Tribun Manado Travel
Wisata Kuliner di Pantai Firdaus Kema Minut, Minum Kopi Sambil Dengar Cerita Kejayaan Portugis
Meja dan kursi ditaruh di atas pasir pantai yang putih. Beratapkan langit, ada lampu lampu yang digantung dan tampak indah kala malam hari.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
"Merekalah cikal bakal Kampung Arab di Manado," kata dia.
Cinta pada Firdaus, ungkap Ismed, menautkan para pedagang Yaman ini dengan warga sekitar.
Mereka berinteraksi dan dari situ bahasa Yaman diadopsi warga sebagaimana halnya bahasa Spanyol, Belanda, Portugis, hingga Prancis.
Konon kata 'Kema' berasal dari 'Kammah', bahasa Arab untuk 'kemah'.
"Jadi kata 'Kema' dimulai dari turisme pedagang Yaman di pantai Firdaus," beber dia
Max Cornelez mantan hukum tua Kema membeber, kedatangan bangsa asing di Kema dimulai dari pelaut Spanyol Ferdinand Magelhaens disusul Bartolomeus Souza dari Portugis.
Kemudian datanglah bangsa Belanda. Dan semenjak politik pintu terbuka oleh VOC masuklah bangsa Eropa.
"Semua terpaut dengan pantai Firdaus," beber dia.
Disebutnya, di masa VOC, pantai itu jadi semacam tempat rekreasi bagi para pembesar Belanda yang sibuk.
Selain mandi, mereka menangkap ikan yang kala itu banyak ditemui di pesisir.
"Kalau jenuh kerja mereka ke pantai ini, mengajak keluarga atau rekan kerja," kata dia.
Dikatakan Cornelez, sejarah Pantai Firdaus bukan hanya berisi para pedagang yang menemukan tempat istirahat, namun juga para musafir yang menemukan jalan kebenaran.
Di tempat itu, kata dia, berabad‑abad yang lalu, Santo Fransiskus Xaverius pernah membaptis warga Kema.
"Merekalah warga Katolik pertama di sini," kata dia.
Tak jauh dari pantai itu, terdapat gereja Katolik pertama di Sulut, hasil dari penginjilan Santo Fransiskus.