Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sosok Tokoh

Sosok Tiga Generasi Pemotong Kue Tamo Curi Perhatian Saat Upacara Adat Tulude di Kota Bitung

Untaian bahasa sastra Sangihe, keluar dari mulut tiga orang pemotong Kue Tamo dalam upacara Adat Tulude Pemerintah Kota Bitung.

IST/Dokumentasi Tim Media MMHH
Pelaksanaan Upacara Adat Tulude Pemerintah Kota Bitung di Riverside tepi kuala (daerah aliran sungai) Girian 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Untaian bahasa sastra Sangihe, keluar dari mulut tiga orang pemotong Kue Tamo dalam upacara Adat Tulude Pemerintah Kota Bitung.

Ketiga orang itu adalah pemotong Kue Tamo, bernama Amos Ghama Kakomba, dalam keseharian sebagai staf khusus walikota dan wakil walikota Bitung bidang seni dan budaya.

Afni Salauhiang, keseharian sebagai honorer di Dinas Pariwisata Kota Bitung dan Adik Gabrielly Danila Muhaling atau yang disapa Gebi merupakan siswa kelas 8 SMPN 1 Bitung.

Upacara Adat Tulude kembali digelar oleh pemerintah Kota Bitung bersama organisasi masyarakat (ormas) Nusa Utara Kota Bitung melalui Panitia pelaksana, di Riverside Manembo-Nembo Kecamatan Matuari kota Bitung, Provinsi Sulut, Senin (31/1/2022).

Dengan menggunakan pengeras suara, ketiga pemotong Kue Tamo mengkalimatkan bahasa sastra Sangihe sebelum hingga memotong Kue Tamo.

Sangihe merupakan satu dari tiga etnis Nusa Utara yang ada di Provinsi Sulawesi Utara.

Sangihe adalah Kebupaten Kepulauan, bersama dengan Kebupaten Kepulauan Sitaro dan Talaud adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berbatasan dengan negara tetangga Filipina.

Upacara Adat Tulude di Kota Bitung, berlangsung secara Hybrit dan ditonton puluhan ribu pasang mata.

Tak hanya di Kota Bitung, melainkan hingga ke sejumlah negara-negara ternama di Dunia menyaksikan prosesi demi prosesi.

Keberadaan Kue Tamo, selalu ada dan sudah menjadi ciri khas setiap pelaksanaan upacara adat Tulude.

Pelaksanaan Upacara Adat Tulude tidak lengkap tanpa adanya Kue Tamo. Kue Tamo dibuat dari bahan beras, minyak goreng, gula dan beberapa bahan lainnya.

Dimasak diatas api, dan berbentuk piramida di dudukkan pada sebuah piring dulang.

Dengan hiasan paling atas bendera merah putih, telur, rica atau cabai, udang, ketupat, burung dan dodutu yang kesemuanya ini memiliki makna dan arti bagi masyarakat nusa utara.

Pembuatannya mayoritas dikerjakan oleh, warga nusa utara perempuan. Uniknya lagi dalam proses pembuatan Kue Tamo ini, dibagian mengaduk harus menggunakan alat seperti kayu panjang dan harus di aduk dengan baik.

“Pemotongan Kue Tamo maknanya sebagai ungkapan syukur, ada yang memimpin dan pahami betul dan mampu berbicara sastra Sangihe.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved