Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Banjir di Manado

Manado Banjir dan Longsor Lagi, Relokasi Warga  Tidak Bisa Ditawar demi Keselamatan 

Warga yang terdampak bersama dengan masyarakat dan pemerintah terus melakukan pembersihan lokasi.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
Tribunmanado.co.id/Arthur Rompis
Warga Kelurahan Komo Luar dievakuasi dari banjir di Manado, Jumat (27/1/2023). 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di beberapa spot kawasan Kota Manado Sulawesi Utara, pada 27 Januari 2023 tentunya tidak dapat dipandang sebelah mata. 

Fakta yang ada dilapangan menunjukkan bahwa sampai hari ini warga yang terdampak bersama dengan masyarakat dan pemerintah terus melakukan pembersihan lokasi sebagai upaya pemulihan walaupun hujan terus mengguyur sehingga genangan air tak bisa dielakkan. 

Banjir dan tanah longsor menjadi kenyataan pahit yang terus dialami.

Setidaknya bencana banjir terjadi di 34 desa/kelurahan sementara itu terdapat kejadian bencana longsor sebanyak 22 kejadian di desa/kelurahan dengan jumlah KK yang terdampak sekitar 66 KK. 

Apabila menarik kebelakang, tahun 2014 data mencatat bencana banjir dan tanah longsor tanggal 15 Januari 2014 di Manado, menyebabkan kerusakan dan kerugian diperkirakan sebesar Rp 1,276 triliun. 

Akibat bencana ini 18 orang dinyatakan meninggal, korban mengungsi mencapai 76.382 jiwa dan 11.818 rumah terendam banjir sebagaimana yang dipresentasikan Wali Kota Manado di Bali, 22 Februari 2018. 

Tentunya angka ini jauh lebih besar dari dampak yang dialami saat ini, tetapi bukan berarti kejadian saat ini disepelekan karena keselamatan dan keamanan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar. 

Selang tahun 2014 sampai 2023, bencana ini terus dialami oleh masyarakat Kota Manado dan sekitarnya dengan jumlah kerugian yang bervariasi. 

Hal ini mengindikasikan bahwa, program perbaikan, pemeliharaan dan penataan lingkungan dengan berbagai sub program menjadi hal yang tidak dapat ditawar termasuk relokasi warga yang terdampak. 

Akibat bencana tahun 2014 Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menyiapkan lahan relokasi untuk 2.054 unit Rumah yang ada dibantaran sungai ke lokasi yang aman dan rehab rekon untuk rumah yang rusak berat dan rusak sedang di Insitu. 

Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menghibahkan lahan permukiman relokasi seluas 39,81 Ha pasca bencana serta melakukan pekerjaan land clearing lahan, penataan jalan, pengasapalan jalan induk & talud kavling di kawasan permukiman relokasi. 

Penyelenggaraan rehabilitasi dan relokasi yang dilakukan pemerintah yaitu ditujukan kepada warga yang huniannya di area sempadan sungai sampai dengan 15 meter dan daerah rawan longsor dipindahkan ke lokasi yang telah disiapkan dengan menggunakan konsep pola pemberdayaan. 

Keselamatan merupakan prinsip dasar yang menjadi landasan dalam kehidupan. 

Oleh sebab itu relokasi merupakan program yang tidak dapat ditawar khususnya bagi warga yang terdampak, bagi permukiman di bantaran sungai, permukiman di tanah miring dengan risiko longsor yang tinggi serta permukiman padat rawan bencana.  

Sudah saatnya program relokasi harus dijalankan secara sungguh-sungguh, secara tegas, konsisten untuk tujuan kemanusiaan dan keberlanjutan lingkungan demi anak cucu kita. 

Program relokasi harus direspon secara positif oleh semua masyarakat terutama bagi warga yang terdampak dan mendapat sentuhan program tersebut. 

Saatnyalah kecerdasan harus lebih diasa.

Namun jika kita melihat kebijakan relokasi penduduk bantaran sungai yang dilakukan oleh pemerintah belum sepenuhnya berimbas maksimal pada tingkat hidup masyarakat yang direlokasi khususnya ditinjau dari segi ekonomi masyarakat. 

Faktor kedekatan dengan lokasi usaha awal menjadi alasan sebagian warga tidak merespon dengan baik program tersebut.

Dari beberapa selentingan yang beredar bahwa terjadi transaksi sewa/jual beli unit rumah pada lokasi relokasi. 

Masyarakat yang mendapat bantuan menjual atau menyewakan unit tersebut dan mereka kembali kelokasi awal. Praktek inilah yang harus diberantas tegas oleh pemerintah  tanpa memandang bulu dengan penguatan regulasi. 

Penegakan aturan saatnya harus diberikan kepada mereka yang dengan sengaja mempermainkan ketulusan hati melalui program yang diberikan. 

Jangan sampai terlambat, jangan menyesuaikan dengan berbagai momen karena keselamatan adalah diatas segalanya. 

Pengawasan pemerintah perlu dilakukan secara berkelanjutan oleh instansi terkait pada kawasan relokasi warga dengan pendataan yang lengkap dan akurat. 

Dengan konsep pola pemberdayaan instansi terkait perlu bekerjasama dengan pemerintah setempat dan memberikan peran lebih maksimal kepada masyarakat untuk berkreasi sehingga meningkatkan pendapatan keluarga.

Kendatipun demikian ketulusan program relokasi harus diwujudnyatakan secara bijak dan bertanggungjawab. 

Pemerintah perlu menyiapkan berbagai sarana dan prasarana pada kawasan permukiman supaya keberlangsungan hidup warga dapat terealisasi. 

Sarana air bersih, infrastruktur jalan – saluran dan utilitas serta fasilitas sosial perlu dihadirkan. 

Interaksi sosial masyarakat akan semakin erat dengan membangun tali kekeluargaan yang lebih erat. 

Disisi lain pemerintah perlu responsif dan tanggap terhadap lingkungan. 

Untuk pengembangan berkelanjutan lingkungan khususnya pada bantaran sungai dan sekitarnya. Pemerintah perlu melakukan reaksi cepat sehingga secara komprehensif perlu menangani bantaran sungai yang dahulu diintervensi sebagai permukiman.  

Jangan membiarkan lokasi tersebut apa adanya.

Seyogyanya pemerintah langsung membuat pembangunan yang konkrit yang selaras dengan kondisi lingkungan sehingga tidak memberi peluang kepada masyarakat untuk kembali  bermukim di bantaran sungai atau pada lokasi-lokasi ekstrim lainnya. (ndo)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved