Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Sulut

Solar Menjadi Bahan Bakar Langka di Sulut, Ini Dampaknya bagi Pengusaha dan Sopir Truk

Kelangkaan solar ini berdampak terhadap para pengusaha, termasuk Pengusaha Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) Stella Kewo.

Penulis: Isvara Savitri | Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Isvara Savitri
Antrean panjang truk yang ingin mengisi bahan bakar solar di SPBU Kairagi, Manado, Sulawesi Utara, Selasa (28/9/2021). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Kelangkaan solar terjadi di Sulawesi Utara sejak beberapa bulan terakhir.

Hal tersebut bisa dilihat dari antrean truk yang menumpuk untuk mengisi solar di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Manado.

Tentunya kelangkaan solar ini berdampak terhadap para pengusaha, termasuk Pengusaha Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) Stella Kewo.

Perusahaan Stella melayani pendistribusian air mineral di dalam Sulut hingga ke Gorontalo.

Stella mengatakan kelangkaan solar ini sudah dirasakannya selama hampir enam bulan terakhir.

Tentunya kelangkaan solar ini berdampak besar terhadap usahanya.

"Pengantaran ke pabrik jadi terlambat bahkan banyak yang batal juga. Gara-gara itu omzet kami menurun sekitar 30 persen," terang Stella ketika dihubungi tribunmanado.co.id, Selasa (28/9/2021).

Dalam satu kali ekspedisi, biasanya para supor truk mampu menempuh tiga kali pengantaran dalam provinsi.

"Biasanya sopir truk dalam sehari bisa melakukan tiga kali pengantaran di dalam Sulut, sekarang hanya satu, sudah paling tinggi itu dua."

"Sedangkan kalau ke Gorontalo seminggu bisa dua kali pengantaran, sekarang juga hanya satu," tambah Stella.

Sebelum ada kelangkaan solar, biasanya truk sudah mengantre di pabrik di Airmadidi, Minahasa Utara (Minut) sekitar pukul 04.00-05.00 Wita.

Namun kini setelah mengantre di pabrik para sopir truk tidak bisa langsung mendistribusikan barang karena harus antre membeli solar.

Hal tersebut menyebabkan barang yang didistribusikan baru tiba sekira pukul 18.00-19.00 Wita

Kendala lain yang dirasakan para sopir truk di perusahaan Stella adalah ketika mendistribusikan barang ke Gorontalo, kendaraan dengan plat nomor Sulut tidak diperkenankan membeli solar di Gorontalo karena SPBU-SPBU di sana lebih mementingkan stok solar di Gorontalo.

"Kalaupun mau beli, biasanya lewat para calo dan pasti ada biaya tambahan yang lebih mahal," ungkap Stella.

Di lapangan para sopir truk sendiri berusaha menyiasati keadaan.

Karena tidak diperbolehkan membeli bahan bakar di Gorontalo, para sopir truk sudah menyediakan galon-galon berisi solar sebagai bekal jika harus mengisi bahan bakar di tengah jalan.

Untuk pendistribusian ke warung atau toko, para sopir truk akhirnya memilih menggunakan bahan bakar dexlite yang lebih mahal.

Kerugian ini tak hanya dirasakan oleh para pengusaha, tetapi juga sopir truk karena mereka kesulitan mencapai target pengantaran.

"Kalau target tidak tercapai otomatis insentif bagi para sopir truk juga berkurang," tutur Stella.

Untuk mengatasi hal tersebut, Stella mengaku pihaknya sedang menimbang-nimbang pendistribusian menggunakan kapal.

Stella berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan penyediaan solar bagi para pengusaha dan masyarakat.

"Kan ada juga angkutan umum antar kota atau provinsi yang menggunakan solar seperti bus-bus besar. Kasihan juga kalau penumpang harus membayar biaya lebih dari biasanya," tutup Stella.(*)

Bahan Bakar Solar Langka di Sulut, Pemprov Sulut Coba Kordinasi Lagi Pertamina

Vaksinasi Covid di Kota Bitung, PT Sinar Pure Foods dan Lanud Sam Ratulangi Beri Sepatu Boots Gratis

Sambut Era Kendaraan Listrik, PLN Bangun SPKLU Pertama di Sulawesi Tengah

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved