Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Internasional

Seorang Ibu Tega Jual Dua Anaknya dan Satu Ginjal, Rahmati: ''Saya Terpaksa karena Lapar''

“Saya terpaksa menjual dua putri saya, yang berusia delapan dan enam tahun,” kata Rahmati.

Editor: Frandi Piring
Kolase Foto Rukhshana Media/via Tribun Batam
Seorang ibu di Afghanistan, Delaram Rahmati menjual dua anaknya demi bertahan hidup. 

Menurut PBB, Afghanistan berada di ambang "krisis kemanusiaan dan keruntuhan ekonomi".

Kekeringan, Covid-19 dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan setelah Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021 memiliki konsekuensi bencana pada perekonomian.

Kenaikan inflasi yang dramatis telah mengakibatkan melonjaknya harga pangan.

Perdagangan ginjal telah berkembang di Afghanistan selama beberapa waktu.

Ilustrasi <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/human-trafficking' title='human trafficking'>human trafficking</a>. <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/ibu' title='Ibu'>Ibu</a> di <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/afghanistan' title='Afghanistan'>Afghanistan</a> jual dua anaknya demi bertahan hidup.
(Foto:Ilustrasi human trafficking. Ibu di Afghanistan jual dua anaknya demi bertahan hidup. (Shutterstock)

Tetapi sejak Taliban mengambil alih kekuasaan, harga dan kondisi di mana perdagangan organ ilegal terjadi telah berubah.

Harga ginjal, yang dulu berkisar dari $3.500 sampai $4,000 (sekitar Rp50 juta hingga Rp57,3 juta), telah turun menjadi kurang dari $1,500 (sekitar Rp21 juta ).

Namun jumlah orang yang menjual ginjal mereka terus meningkat.

Rahmati menjual ginjal kanannya seharga 150.000 afghani (Rp19,3 juta). Tetapi pemulihannya dari operasi tidak berjalan dengan baik dan sekarang, seperti suaminya,

dia juga sakit, tanpa uang yang tersisa untuk mengunjungi dokter.

Lebih dari setengah dari perkiraan 40 juta penduduk negara itu menghadapi “tingkat kelaparan yang ekstrim, dan hampir 9 juta dari mereka berisiko kelaparan”, menurut badan pengungsi PBB, UNHCR .

Bagi semakin banyak orang Afghanistan, menjual ginjal adalah satu-satunya cara mereka mendapatkan uang untuk makan.

“Sudah berbulan-bulan sejak kami terakhir makan nasi. Kami hampir tidak menemukan roti dan teh.

Tiga malam seminggu, kami tidak mampu makan malam,” kata Salahuddin Taheri, yang tinggal di perkampungan kumuh yang sama dengan keluarga Rahmat.

Taheri, 27 tahun, ayah empat anak, yang mengumpulkan cukup uang untuk membeli lima potong roti setiap hari dengan mengumpulkan dan menjual sampah daur ulang, juga sedang mencari pembeli untuk ginjalnya.

Halaman
123
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved