Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kabar Tokoh

Harap Bisa Atasi Isu Papua, Pendeta Ini Sebut Jokowi Tepat Tunjuk Andika Perkasa Calon Panglima TNI

Dalam laman media sosial Facebook milik Marinus Yaung, ia mengucapkan selamat sekaligus harapan soal penuntasan masalah di Papua

Editor: Finneke Wolajan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal TNI Andika Perkasa. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Terpilihnya Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI mendapat apresiasi dari Cendikiawan Papua, yang juga seorang pendeta, Marinus Yaung.

Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD ), Jenderal Andika Perkasa punya karier yang mentereng

Jenderal Andika Perkasa menjadi calon tunggal Panglima TNI yang ditunjuk Presiden Joko Widodo ( Jokowi )

Tak lama lagi menantu AM Hendropriyono ini akan segera menggantikan posisi Marsekal Hadi Tjahjanto Bila semua tahapan selesai dijalankan, termasuk fit and proper test.

Dalam laman media sosial Facebook milik Marinus Yaung, ia mengucapkan selamat sekaligus harapan soal penuntasan masalah di Papua.

Berikut catatan lengkap Marinus Yaung tentang Jenderal TNI Andika Perkasa di media sosial facebooknya.

"Selamat untuk KASAD Jenderal Andika Perkasa, Panglima TNI yang baru.

Kehadiran Jenderal Andika Perkasa di pucuk pimpinan TNI, akan sangat berdampak signifikan terhadap isu Papua.

Konflik Papua ke depan dan proses penyelesaiannya, akan sangat ditentukan oleh pemulihan relasi militer - sipil di Papua.

Karena itu, menurut hemat saya, Presiden Jokowi sudah sangat tepat menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD ) Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru.

Ada secerca harapan terhadap pemulihan relasi militer - sipil di Papua.

Andika Perkasa adalah seorang Jenderal humanis. Meskipun ada sedikit catatan hitam penuh darah di mata saya terhadap orang Papua, namun itu sesuatu lumrah dan lazim sebagai seorang prajurit komando.

Doktrin tempur " kill or to be kill " adalah patron seorang prajurit tempur di medan tugas yang tidak bisa dihindarkan.

Saya menaruh harapan dan optimis terhadap Panglima TNI yang baru. Tentara di Papua adalah wajah negara Indonesia di mata orang Papua.

Dengan ditunjuknya Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru oleh Presiden Jokowi, harapannya wajah tentara yang keras, tegas dan penuh kekerasan, segera berganti dengan wajah humanis, persahabatan dan persaudaraan.

Kinerja Andika Perkasa sebagai KASAD selama ini telah menumbuhkan optimisme ke arah perubahan wajah tentara di Papua.

Dalam sejarah relasi militer - sipil di Papua, Jenderal Andika Perkasa sangat tegas tanpa kompromi terhadap prajurit TNI yang melanggar protap TNI di lapangan.

Bulan Desember 2020 yang lalu, Jenderal Andika Perkasa dengan berani membuka ke media massa dan publik di Papua tentang kejahatan melawan kemanusian yang dilakukan prajurit TNI di Intan Jaya, Papua.

Beberapa prajurit TNI dijadikan tersangka karena menginterogasi dengan kekerasan Aphius dan Luther Sanambani.

Kedua kakak beradik ini, kemudian disiksa sampai meninggal. Jasad keduanya kemudian dibakar untuk menghilangkan jejak.

Kisah kejahatan melawan kemanusian ini, dibuka dan dipublikasikan di media cetak dan elektronik oleh Jenderal Andika Perkasa pada akhir Desember 2020.

Saya terharu dan tersentuh melihat pimpinan institusi TNI mampu membuka borok kejahatan prajuritnya sendiri. Berani mengakui kesalahan dan kekhilafan prajuritnya di lapangan.

Dengan kisah humanis dan penuh keberanian Jenderal Andika Perkasa seperti ini, saya memiliki optimisme tinggi bahwa relasi militer - sipil di Papua, akan segera dipulihkan.

Sehingga tidak ada lagi saling curiga dan saling " menggunting di dalam lipatan " diantara aparat keamanan dan elit politik sipil di Papua.

Terakhir, salah satu kunci utama merebut hati orang Papua, dan merawat kedaulatan negara di Papua adalah terjadinya transformasi wajah prajurit TNI di mata orang Papua.

Selamat sekali lagi untuk KASAD Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI Republik Indonesia."

Catatan Abu-abu Jenderal Andika Perkasa


Jenderal Andika Perkasa (TNI AD)

Karir mentereng Jenderal Andika Perkasa di TNI AD pernah mendapat cibiran dari berbagai aktivis HAM seperti yang terjadi ketika Andika Perkasa dilantik sebagai Kepala Staf Angkatan Darat

Andika Perkasa juga dinilai banyak berutang karir pada sang mertua AM Hendropriyono, Andika juga disebut memiliki catatan pelanggaran HAM berat.

Dikutip dari Deutsche Welle Indonesia Empat tahun silam Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut Presiden Joko Widodo "mulai pamrih" dengan mengangkat kerabat salah seorang anggota tim suksesnya sebagai Komandan Pasukan Pengaman Presiden. Kini sang presiden menghadapi hujatan serupa.

Kerabat yang dimaksud adalah Andika Perkasa, menantu AM Hendropriyono, yang kini dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD).

Pria kelahiran 21 Desember 1964 itu mencatat karir cemerlang selama di TNI Angkatan Darat. Andika adalah lulusan Akademi Militer angkatan 1987 pertama yang menyandang pangkat Mayor Jendral.

Setelah menjabat Danpaspampres, dia berturut-turut diangkat menjadi panglima daerah militer Tanjungpura dan panglima komando strategis angkatan darat pada pertengahan 2018 silam.

Hubungan kekerabatan dengan AM Hendropriyono acap membayangi karir Andika.

Pada 2005 silam, editor The Washington Post, Dana Priest, melaporkan tentang program dinas rahasia AS, CIA, untuk mengamankan kerjasama dengan berbagai dinas intelijen di berbagai negara dalam perang melawan teror, termasuk dengan Badan Intelijen Negara (BIN)

Saat itu Hendroprioyono sebagai kepala BIN disebut mengajukan permintaan spesial kepada George Tennet, Direktur CIA, yakni menyediakan modal awal untuk pembangunan sekolah intelijen di Batam dan menjamin seorang kerabatnya mendapat tempat di universitas terkemuka AS.

"Ketika nilainya menjadi hambatan, Direktur CIA mengatur agar dia bisa masuk ke National War College di Fort McNair, tutur empat sumber," demikian tulis Priest dalam laporan yang memenangkan hadiah Pulitzer tersebut. Berbagai pihak berspekulasi Andika Perkasa yang lulus dari NWC pada 2004 merupakan kerabat yang dimaksud.

Buah kerjasama itu adalah penangkapan Omar al-Faruq, tangan kanan Osama Bin Laden, di Bogor yang dipimpin Andika pada 2002 lalu. Uniknya penangkapan tersebut diperintahkan oleh BIN yang notabene tidak memiliki kewenangan menggerakkan pasukan TNI.

Namun jejak abu-abu Andika Perkasa terutama terekam pada kasus pembunuhan tokoh Papua Barat, Theys Eulay. Dia meregang nyawa usai menghadiri undangan peringatan Hari Pahlawan di markas Kopassus di Jayapura. Saat itu empat perwira dan tiga serdadu Kopassus diadili lantaran kasus tersebut, Andika bukan salah seorangnya.

Surat yang dikirim oleh Agus Zihof, ayah seorang terdakwa, Kapten Inf. Rionardo, menyeret nama sang mantu ke pusaran hitam pelanggaran HAM di Papua. Surat Agus kepada Kasad Ryamizard Ryacudu itu mengisahkan betapa anaknya dipaksa mengakui pembunuhan Theys oleh seorang yang bernama Mayor Andika.

Jika bersedia, Rionardo, kata sang ayah, dijanjikan karir cemerlang di Badan Intelijen Negara. "Andika menjanjikan anak saya posisi yang baik di BIN karena ayahnya memegang jabatan tinggi di sana," tulis Agus dalam surat yang juga dibocorkan ke berbagai media.

Meski demikian tim penyelidik khusus yang dibentuk untuk mengungkap dalang pembunuhan Theys Eulay menolak untuk memeriksa Andika.

"Tapi kalau kita tarik berbagai titik dan cek latar belakang pribadinya sebagai menantu Hendropriyono, memang sulit membantah bahwa Andika bermasalah dalam catatan Hak Asasi Manusia," kata Direktur Riset Setara Institute, Halili, kepada Deutsche Welle.

Sebab itu pula Presiden Joko Widodo dianggap tidak memiliki "keberpihakan yang jelas kepada aspirasi publik mengenai catatan pelanggaran HAM," kata Halili lagi. "Begitu banyak jendral yang bermasalah tapi diangkat oleh pak Jokowi," imbuhnya. "Dan pengangkatan Andika ini hanya menegaskan saja."

Sebab itu pula Setara Institute menyangsikan Jokowi akan mampu menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua Barat. "Ada begitu banyak kejahatan HAM masa lalu yang tidak ditanggapi secara proporsional oleh presiden, antara lain karena ada banyak beban sejarah di orang-orang di sekitar dia," kata Halili. (Deutsche Welle/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Rekam Jejak Jenderal Andika Perkasa dan Harapan Soal Masalah di Papua

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved