Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Sejarah Pantai Firdaus Kema Minut Sulawesi Utara, Tempat Persinggahan Orang Arab dan Spanyol

Posisi Kema yang dekat dengan Maluku yang jadi pusat perdagangan dunia membuat pelabuhan itu menjadi tempat transit para pedagang asing.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Arthur Rompis
Sejarah Pantai Firdaus Kema Minut Sulawesi Utara, Tempat Persinggahan Orang Arab dan Spanyol 

Konon kata 'Kema' berasal dari 'Kammah', bahasa Arab untuk 'kemah'.

"Jadi kata 'Kema' dimulai dari turisme pedagang Yaman di pantai Firdaus," beber dia.

Max Cornelez, tokoh masyarakat lainnya membeber, kedatangan bangsa asing di Kema dimulai dari pelaut Spanyol Ferdinand Magelhaens disusul Bartolomeus Souza dari Portugis.

Kemudian datanglah bangsa Belanda. Dan semenjak politik pintu terbuka oleh VOC masuklah bangsa Eropa. "Semua terpaut dengan pantai Firdaus," beber dia.

Disebutnya, di masa VOC, pantai itu jadi semacam tempat rekreasi bagi para pembesar Belanda yang sibuk. Selain mandi, mereka menangkap ikan yang kala itu banyak ditemui di pesisir.

"Kalau jenuh kerja mereka ke pantai ini, mengajak keluarga atau rekan kerja," kata dia.

Dikatakan Cornelez, sejarah Pantai Firdaus bukan hanya berisi para pedagang yang menemukan tempat istirahat, namun juga para musafir yang menemukan jalan kebenaran.

Di tempat itu, kata dia, berabad‑abad yang lalu, Santo Fransiskus Xaverius pernah membaptis warga Kema.

"Merekalah warga Katolik pertama di sini," kata dia.

Tak jauh dari pantai itu, terdapat gereja Katolik pertama di Sulut, hasil dari penginjilan Santo Fransiskus.

Gereja itu kini beralih jadi gereja GMIM seiring dengan beralihnya warga Kema dari Katolik ke Protestan.

Max membeber, memori pembaptisan itu melekat di ingatan warga Kema. Pantai itu dinamakan Firdaus karena kenangan akan pembaptisan di situ.

"Mereka beranggapan pantai ini adalah berkat, sebagai bukti banyak sekali ikan yang merapat di sini pada waktu tertentu, hal itu terjadi hingga kini," kata dia.

Batu Nona di tanjung dekat pantai itu, ujar dia, memiliki nilai mistis di mata para pelaut zaman dulu.

"Batu itu muncul kala air surut dan hilang saat pasang. Nah, ada mitos bahwa keberuntungan datang pada siapa yang melihat batu itu. Mereka dipercaya akan selamat dalam pelayaran laut," ujar dia.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved