenda sendiri saat dikonfirmasi membantah bila ada peminjaman uang kepada pengusaha FG senilai Rp 6 miliar. 

"Nggk ada itu. Tanya saja ke FG," kata dia via telepon. 

Perlu diketahui, John Hamenda adalah satu dari belasan tersangka kasus pembobolan Bank BNI. 

Kasus yang diproses sejak tahun 2003 ini merugikan negara hingga Rp 1,7 triliun.

Kala itu, Ridwan Toro selalu Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar kepada John Hamenda atas kasus tersebut. 

Hukuman John Hamenda ini jadi yang terberat kedua setelah Adrian Waworuntu yang divonis seumur hidup. 

Selain itu, hakim menyatakan bila semua harta kekayaan John Hamenda dirampas oleh negara, termasuk sebuah stasiun televisi dan belasan aset yang ada di Sulut. 

Baca juga: Informasi Harga Bahan Pokok di Pasar Bobo Manado Sulawesi Utara 

Baca juga: Hindari Kekumuhan, Perlunya Sosialisasi Rusun di Manado Sulawesi Utara

Tujuan dari perampasan aset milik John Hamenda ini adalah untuk memiskinkan yang bersangkutan.(*)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved