Kabar Mary Jane
Profil Mary Jane, Terpidana Mati Kasus Narkoba Asal Filipina yang Batal Dieksekusi di Nusakambangan
Profil Mary Jane Fiesta Veloso, Terpidana kasus narkoba batal dieksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah pada 29 April 2015 lalu.
Diminta pergi ke Yogyakarta
Sebagai ganti tawaran pekerjaan yang dijanjikan itu, Kristina meminta Mary pergi ke Yogyakarta, Indonesia.
Mary dibekali koper baru dan uang sebanyak 500 dollar Amerika Serikat (AS). Dia menginggalkan Kuala Lumpur dan bertolak ke Yogyakarta pada 25 April 2010.
Setibanya di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, petugas bandara menaruh curiga pada koper yang dibawa Mary Jane usai melewati sinar-X.
Petugas akhirnya memeriksa koper tersebut dan menemukan heroin yang dibungkus alumuniun dengan berat 2,6 kilogram.
Vonis hukuman mati
Ketika ditangkap dan divonis hukuman mati, Mary Jane tidak mendapatkan fasilitas yang memadai untuk membela diri.
Pengacara Mary Jane, Agus Salim, mengatakan bahwa saat dia diinterogasi polisi dia tanpa didampingi pengacara dan penerjemah.
Padahal, saat itu interogasi dilakukan dengan Bahasa Indonesia, sementara Mary Jane hanya bisa berbahasa Tagalog.
Di persidangan, pengadilan disebut tidak menggunakan penerjemah berlisensi. Adapun pengacara yang ditunjuk adalah pembela umum yang disediakan polisi.
Dalam sidang itu, hakim menjatuhkan vonis hukuman mati, lebih berat dari tuntutan jaksa yakni pidana seumur hidup.
Eksekusi mati ditunda
Eksekusi mati Mary dijadwalkan dilakukan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Jawa Tengah.
Namun, detik-detik terakhir eksekusi mati Mary itu diurungkan menyusul desakan publik, DPR, dan Komnas Perempuan kepada Presiden.
Menurut Harian Kompas, penundaan eksekusi mati itu juga dilakukan karena besarnya tekanan masyarakat internasional dan nasional yang mengatakan bahwa Mary Jane merupakan korban perdagangan manusia.
Di saat yang sama, Maria Christina Sergio, yang mengirim Mary ke Indonesia, menyerahkan diri ke kepolisian Filipina.
Sampai saat ini, eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane masih ditunda.
Akui sempat depresi
Mary Jen mengaku sempat depresi sejak pertama kali hakim menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Dia mengaku sangat sangat stres, tidak bisa tidur dan sempat membenci Tuhan.
"Ini tidak adil," kata dia.
Namun, setelah mendapatkan penundaan eksekusi mati, Mary Jane mengaku dapat bangkit dan mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk terus berjuang.
Dia juga menyadari bahwa selama ini dirinya telah dimanfaatkan oleh Kristina yang memanfaatkan traumanya yang pernah hampir diperkosa di Dubai dan mengirimkannya ke Yogyakarta.
Menurut pengakuan ibu Mary Jane, Kristina bilang ke ibu Mary bahwa dirinya sempat bekerja di Malaysia. Namun kabur dengan laki-laki ke Indonesia.
Dianggap layak dapat grasi
Sementara itu, Komnas Perempuan menaruh harapan agar Pemerintah Indonesia memenuhi permohonan grasi Mary yang telah mendekam di bui selama 13 tahun.
Terlebih, Mary dilaporkan berperilaku baik selama menjalani hukumannya.
Di sisi lain, penantian Mary setelah penundaan eksekusi mati juga menimbulkan ketidakpastian.
Hal ini dikhawatirkan memberikan tekanan psikologis dan mental bagi Mary.
Berita Terkini dalam portal TribunManado.co.id
Berita Update TribunManado.co.id di GoogleNews
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.