Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

APBN, Fungsi Stabilisasi di Tengah Ancaman Resesi

"Memerangi inflasi melalui penurunan suku bunga namun dengan risiko ekonomi melambat, atau melanjutkan kebijakan fiskal ekspansif."

Editor: Rizali Posumah
HO
Cliff Rudolf Pandeyate Sangi, S.E. 

Atas kewenangan tersebut, bank sentral juga dapat memanipulasi suku bunga jangka pendek untuk mempengaruhi tingkat inflasi dalam perekonomian.

Kebijakan menaikkan suku bunga acuan inilah yang menjadi pilihan beberapa bank sentral negara maju untuk memerangi inflasi, di antaranya Amerika Serikat (AS).

Tercatat selama semester 1 tahun 2022, bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) telah tiga kali menaikkan suku bunga acuannya, sebagai respon atas tren kenaikan harga pangan dan energi di negerinya.

Bagi pasar keuangan Indonesia, kebijakan itu dapat memicu terjadinya keluarnya dana atau modal dari dalam negeri (capital outflow), yang disebabkan oleh melebarnya kesenjangan antara suku bunga domestik dan suku bunga internasional.

Untuk menikmati selisih bunga yang lebih tinggi, investor umumnya lebih memilih masuk ke pasar keuangan yang menguntungkan.

Kebijakan APBN

Bagaimana dengan Indonesia?

Merespon dinamika perekonomian sekaligus mendukung pencapaian target pembangunan, Pemerintah memilih melanjutkan kebijakan fiskal ekspansif yang disinergikan dengan penyehatan APBN.

APBN digunakan sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas perekonomian ditengah proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung (fungsi stabilisasi).

Kebijakan stabilisasi dimaksud antara lain melalui penganggaran belanja negara dalam bentuk belanja sosial untuk menopang daya beli masyarakat.

Baru-baru ini Pemerintah dan DPR telah menyepakati penambahan anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp349,9 triliun untuk menahan gejolak harga komoditas tahun 2022.

Selain itu, anggaran untuk perlindungan sosial juga ditingkatkan sebesar Rp18,6 triliun.

Pada tahun 2022 ini, total Pemerintah menggulirkan berbagai program perlindungan sosial senilai Rp431,5 Triliun untuk mempertahankan daya beli masyarakat.

Antara lain melalui penyaluran PKH bagi 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), pemberian bantuan sosial melalui Kartu Sembako bagi 18,8 juta KPM, Subsidi Energi dan Non Energi kepada rumah tangga miskin dan rentan, UMKM, petani, serta transportasi publik, Penerima Bantuan Iuran JKN untuk 96,8 juta peserta, dan program Kartu Prakerja bagi 2,9 juta peserta.

Untuk melindungi kelompok rentan terhadap dampak kenaikan harga pangan pemerintah juga memberikan penebalan program perlindungan sosial bagi 20,65 juta KPM.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Aib untuk Like

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved