Gempa di Banten
Gempa 7.9 SR di Banten, Guncangan Dahsyat dan Merusak, Berpusat di Selat Sunda
Gempa bumi dengan kekuatan 7,9 SR mengguncang Banten. Berpusat di kawasan perairan Selat Sunda pada 23 Februari 1903 silam.
Sebuah kapal perang Jerman yang melintasi wilayah Krakatau melaporkan adanya awan dan debu setinggi 7 mil di atas Krakatau.
Dua bulan setelah laporan itu, letusan serupa juga disaksikan oleh kapal komersial serta penduduk Jawa dan Sumatera yang berada tak jauh dari Krakatau.
Namun, aktivitas vulkanik itu justru disambut dengan gembira oleh penduduk setempat.
Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat waktu itu terkait kebencanaan.
Detik-detik letusan
Kegembiraan yang semula dirayakan oleh penduduk seketika berubah menjada bencana besar pada 26 Agustus dan 27 Agustus 1883.
Ledakan dahsyat pada sore hari, 26 Agustus 1883, menghancurkan dua pertiga bagian utara pulau itu dan menyebabkan tsunami besar yang melanda garis pantai di dekatnya.
Empat letusan susulan yang terjadi pada pagi hari, 27 Agustus 1883, juga berskala besar.
Krakatau memuntahkan abu vulkanik setinggi 50 mil dan menyebabkan langit menjadi gelap yang berlangsung dari pagi hingga malam.
Tak hanya itu, letusan Krakatau bahkan menutupi atmosfer dan berakibat pada turunnya suhu di seluruh dunia.
Letusan itu memicu serangkaian bencana alam yang dirasakan hingga ke seluruh dunia.
Dari 35.500 korban meninggal dunia, 31.000 di antaranya karena tsunami yang terjadi setelah materi letusan gunung mengalir deras ke laut.
Sebanyak 4.500 orang hangus akibat aliran piroklastik yang menerjang permukiman setelah berguling di atas permukaan laut.
Kompleks Krakatau terdiri dari empat pulau, yaitu Rakata, Setung, Panjang, dan Anak Krakatau.
Tiga yang pertama membentuk formasi caldera, sedangkan Anak Krakatau mulai aktif kembali sejak 20 Januari 1930 hingga sekarang.