Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Di Balik Hari Valentine, Logika dalam Romantika Cinta, Memilih yang Terbaik, Bukan yang Tersedia

Gunakan Logika Dalam Romantika Cinta Kasih, untuk Memilih Orang yang Terbaik, Bukan Orang yang Tersedia

Editor: David_Kusuma
Dok Pribadi
Efraim Lengkong 

Oleh: Efraim Lengkong (Ketua KPL GMIM Karunia/Waka KPL Will Malalayang Timur Manado)

Gunakan Logika Dalam Romantika Cinta Kasih, untuk Memilih Orang yang Terbaik, Bukan Orang yang Tersedia

PROFESOR Stephanie Ortigue, dalam studinya berjudul The Neuroimaging of Love, menunjukkan bahwa ketika orang jatuh cinta, 12 area di otak melepaskan hormon dopamin, testosteron dan estrogen, adrenalin, dan vasopresin yang membuatnya mengalami euforia kebahagiaan luar biasa. 

Segala reaksi tubuh saat jatuh cinta seperti jantung yang berdegup kencang, perasaan tak menentu, penurunan nafsu makan, hingga selalu terbayang orang yang dia sukai berasal dari hasil kinerja otak. Segala perilaku aneh yang dialami orang jatuh cinta itu merupakan hasil gejolak hormonal dalam tubuh manusia.

Cinta bukan sebuah misteri, bukan petunjuk soulmate, bukan kekuatan magis, seperti sering kali digambarkan para penyair.

Jadi cinta (sebenarnya) adalah hasil manifestasi kinerja tubuh manusia yang bisa dipahami serta ditanggulangi secara logis. Itu sebabnya apa pun bentuk hubungan cinta perlu senantiasa dikelola dengan menggunakan logika, tidak bisa mengalir begitu saja sesuai perasaan. 

Misalnya pada saat putus cinta atau patah hati, rasa sesak dan sakit di hati sering kali disimpulkan sebagai bukti kehampaan jiwa. Kita merasa sedemikian hancur kehilangan harga diri, termasuk gairah dan tujuan hidup. 

Jika kita memandang semua rasa itu sebagai tanda cinta kasih sayang, maka kita akan memperparah rasa sakit dalam diri sendiri.

Misalnya menyalahkan diri sendiri dengan mengurung diri. Tidak jarang kita juga melakukan kegiatan yang menyakiti diri, seperti tidak makan, jadi pemarah, malas kerja, dan sebagainya. 

Semakin kita berpikir maka hati semakin nyeri, dan membuat kita merasa bahwa diri kita telah rusak dan tidak memiliki masa depan yang cemerlang.

Padahal sebenarnya semua itu hanya dampak dari sebuah badai biologi di tubuh saja.

Jika kita memandang (hubungan) cinta sebagai perkara metafisik itu menggiring kita jadi tidak realistis bodoh, enggan mengaplikasikan "common sense' dan akal sehat.

Misalnya:
Membiarkan dirinya diatur/disetir oleh mabuk cinta dan menjadi bucin alias budak cinta.

Cinta itu logis, kenapa kita jadi lumpuh dan bodoh saat jatuh cinta? Dan membuat cinta jadi tidak logis?” Mungkin anda tanya ko' bisa.

Jawabannya ada pada dopamin. Lonjakan dopamin saat jatuh cinta mengaktifkan sirkuit reward, yang menjadikan proses jatuh cinta terasa sangat menyenangkan, mirip seperti euforia yang dirasakan para pecandu kokain atau alkohol. Itulah sebabnya orang yang sedang jatuh cinta biasa disebut juga sedang dimabuk cinta. 

Faktanya, mereka memang benar-benar sedang dalam keadaan mabuk'. Maka orang berjalan di luar tatanan atau menggunakan logika. 

Saat mabuk dengan cinta, biasanya kita tidak melibatkan kecerdasan dan pikiran kritis dan apa kita tidak mampu mengendalikan akal sehat kita maka jadilah kita "bucin" alias budak cinta.

Menurut Dr Fred Nour, seorang neurologis dari California sekaligus penulis buku True Love: How Science to Understand Love.

Bahwa kondisi memabukkan itu hanya terjadi di awal saja atau sementara, setelah fase jatuh cinta yang membuat kita jadi bodoh dalam kemabukan cinta maka kita sadar dan perlu dilakukan evaluasi.

Anda mulai bisa melihat kenyataan dan wajib menggunakan akal sehat untuk bercinta.

Anda perlu menilai apakah hubungan itu sehat atau tidak, apakah kita cocok atau tidak, baik strata pendidikan maupun sosial dan budaya termasuk perbedaan umur sangat penting. 

Anda dan pasangan perlu berhenti mengikuti perasaan dan mulai aktif melibatkan otak demi kelangsungan hubungan, apakah cocok atau tidak.

Berbekal pengetahuan di atas, kita kini tahu kegilaan yang menyertai momen jatuh cinta itu adalah akibat gejolak hormon dan neurochemical yang sangat kuat yang membuat kita tidak menggunakan ratio logika

Untuk menghindari kemabukan cinta yang membuat kita jadi gila dan bodoh, yang berisiko merusak masa depan kita dimana karena tidak menggunakan pikiran/logika, maka kita akan terperangkap pada orang yang salah. 

Jika Anda salah satu orang yang terjerumus jatuh akibat mabuk cinta. Maka anda perlu mengimplementasikan  pendekatan 'multigebetan'. trategi banyak "gandengan" agar dapat memilih diantara mereka mana yang cocok. Hal tersebut bisa menghindarkan dari ‘cinta prematur’.

Di saat anda tidak menggunakan 'logika dan memilih pasangan dengan 'metode' kegilaan cinta 'ego/eros' tanpa menggunakan logika maka resiko terjadinya 'perselingkuhan', yang berakibat pada pengkhianati janji perkawinannya berimbas pada kehancuran rumah tangga.

Biasanya orang-orang yang mengalami kehancuran rumah, berusaha untuk membangun rumah baru, maka pilihan ke dua mereka akan bertambah buruk jika mereka tidak menggunakan logika, menghitung biaya konstuksi bangunan baru termasuk isi rumah.

Gunakanlah otak agar tetap objektif dan logis dalam memilih orang yang terbaik, bukan orang yang tersedia.

Jika hal ini diterapkan maka logika cinta kasih akan berubah menjadi cinta yang dilandasi kasih sayang yang hakiki.

Selamat hari kasih sayang, Selasa 14 Februari 2023. (*)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved