Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tribun Bincang bincang

Begini Kerja Wakil Rakyat yang Merakyat Menurut Anggota DPRD Sulut Melky Pangemanan

Jika mendengar kata wakil rakyat, pasti banyak hal yang bermunculan di benak kita.

Penulis: Isvara Savitri | Editor: Chintya Rantung
Dokumen Tribun Manado
Tribun Bincang-bincang bersama anggota DPRD Sulut Melky Pangemanan 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Jika mendengar kata wakil rakyat, pasti banyak hal yang bermunculan di benak kita.

Bahkan tak jarang wakil rakyat memiliki definisi yang buruk di mata masyarakat karena dianggap lebih mementingkan diri mereka dan golongan dibandingkan rakyat.

Namun, bagaimana sebenarnya kerja menjadi wakil rakyat itu?

Apa saja Tupoksinya?

Sebelum salah paham, mari kita simak perbincangan Tribun Manado (TM) bersama Anggota DPRD Sulut Fraksi PSI, Melky J Pangemanan (MP) terkait wakil rakyat yang merakyat.

TM: Bagaimana rasanya setelah menjadi anggota DPRD Sulut?

MP: Tentunya saya bisa masuk ke DPRD Sulut melalui proses politik, melalui rekrutmen partai politik, masuk sebagai Caleg dan diberikan kesempatan untuk bisa duduk di DPRD Sulut.

Sejak awal saya pribadi ingin mengubah stigma DPRD itu sendirimenjadi lembaga yang dipercaya oleh publik dan mampu menjalankan Tupoksinya seperti fungsi budgeting, legislasi, dan pengawasan sehingga masuk ke DPRD dinamikanya luar biasa.

Tetapi dari awal saya berkomitmen akan selalu berangkat dari data bahwa di hampir semua lembaga survey kredibel menempatkan lembaga legislatif sebagai lembaga yang paling tidak dipercaya oleh publik.

Mengembalikan itu tentu bukan dengan membangun gedungnya, memperbaiki infrastruktur, dan sebagainya tapi mengubah kelembagaan legislatif adalah tanggung jawab anggota DPRD itu sendiri.

Oleh karena itu saya memulai langkah dengan transparan terhadap kerja-kerja politik.

Setiap hari saya melaporkan semua aktivitas politik melalui media sosial agar publik tahu wakil rakyatnya melaksanakan tugas.

Kebanyakan masyarakat ketika ditanya Tupoksi DPRD itu apa, mereka tidak tahu tetapi ketika momen Pileg kami semua turun dan mereka terima.

Padahal kerja DPRD sangat menentukan bagaimana peran dari pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya karena seperti yang tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, DPRD merupakan unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

Oleh karena itu dalam fungsi bugdeting ketika lembaga eksekutif harus menyusun anggaran harus melibatkan lembaga legislatif, ketika menyusun peraturan daerah eksekutif harus bersama DPRD dalam hal ini BAPEMPERDA, pelaksanaan program dan kegiatan oleh lembaga eksekutif harus diawasi oleh DPRD.

Sehingga kami bertanggung jawab penuh menentukan apakah daerah ini maju atau tidak bersama kepala daerah karena dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 itu tadi kedudukan DPRD sejajar dengan kepala daerah, dan mitra kerja teknis kami adalah SKPD.

Kami perlu ada pendekatan untuk menyukseskan suatu kebijakan karena tidak bisa kerja sendiri. Tetapi ada hal yang bisa kami lakukan untuk memfasilitasi kepentingan publik.

Bersyukur hari ini di DPRD, misalnya ada orang datang atau demonstrasi, unjuk rasa, penyampaian aspirasi ke DPRD tidak ada anggota DPRD kecuali dalam masa reses.

Kami sudah atur secara tertib di bawah kepemimpinan Pak Andi tidak ada lagi kekosongan setiap hari.

Sudah diatur, bahkan ada piket untuk melayani aspirasi publik. Sebelum pandemi Covid-19 pada pukul 09.00-11.00 Wita saya terima aspirasi masyarakat di kantor DPRD, terbuka dan tidak ada SOP.

Karena prosedurnya tadinya berbelit-belit maka saya potong, jadi kalau mau ke DPRD langsung temui saya dengan jam yang sudah ditentukan dan tidak perlu telepon lagi.

Namun di masa pandemi Covid-19 ada pembatasan jumlah orang yang saya terima karena biasanya kalau penyampaian aspirasi yang datang satu kampung, tidak mungkin saya terima. Selain itu penerimaan aspirasi melalui media sosial tetap saya buka, itu yang memudahkan kita.

Setiap bulan saya rekap, itu ada diskusi bersama beberapa pakar dan perangkat daerah terkait, kita bicara carikan solusi.

Setiap bulan saya laporkan sehingga publik bisa tahu. Soal suka atau tidak suka, puas atau tidak puas biarkan masyarakat yang menilai, paing tidak saya ingin membuka ruang di DPRD tidak eksklusif tetapi inklusif.

Publik bisa menilai kami, kami bekerja saja sesuai konstitusi. Sehingga di DPRD paling tidak sampai hari ini kami bisa membantu mengkonversi aspirasi publik menjadi sebuah kebijakan.

Metode saya ketika mendengarkan aspirasi rakyat misalnya soal pendidikan, ya kami panggil saja Kadis Pendidikan, kami konforntir saja di situ karena kan ada hal-hal teknis yang menjadi kewenangan eksekutif dan cepat dieksekusi

TM: Berarti anggota DPRD harus kreatif dan inovatif? Jadi ketika ada aspirasi yang masuk jangan langsung berpikir bahwa itu bukan wewenangnya?

MP: Betul. Makanya saya coba misal persoalan pendidikan, kesehatan, atau ketenagakerjaan, kami hadirkan pihak eksekutif dan tolong dijawab.

Kalau memerlukan regulasi ya mari dibicarakan bersama apakah dalam bentuk peraturan daerah, atau mendorong adanya edaran dari gubernur.

Kalau sifatnya pelayanan dasar dan wajib dan tidak bisa menunggu dalam waktu cukup lama misalnya soal pelayanan kesehatan, kan tidak mungkin kami tunda.

Tapi kalau aspirasi yang misalnya butuh perencanaan dan jangka panjang, maka akan dibentuk regulasi terlebih dahulu.

Makanya kita harus mengedukasi publik. Misalnya persoalan pendidikan, kalau misal urusan SD dan SMP itu menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, jangan terus kami sok turun lalu mencoba mencari solusinya.

Kalau SMA, SMK, dan SLB merupakan kewenangan kami jadi bisa kami fasilitasi.

Tapi bukan berarti juga masyarakat datang dan kami tolak, kami bisa koordinasikan lewat perangkat daerah yang ada ke perangkat teknis yang ada di kabupaten/kota.

Tapi kalau mengambil keputusan adalah kewenangan eksekutif, kami hanya menjadi fasilitator bagi publik.

Ada masyarakat yang datang tak hanya ingin menyampaikan aspirasi, melainkan juga konsultasi dan mengetahui lebih jauh apa itu DPRD.

Publik juga senang dengan pelayanan kami. Lalu setiap agenda reses dan semua pertanggungjawaban keuangan lainnya, jika ada dana tidak terpakai saya kembalikan.

Publik bisa melihat, semua saya publish di media sosial. Dan kerja politik kami mungkin belum maksimal, tapi kami sudah melaksanakannya sesuai dengan Undang-Undang dan dikembalikan ke publik.

TM: Bagaimana strategi Pak Melky mempertemukan masyarakat dengan pihak eksekutif terkait?

MP: Definisi merakyat tidak selalu yang turun ke lapangan mendengar masyarakat, itu hanya bagian dari mendekatkan diri ke masyarakat.

Tapi bagi saya definisi wakil rakyat itu yang merakyat, dia yang transparan, kerja, menyampaikan yang benar itu benar, yang salah itu salah, berani mengkritik pemerintah, berani memberi apresiasi terhadap pemerintah, dan dia tidak bisa dibayar atau disuap.

Dan itu menjawab pertanyaan tadi, saya sejauh ini selama berkomunikasi dengan pihak eksekutif dan perangkat daerah tidka pernah mendapatkan masalah karena tugas mereka juga.

Kalau ada kesibukan lain yang bentrok seperti rapat, toh ada kewenangan yang bisa dilimpahkan ke pihak lain.

Saya tidak pernah mendapati SKPD yang tidak membangun sinergitas dengan DPRD, kalaupun ada pasti persoalan teknis.

Kalau menjaga integritas, kami juga tidak mudah dibayar oleh sekelompok orang kan plong, kerjanya enak.

Lalu SKPD-nya pasti tidak aneh-aneh. Bebannya mereka bukan ke saya tetapi ke publik karena mereka digaji dan disumpah sama dengan saya yang bekerja untuk kepentingan masyarakat.

Makanya saya rasa selama ini tidak ada persoalan. Namun ada juga beberapa perangkat daerah yang kerjanya tidak maksimal, tapi paling tidak mereka mencoba mengikuti cara kerja ODSK sehingga semakin cepat.

Maka saya selalu ingatkan juga keberhasilan ODSK juga dipengaruhi oleh kinerja DPRD karena kami merupakan bagian dari tanggung jawab mengurus daerah provinsi.

TM: Bagaimana Anda menghadapi kebutuhan masyarakat yang banyak?

MP: Ada dua cara, yaitu bisa kami usulkan masuk ke APBD dan kami ingatkan ke yang mengajukan proposal bahwa ada skala prioritas, ada mekanismenya.

Kalau misal ada ketentuan penerimaan tiga tahun sekali, ya tidak bisa setiap tahun menerima bantuan.

Kalau bersifat personal dan meminta bantuan ke saya, tentu akan saya bantu semampunya tapi jangan melebihi pendapatan yang dimiliki.

Saya juga ada pendekatan khusus karena dulu saya aktivis, tetapi saya juga tahu bagaimana memberikan penghargaan yang tepat bagi organisasi yang datang.

Yang kedua bagaimana kami me-manage mereka keuangan dan mengedukasi para organisasi yang datang.

Kalau ada perjalanan dinas menurut Perpres Nomor 33 itu anggarannya emang ditekan karena kondisi pandemi Covid-19 juga.

Sebenarnya publik tidak bermasalah jika anggota DPRD keluar kota tetapi sekarang yang dipermasalahkan adalah oleh-olehnya apa ke daerah?

Jadi konsultasi kami seharusnya membawa hasil, studi komparasi ada keunggulan di Sulut dan berbagi ke daerah lain.

Jika ada di daerah lain suatu contoh yang bagus ya kami bawa pulang dan direplikasi di daerah kita.

Tapi kalau ada hal yang lebih penting di daerah ya saya akan lebih mengutamakan kepentingan daerah daripada perjalanan dinas. Yang penting transparansi.

TM: Bagaimana Anda menyiapkan partai di Pilpres dan Pileg tahun 2024?

MP: Kami 2019 kehabisan energi dalam verifikasi administrasi partai politik di Kemenkumham dan KPU.

Energi kami untuk bertarung di 2019 banyak tersedot di pengurusan administrasi tapi masuk 2024, belum lagi secara survey PSI merupakan partai baru, orang juga belum terlalu kenal.

Tapi menuju 2024 menurut semua lembaga survey kredibel PSI sudah mulai banyak dikenal masyarakat.

Elektabilitas juga berangsung naik dengan kerja-kerja politik di setiap daerah. Kemarin 2019 Dapil luar negeri kami menang.

Bagi saya mereka memiliki referensi berbasis pada suatu pendekatan yang lebih rasional sehingga mereka menentukan suatu pilihan politik.

Karena pemilih PSI cenderung masyarakat yang terdeukasi dengan konten dan visi/misi yang sudah disampaikan, serta rata-rata anak muda.

Dengan itu menjelang 2024 kami sedang membangun infrastruktur, membangun kepengurusan dan recruitment anggota yang nanti akan menjadi calon anggota legislatif.

Di Sulut, di DPRD Sulut ada saya dan satu di DPRD Kota Manado. Bagi saya pencapaian ini luar biasa.

Tapi ada juga PR menjelang 2024 yang tantangannya juga berbeda. Kami tidak lagi bermain pada ranah administrastif, tapi sekarang bagaimana kami berkompetisi dengan partai politik lain.

Jika ad ayang mengapresiasi kami tentu ada juga kompetitor yang berpikir kerja-kerja politik kami belum maksimal.

Di Sulut kami sedang menyiapkan infrastruktur, dan bersyukur sejauh ini pendaftaran anggota dan calon anggota legislatif kami sudah mulai direspon oleh publik ketimbang 2019.

Ada beberapa tokoh politik yang tertarik bergabung dengan kami dan sudah mengurus secara administrasi.

TM: Recruitment apakah mirip dengan yang dulu ada tim khusus?

MP: Sama, kami bahkan lebih selektif. Bahkan satu-satunya parpol yang tidak mengakomodasi mantan napi korupsi hanya PSI.

Tidak ada Caleg kami yang mantan napi korupsi. Yang kedua PSI merupakan satu-satunya kuota perempuan paling tinggi.

Tidak hanya memenuhi kebijakan 30 persen, kami sampai 50 persen di PSI.

Mengakomodasi perempuan tentunya, anak muda apalagi. 70 persen itu di bawah usia 40 tahun.

Tim panel memiliki kewenangan penuh Caleg yang direkrut oleh partai itu lolos atau tidak. Dan hingga saat ini, kami anggota legislatif di seluruh Indonesia tidak dipungut satu peser-pun iuran untuk PSI, sehingga ini menjadi salah satu daya tarik kami.(*)

Baca juga: Gempa Bumi Terkini Senin (4/10/2021), Berikut Info BMKG Titik Lokasi dan Magnitudonya

Baca juga: Gubernur Sulut Olly Dondokambey Ajak Keroyokan Tangani Kemiskinan

Baca juga: Presiden Jokowi Masih Rahasiakan Nama Calon Panglima TNI, Fadjroel : Belum Ada Surat Presiden

 

 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved