G30S PKI
Mayjen DI Pandjaitan Dipukul Saat Berdoa, Ditembak Pakai Seragam Lengkap, Ini Hasil Autopsi
Kebiadaban PKI terhadap sang Jenderal diungkap Catherine Panjaitan, anak sulung Jenderal DI Panjaitan yang menyaksikan peristiwa tragis kala itu.
Catherine mulanya mengatakan para pasukan pembelot datang ke rumahnya dengan mengepung seluruh sisi rumah pada pukul 04.00 WIB pagi, 1 Oktober 1965.
"Ya benar mereka datang subuh setengah empat dan menurut rekonstruksi mereka diperintahkan datang ke rumah jenderal-jenderal untuk mereka diculik dikasi waktu satu jam," ujar Catherine yang saat itu berumur 17 tahun.
"Dalam satu jam, dapat tidak dapat, bubar."
Ia mengatakan saat itu, ayahnya berhasil didapatkan para pasukan pembelot dalam waktu 55 menit.
"Nah ayah saya 55 menit, jadi mereka mendapatkan ayah saya. Nah terus mula-mula mereka datang dikepung, (rumah) oleh massa ya," ujarnya.
"Di depan berapa truk, di belakang juga beberapa truk. Dan kita terbangun oleh ribut mereka. Datang 'druk-druk' (suara sepatu) boots dan mereka teriak-teriak 'Bapak jenderal-bapak jenderal'. Nah kita bangun, siapa?," paparnya.
Saat itu, dirinya bersama ibu dan DI Panjaitan berada di lantai atas.
Dan saat itu keluarganya menghalau untuk pasukan pembelot bertemu DI Panjaitan.
"Di bawah terjadi perlawanan oleh sepupu saya dan om saya, ada tiga orang laki-laki. Ya karena enggak puas mereka lasung tembak, jadi dua orang kena. Sambil sepupu saya teriak, orang Batak itu bilang Om, Tulang 'Tulang, tulang jangan turun'," ujarnya menceritakan kembali.
Lantas para pasukan pembelot menanyakan kepada pembantunya dan mengetahui di mana DI Panjaitan berada.
"Nah kita kan enggak ngerti ya, akhirnya mereka masuk, pembantu ditanya 'Ndoromu mana?' terus kasih tunjuk, beliau atas," ungkapnya menirukan percakapan keduanya.
Saat itu ia berkisah, dirinya tak bisa meminta bantuan karena telepon pada jaman dahulu yang berbentuk paralel dipotong kabelnya dari lantai bawah.
"Akhirnya kita sibuk telepon, tapi dulu kan paralel, kita di atas, yang di bawah mereka gunting jadi enggak bisa cari bantuan."
"Akhirnya mereka di tangga teriak 'Bapak jenderal, bapak jenderal' panggil ayah saya. Terus ayah saya sedang sibuk ngokang-ngokang (senjata)."
Panggilan pasukan pembelot lantas dijawab oleh ibunya.
"Terus dijawab, 'Ada apa', (dijawab) 'Dipanggil kepala duka yang mulia'. Akhirnya ibu bilang 'Pakai-pakaian dulu', lalu (ayah) turun ke bawah, saya mau ikut dilarang ayah saya," sebutnya.
Ia menjelaskan saat itu ayahnya ditarik dengan paksa untuk turun ke bawah.
"Menurut rekontruksi mereka tarik ayah saya ke bawah, paksa dorong kasar sekali. Saya enggak boleh ayah saya ikut saya ke balkon mau lihat apa kelanjutannya," ujarnya.
Pada saat itu, ia melihat ayahnya dipaksa untuk hormat kepada perwira.
"Ayah saya disuruh hormat. Saya sebagai tentara ya mengerti, kok disuruh hormat? Terhadap perwira atau jenderal," kata Catherine.
Namun DI Panjaitan menolak dan mendapat pukulan di dahi.
Catherine lantas tahu, tembakan dilepaskan oleh pasukan pembelot ke dahi ayahnya.
"Langsung ayah saya pakai senjata laras dipukul, ayah saya jatuh saya langsung lari turun ke bawah, ternyata ditembak di dahi."
"Tapi saat saya turun ayah saya enggak ada lagi, diseret dilempar ke gerbang, karena gerbang kan tinggi, dilempar sudah kaya binatang," ungkapnya.
Hasil Sebenarnya Otopsi 7 Perwira TNI AD Korban Gerakan 30 September Berdasarkan Visum
Achmad Yani
Luka Tembak masuk: 2 di dada kiri, 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di garis pertengahan perut, 1 di perut bagian kiri bawah, 1 perut kanan bawah, 1 di paha kiri depan, 1 di punggung kiri, 1 di pinggul garis pertengahan.
Luka tembak keluar: 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di punggung kiri sebelah dalam.
Kondisi lain: sebelah kanan bawah garis pertengahan perut ditemukan kancing dan peluru sepanjang 13 mm, pada punggung kanan iga kedelapan teraba anak peluru di bawah kulit.
R. Soeprapto
Luka tembak masuk: 1 di punggung pada ruas tulang punggung keempat, 3 di pinggul kanan (bokong), 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pertengahan paha kanan.
Luka tembak luar: 1 di pantat kanan, 1 di paha kanan belakang.
Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan di atas telinga, 1 di pelipis kanan, 1 di dahi kiri, 1 di bawah cuping kiri.
Kondisi lain: tulang hidung patah, tulang pipi kiri lecet.
M.T Haryono
Luka tidak teratur: 1 tusukan di perut, 1 di punggung tangan kiri, 1 di pergelangan tangan kiri, 1 di punggung kiri (tembus dari depan).
Soetojo Siswomiharjo
Luka tembak masuk: 2 di tungkai kanan bawah, 1 di atas telinga kanan.
Luka tembak keluar: 2 di betis kanan, 1 di atas telinga kanan.
Luka tidak teratur: 1 di dahi kiri, 1 di pelipis kiri, 1 di tulang ubun-ubun kiri, di dahi kiri tengkorak remuk.
Penganiayaan benda tumpul: empat jari kanan.
S. Parman
Luka tembak masuk: 1 di dahi kanan, 1 di tepi lekuk mata kanan, 1 di kelopak atas mata kiri, 1 di pantat kiri, 1 paha kanan depan.
Luka tembak keluar: 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di perut kiri, 1 di paha kanan belakang.
Luka tidak teratur: 2 di belakang daun telinga kiri, 1 di kepala belakang, 1 di tungkai kiri bawah bagian luar, 1 di tulang kering kiri.
Kekerasan tumpul: tulang rahang atas dan bawah.
D.I Panjaitan
Luka tembak masuk: 1 di alis kanan, 1 di kepala atas kanan, 1 di kepala kanan belakang, 1 di kepala belakang kiri.
Luka tembak keluar: 1 di pangkal telinga kiri.
Kondisi lain: punggung tangan kiri terdapat luka iris.
P. Tendean
Luka tembak masuk: 1 di leher belakang sebelah kiri, 2 di punggung kanan, 1 di pinggul kanan.
Luka tembak keluar: 2 di dada kanan.
Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan, 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di puncak kepala.
Kondisi lain: lecet di dahi dan pangkal dua jari tangan kiri.
Demikianlah yang sebenarnya dari hasil visum et repertum yang selama ini disimpan rapat.
Anda yang sempat menonton film tersebut, bijaklah untuk menyikapinya.
SUMBER: D.I. Pandjaitan: Masa Muda, Karier Militer, dan Akhir Hidup