Hari Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda dan Lahirnya Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan
Isi dari naskah asli yang merupakan hasil rumusan kesepakatan bersama dalam Kongres Indonesia Muda II (Kongres Pemuda II) atas inisiatif PPPI
Penulisannya sama seperti berbagai bahasa daerah di seluruh Nusantara, yaitu menggunakan huruf Latin dan mengacu pada Ejaan van Ophuijsen, termasuk naskah Sumpah Pemuda.
Ejaan tersebut diciptakan oleh orang Belanda bernama Charles A van Ophuijsen serta dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, yang mana secara resmi diterbitkan pada 1901.
Hal ini merupakan awal dari rangkaian panjang perjalanan bahasa Indonesia.
Kemudian, Ejaan van Ophuijsen secara resmi diganti menjadi Ejaan Soewandi pada 19 Maret 1947 yang disusun oleh Raden Soewandi.
Kala itu ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Penggantian menjadi Ejaan Soewandi yang dikenal juga sebagai ejaan Republik tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A.
Selanjutnya, Prof M Yamin dalam Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan menyarankan agar ejaan Soewandi diperbarui, antara lain terkait penulisan fonem dan tanda hubung.
Usulan itu dinamakan sebagai Ejaan Pembaharuan. Namun, ejaan tersebut tidak diresmikan dalam undang-undang.
Berikutnya, ada lagi perubahan yang disebut sebagai Ejaan Melindo.
Ini merupakan akronim dari Melayu-Indonesia yang disusun pada 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu, dalam hal ini Malaysia.
Tujuan dari Ejaan Melindo yakni untuk menyeragamkan ejaan di kedua negara karena bahasanya hampir sama.
Akan tetapi, akibat ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia saat itu, ejaan tersebut pun batal diresmikan.
Dalam perkembangannya, Ejaan Melindo kembali berubah menjadi Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang juga atas kerja sama antara Indonesia dan Malaysia pada 1967.
Setelah itu, bahasa Indonesia masuk ke era Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang berlaku cukup lama, yaitu sejak 1972 hingga 2015.
Ejaan ini meliputi aturan kaidah penulisan bahasa Indonesia secara komplet, contohnya mengenai unsur serapan, tanda baca, pelafalan dan penulisan huruf, serta pemakaian cetak miring.