Kabar Mary Jane
Profil Mary Jane, Terpidana Mati Kasus Narkoba Asal Filipina yang Batal Dieksekusi di Nusakambangan
Profil Mary Jane Fiesta Veloso, Terpidana kasus narkoba batal dieksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah pada 29 April 2015 lalu.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Profil Mary Jane Fiesta Veloso, Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba yang batal dieksekusi mati di detik-detik terakhir.
Mary Jane diketahui batal dieksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah pada 29 April 2015 lalu.
Sudah lebih dari 10 Mary Jane tahun menunggu vonis mati dari pemerintah Indonesia.
Kabar terakhir yang diterima bahwa warga negara Filipina ini pada 10 Maret 2021 lalu baru saja dipindahkan dari Lapas Perempuan Kelas II A Wirogunan ke Lapas Perempuan Kelas II B, di Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Lantas bagaimana sosok Mary Jane dan perjalanan kasusnya selama lebih dari satu dekade ini?

Ibu dua anak
Mary Jane Fiesta Veloso berasal dari keluarga miskin di Provinsi Nueva Ecija, Filipina. Ia anak terakhir dari lima bersaudara.
Melansir Kompas.com, 29 April 2015, pendidikan terakhir Mary Jane hanya sampai sekolah menengah atas.
Tak lama setelah lulus, ia menikah dan memiliki dua orang anak. Namun usia pernikahannya tak lama.
Pengacara Mary Jane, Agus Salim mengatakan bahwa Mary Jane sempat menjadi pekerja domestik di Dubai. Ia kembali ke Filipina sebelum masa kontrak kerjanya selama dua tahun habis karena nyaris diperkosa.
Mary Jane tetap berusaha mencari nafkah untuk keluarga dan kedua anaknya. Ia pun mendapat tawaran bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, Malaysia pada awal 2010. Tawaran itu dari seseorang bernama Christine atau Maria Kristina Sergio.
Namun hidup tak selalu sesuai rencana. Ketika Mary Jane datang ke Kuala Lumpur, pekerjaan yang ditawarkan itu sudah tidak tersedia.
Bertemu keluarga dan Manny Pacquiao
Melansir Harian Kompas, 30 April 2015, Mary Jane akhirnya bisa bertemu keluarganya kembali setelah Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati.
Rombongan keluarga Mary Jane didampingi pengacara dan perwakilan Kedutaan Besar Filipina di Indonesia tiba di Lapas Wirogunan.
Keluarga Mary yang hadir antara lain Cesar Veloso (ayah), Celia Veloso (ibu), Christhofer Veloso (saudara), Maritess Laurente (saudari), Darling Veloso (saudari), Marc Darren (anak) dan Marc Daniel (anak), serta Michael Candelaria (mantan suami).
Selain keluarga, petinju asal Filipina, Manny Pacquiao juga mengunjungi Mary Jane di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Kota Yogyakarta, Jumat (10/7/2015).
Mary Jane menyambut kedatangan petinju kebanggaan Filipina itu dan keduanya pun tampak berfoto bersama dan berbincang-bincang.
"Saya datang untuk menjenguk Mary Jane. Saya ingin memberikan dukungan semangat untuk dia," ujar Pacquiao seusai kunjungan.
Manny berharap Pemerintah Indonesia bisa melakukan investigasi ulang atas kasus yang membelit Mary Jane.
Sebab, menurut Manny, Mary Jane adalah korban kejahatan perdagangan manusia dan sindikat narkoba.
Membatik di Lapas
Kini Mary Jane masih mendekam di penjara. Belasan tahun ia dibayang-bayangi eksekusi mati yang bisa sewaktu-waktu dijatuhkan padanya.
Namun Mary Jane tak patah semangat. Ia terus berusaha hidup, bahkan menghidupi keluarganya bahkan dari lapas.
Melansir pemberitaan Kompas.com, Rabu (7/4/2021), di Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, setiap hari Mary Jane banyak menghabiskan waktu membuat batik tulis pada kain.
Batik buatannya dijual Rp 600.000 per lembar, tetapi banya juga yang membeli sampai jutaan rupiah.
Pemesan batik buatan Mary Jane berasal dari kalangan warga biasa hingga anggota kedutaan.
Uang hasil kerjanya, diberikan dalam bentuk e-money dan dikirim ke keluarganya di Filipina.
Baca juga: Kisah Mary Jane, Terpidana Mati Kasus Narkoba yang Ditunda Dieksekusi di Detik Akhir
Perjalanan kasus Mary Jane
Mary Jane Fiesta Veloso dijadwalkan dieksekusi mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 29 April 2015 lalu. Namun eksekusinya ditunda di detik-detik terakhir.
Eksekusi terpidana mati kasus narkoba Mary Jane ditunda setelah seseorang yang mengaku sebagai perekrutnya, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4/2015).
"Jadi, ada surat Pemerintah Filipina, ada kasus human trafficking. Ada penundaan, bukan pembatalan," kata Jokowi di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Mary Jane sebelumnya ditangkap di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta, pada April 2010. Dia ditangkap karena kedapatan membawa 2,6 kg narkoba jenis heroin.

Selanjutnya dalam perjalanan kasusnya pada Oktober 2010 perempuan asal Filipina itu divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.
Kini, setelah hampir 13 tahun menghabiskan waktunya di penjara, ibu dua anak itu kini mulai lancar berbahasa Indonesia.
"Dulu aku sama sekali enggak mengerti karena aku tidak bisa berbahasa Indonesia. Sekarang aku bisa ceritakan semuanya," kata Mary, dilansir dari Harian Kompas (8/1/2023).
Dia kini juga rajin membatik selama di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyawakarta (DIY).
Diberitakan oleh Kompas.com (2021), Kepala Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta Ade Agustina mengatakan, batik karya Mary sudah tidak terhitung.
Satu kain batik karya Mary memiliki harga jual yang tinggi, mulai dari Rp 600.000 hingga jutaan. Melalui hasil penjualannya itu, kini Mary bisa mengirimkan uang ke keluarganya di Filipina.
Tak hanya rajin membatik, Mary juga terlibat di aktivitas sosial lain, seperti bermain organ tunggal untuk mengiringi kegiatan rohani.
Mary Jane berasal dari keluargan miskin di Provinsi Nueva Ecija, Filipina. Anak bungsu dari lima bersaudara ini hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah menengah atas.
Menurut Kompas.com (2021), Mary menikah dan dikaruniai dua orang anak. Namun, usia pernikahan itu tidak lama.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dia lalu bekerja sebagai pekerja domestik di Dubai. Namun dia memutuskan pulang ke Filipina lantaran nyaris diperkosa.
Pada 2010, Mary mendapatkan tawaran bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia oleh Chritine atau Maria Kristina Sergio.
Setibanya di Malaysia, pekerjaan itu tidak segera didapatkannya.
Diminta pergi ke Yogyakarta
Sebagai ganti tawaran pekerjaan yang dijanjikan itu, Kristina meminta Mary pergi ke Yogyakarta, Indonesia.
Mary dibekali koper baru dan uang sebanyak 500 dollar Amerika Serikat (AS). Dia menginggalkan Kuala Lumpur dan bertolak ke Yogyakarta pada 25 April 2010.
Setibanya di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, petugas bandara menaruh curiga pada koper yang dibawa Mary Jane usai melewati sinar-X.
Petugas akhirnya memeriksa koper tersebut dan menemukan heroin yang dibungkus alumuniun dengan berat 2,6 kilogram.
Vonis hukuman mati
Ketika ditangkap dan divonis hukuman mati, Mary Jane tidak mendapatkan fasilitas yang memadai untuk membela diri.
Pengacara Mary Jane, Agus Salim, mengatakan bahwa saat dia diinterogasi polisi dia tanpa didampingi pengacara dan penerjemah.
Padahal, saat itu interogasi dilakukan dengan Bahasa Indonesia, sementara Mary Jane hanya bisa berbahasa Tagalog.
Di persidangan, pengadilan disebut tidak menggunakan penerjemah berlisensi. Adapun pengacara yang ditunjuk adalah pembela umum yang disediakan polisi.
Dalam sidang itu, hakim menjatuhkan vonis hukuman mati, lebih berat dari tuntutan jaksa yakni pidana seumur hidup.
Eksekusi mati ditunda
Eksekusi mati Mary dijadwalkan dilakukan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Jawa Tengah.
Namun, detik-detik terakhir eksekusi mati Mary itu diurungkan menyusul desakan publik, DPR, dan Komnas Perempuan kepada Presiden.
Menurut Harian Kompas, penundaan eksekusi mati itu juga dilakukan karena besarnya tekanan masyarakat internasional dan nasional yang mengatakan bahwa Mary Jane merupakan korban perdagangan manusia.
Di saat yang sama, Maria Christina Sergio, yang mengirim Mary ke Indonesia, menyerahkan diri ke kepolisian Filipina.
Sampai saat ini, eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane masih ditunda.
Akui sempat depresi
Mary Jen mengaku sempat depresi sejak pertama kali hakim menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Dia mengaku sangat sangat stres, tidak bisa tidur dan sempat membenci Tuhan.
"Ini tidak adil," kata dia.
Namun, setelah mendapatkan penundaan eksekusi mati, Mary Jane mengaku dapat bangkit dan mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk terus berjuang.
Dia juga menyadari bahwa selama ini dirinya telah dimanfaatkan oleh Kristina yang memanfaatkan traumanya yang pernah hampir diperkosa di Dubai dan mengirimkannya ke Yogyakarta.
Menurut pengakuan ibu Mary Jane, Kristina bilang ke ibu Mary bahwa dirinya sempat bekerja di Malaysia. Namun kabur dengan laki-laki ke Indonesia.
Dianggap layak dapat grasi
Sementara itu, Komnas Perempuan menaruh harapan agar Pemerintah Indonesia memenuhi permohonan grasi Mary yang telah mendekam di bui selama 13 tahun.
Terlebih, Mary dilaporkan berperilaku baik selama menjalani hukumannya.
Di sisi lain, penantian Mary setelah penundaan eksekusi mati juga menimbulkan ketidakpastian.
Hal ini dikhawatirkan memberikan tekanan psikologis dan mental bagi Mary.
Berita Terkini dalam portal TribunManado.co.id
Berita Update TribunManado.co.id di GoogleNews
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.