Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gunung Semeru Erupsi

Ahli Vulkanologi ITB: Tiga Penyebab Gunung Semeru Erupsi

Ahli Vulkanologi ITB Mirzam Abdurrachma sebut tiga hal yang jadi penyebab Gunung Semeru Erupsi.

Editor: Frandi Piring
Tribunnews.com
Ahli Vulkanologi ITB sebut 3 hal penyebab Gunung Semeru Erupsi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Erupsi Gunung Semeru pada Sabtu sore, (4/12/2021) sekitar pukul 14:50 WIB menimbulkan dampak besar bagi dua daerah yang terdampak, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang.

Menurut rilis resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 13 orang yang dinyatakan tewas akibat tragedi ini.

Mengutip dari Magma Indonesia, visual letusan tidak teramati akan tetapi erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5160 detik.

Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman mengatakan, material aliran lahar yang terjadi di Gunung Semeru merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menutupi kawah gunung tersebut.

“Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung gunung tersebut membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga membuat gunung mengalami erupsi,” katanya, dikutip dari laman ITB.

Menurut Mirzam, saat terjadi erupsi sering kali warga cenderung tidak merasakan adanya gempa, akan tetapi tetap terekam oleh seismograf.

Hal ini disebabkan oleh sedikitnya material yang berada di dalam dapur magma.

Dia menjelaskan, penyebab Gunung Semeru bisa meletus. Ada tiga hal yang menyebabkan sebuah gunung api bisa meletus.

Pertama karena volume di dapur magmanya sudah penuh, kedua karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma, dan yang ketiga di atas dapur magma.

“Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru, jadi ketika curah hujannya cukup tinggi,

abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban," tambahnya.

Sehingga meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit (hanya bisa dideteksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya), Semeru tetap bisa erupsi,” jelasnya.

Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengatakan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A.

Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan. Mirzam berkesimpulan bahwa Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendeknya 1-2 tahun. Terakhir tercatat pernah juga mengalami letusan di tahun 2020 juga di bulan Desember.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved