Lokal Bercerita
Tonaas Gerry Rorimpandey: Orang Minahasa Perlu Jaga Warisan Kebudayaan Termasuk Kabasaran
Kabasaran merupakan salah satu kesenian tradisional khas Minahasa. Masyarakat diminta melestarikannya.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Isvara Savitri
Sementara itu, Isabella Sumigar salah satu mahasiswi asal Unima mengatakan tertantang belajar tarian Kabasaran saat dirinya masih menimbah ilmu dibangku sekolah.
Mahasiswi Jurusan Fakultas Bahasa Dan Seni ini mengaku rasa tertarik itu datang saat ia ikut ekstrakulikuler Tarian Kabasaran di sekolahnya dalam sanggar seni Toar Lumimuut tahun 2019.

Sejak saat itu, wanita yang akrab disapa Bella ini kemudian bergabung dengan komunitas adat dan budaya Waraney Umbanua.
"Waktu itu tahun 2020. Awalnya tidak percaya diri tapi lama kelamaan akhirnya mulai bisa menari Kabasaran," ujarnya.
Ia mengatakan jika pada saat belajar tarian Kabasaran, dirinya sering gemetar dan gugup. Selama tiga tahun belajar tarian Kabasaran, kini Bella mulai tampil dibeberapa pentas dan ivent.
Baik di Kota Manado, Minahasa, dan Kota Bitung. Ia menegaskan bila mitos negatif tentang tarian Kabasaran dikuasi kekuatan mistis itu adalah keliru. “Selama saya mempelajari kebudayaan tarian Kebasaran tidak ada kekuatan mistis.
Karena banyak sekali mitos yang tidak mengenal kebudayaan membangun opini mistis pada tarian kabasaran,” kata Bella.
Mirip Cakalele di Maluku
Salah satu tarian yang paling terkenal di provinsi Sulawesi Utara (Sulut) adalah tarian Kabasaran. Tarian ini sering dipakai ketika penjemputan tamu yang datang ke Sulawesi Utara. Para penari biasanya memakai baju serba merah dan beberapa tengkorak dari hewan dibadannya.
Matanya melotot hingga teriakan seperti hendak berperang nampak dilakukan saat para penari tampil.
Tarian Kabasaran sendiri merupakan tarian tradisional yang sudah ada sejak abad ke-16.
Tarian Kabasaran ini menggambarkan semangat patriotik rakyat Minahasa dalam membela dan mempertahankan tanah Minahasa dari ancaman musuh.
Tarian Kabasaran juga merupakan tarian keprajuritan Minahasa. Dikutip dari buku Kolintang Inspirasi Indonesia: Bapontar Magazine (2013) karya Beiby Sumanti, tarian ini diangkat dari kata "wasal" yang berati ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.

Tari Kabasaran diiringi oleh suara tambur atau gong kecil. Alat musik seperti gong, tambur atau kolintang disebut "pa" "wasalen" dan para penarinya disebut kawasaran, yang menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.
Kata kawasalan tersebut kemudian berkembang menjadi "kabasaran" yang merupakan gabungan dua kata "kawasalan ni sarian" "kawasal" berati menemani dan mengikuti gerak tari.
Sedangkan "sarian" adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa tersebut. Perkembangan bahasa Melayu Manado, kemudian mengubah huruf "W" menjadi "B", sehingga kata itu berubah menjadi kabasaran.
Pada zaman dulu para penari Kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, mereka adalah petani dan rakyat biasa. Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari Kabasaran menjadi Waraney. (Rhendi/Nie)

Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Industri Rumah Panggung Woloan Tomohon Mendunia, Dikirim Hingga ke Argentina |
![]() |
---|
Cerita David Ngala, 10 Tahun Membuat Rumah Panggung Woloan di Tomohon Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Mengenal Rumah Panggung Woloan Khas Minahasa yang Sudah Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Pekerja Rumah Panggung Woloan Adri Uhing, Bisa Bangun Rumah Sendiri untuk Keluarga |
![]() |
---|
Pengusaha Rumah Panggung Woloan Johanis Sindim Raup Penghasilan Ratusan Juta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.