Kasus Ferdy Sambo
Ahli Hukum Sebut Ferdy Sambo Tak Bisa Dipidana Atas Kasus Penembakan Brigadir J, Ini Penjelasannya
Ahli Hukum Universitas Hassanudin, Said Karim menyebut Ferdy Sambo tak bisa dipidana terkait kasus penembakan Brigadir J. Begini Penjelasannya.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Terdakwa Ferdy Sambo dinilai tak bisa dipidana atas kasus penembakan Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu.
Hal itu dijelaskan oleh Ahli Hukum Pidana dari Universitas Hassanudin, Said Karim.
Said Karim menyebut Ferdy Sambo tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas kasus tersebut.
Hal itu merujuk atas singgungan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah soal perintah 'hajar' yang diklaim disalahartikan oleh Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dengan menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pernyataan tersebut diungkapkan saat Said Karim dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Diketahui, Said Karim menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam persidangan tersebut.
"Bagaimana kalau dalam sebuah situasi pihak yang menganjurkan atau penganjur ini sebenernya anjurannya berbeda dengan yang dilaksanakan, pelaksana miss interpretasi atau miss persepsi dalam menerima anjuran dari pihak penganjur,
misalnya yang dianjurkan adalah 'hajar' tetapi yang dilakukan adalah menembak sehingga mengakibatkan matinya seseorang, mohon saudara ahli jelaskan?" tanya Febri kepada Said Karim.

"Dalam situasi penganjur menganjurkan untuk melakukan sesuatu perbuatan, katakanlah dia menganjurkan untuk memukul ya, tapi ternyata kemudian karena yang bersangkutan yang disuruh itu pelaku peserta memiliki senjata api dia tidak memukul malah langsung dia tembak,
dia tembak lagi biasanya kan orang menembak berkualifikasi mulai dari kaki, dia akan menembak langsung ke daerah yang mematikan," jawab Said.
Baca juga: Ibadah Natal Unsrat, Prof Berty Sompie Ingatkan Pentingnya Saling Melayani dan Mengasihi
"Tapi dia langsung menembak pada bagian yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, mungkin daerah perut atau jantung dan memang sasaran mematikan," sambung Said.
Menurut Said, konsekuensi hukum soal adanya perbedaan tindakan untuk perintah yang disalahartikan oleh orang yang diberi perintah, maka pemberi perintah dalam hal ini tidak bisa dipidana.
"Jadi dalam hal yang seperti ini menurut pengetahuan hukum yang saya pahami, penganjur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap pidana terhadap perbuatan yang tidak dia anjurkan, tidak bisa," ungkap Said.
Selanjutnya, Said menerangkan pertanggungjawaban itu hanya bisa diberikan kepada penerima perintah yang mensalahartikan perintah tersebut.
"Jadi kalau toh misalnya pelaku peserta melakukan itu dia salah tafsir atau melampaui batas yang dianjurkan maka kalau ada akibat yang muncul atau resiko hukum yang muncul itu adalah tanggungjawab orang sebagai pelaku peserta yang melakukannya yang menerima anjuran tersebut," tuturnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Baca juga: Masa Penahanan Ferdy Sambo Segera Habis Tanggal 9 Januari, Dipastikan Takkan Bebas
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Baca juga: Pemeriksaan Lokasi Pembunuhan Brigadir J di Rumah Ferdy Sambo Ditayangkan TV Pool, Hakim Minta Ini
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id
Baru Terungkap Kondisi Ferdy Sambo di Penjara, Pengacara Ini Sebut Tak Pernah Tidur di Rutan |
![]() |
---|
Apa Itu Demosi? Mantan Anak Buah Ferdy Sambo Batal Dipecat dari Polri, Begini Nasib Chuck Putranto |
![]() |
---|
Masih Ingat Chuck Putranto? Mantan Anak Buah Ferdy Sambo Ini Batal Dipecat Polri, Berikut Alasannya |
![]() |
---|
Akademisi: Putusan Pidana Mati Ferdy Sambo Atas Pembunuhan Berencana Brigadir J Dinilai Kurang Tepat |
![]() |
---|
Masih Ingat Ferdy Sambo, Kini Para Pakar Kupas Pertimbangan Hakim Jatuhkan Vonis Mati |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.