Utang Keluarga Cendana
3 Anak Soeharto Ditagih Sekaligus Sri Mulyani untuk Membayar Utang-utang dari Era Orde Baru
Saat ini anak dari mantan Presiden Indonesia Soeharto kembali menjadi sorotan.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Saat ini anak dari mantan Presiden Indonesia Soeharto kembali menjadi sorotan.
Hal tersebut terkait hutang beberapa tahun yang lalu.
Kini para anak dari Presiden Soeharto diminta untuk melunasi.
Baca juga: Seorang Youtuber dan Gadis 16 Tahun Kepergok Berduaan dalam Mobil Sedang Berbuat Hal Tak Senonoh
Baca juga: Sukses, 49 Ribuan Peserta Ikuti Public Expose Live 2021
Baca juga: Chord Los Dol - Denny Caknan, Los Dol Ndang Lanjut Lehmu Whatsapp-an
Nama tiga anak penguasa orde baru, Soeharto belakangan ini kembali ramai dibicarakan. Ketiga anak mantan Presiden ini menjadi target sasaran Satgas BLBI.
Ketiga anak Soeharto ini yakni Bambang Trihatmodjo, Tommy Soeharto, dan Tutut Soeharto.
Kakak beradik ini dianggap belum melunasi kewajibannya kepada pemerintah terkait utang-utang sisa warisan dari Orde baru.
Meski sudah dalam penagihan, namun baru Tommy Soeharto yang sudah dipanggil menghadap Satgas BLBI.
Dikutip dari Kompas.Com, sebagai bendahara negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani ditugasi menagih piutang kepada sejumlah debitur yang dinilai belum melunasi kewajibannya terhadap pemerintah.
Beberapa pihak yang kewajibannya masih dikejar Sri Mulyani adalah Keluarga Cendana.
Utang-utang tersebut merupakan sisa warisan dari era Pemerintahan Orde Baru yang hingga kini proses pelunasannya masih terkatung-katung.
Nah berikut ini 3 anak mantan Presiden Soeharto yang memiliki utang ke pemerintah dan saat ini masih dalam proses penagihan:
1. Bambang Trihatmodjo
Utang Bambang Trihatmodjo tersebut bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Putra mantan Presiden Soeharto tersebut itu merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah Orde Baru menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.