Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Peristiwa G30S PKI

Kisah Aipda KS Tubun, Polisi yang Gugur saat G30 September PKI, Berusaha Menolong Jenderal Nasution

Kisah Aipda KS Tubun, polisi yang jadi korban G30S PKI 1965. Gugur saat berusaha menolong Jenderal AH Nasution dari aksi penculikan pemberontak PKI.

Penulis: Frandi Piring | Editor: Frandi Piring
Kolase Foto: pahlawancenter.com/Kompasiana.com
Kisah Aipda/AIP KS Tubun (Karel Satsuit Tubun) saat G30S PKI 1965. Gugur saat berusaha menolong Jenderal AH Nasution. 

Untuk itu mereka memperoleh pendidikan khusus, begitu pula dengan KS Tubun.

Dalam tahun 1954, KS Tubun mendapat perintah untuk mengikuti pendidikan di Megamendung, Bogor selama tiga bulan.

Pada 1950-an, di beberapa daerah di Indonesia terjadi pemberontakan.

Pemberontakan DITIl (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di Aceh meletus pada 1953.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Teungku Daud Beureuh.

Pemerintah terpaksa menumpasnya dengan mengerahkan kekuatan bersenjata.

Kesatuan-kesatuan Brimob pun ikut dikerahkan.

Pada 1955 KS Tubun mengikuti pasukannya yang mendapat tugas melakukan operasi militer terhadap DI/TII di daerah Aceh.

Tiga bulan lamanya ia bertugas di daerah ini.

Pengalaman itu adalah pengalaman pertama baginya dalam tugas tempur.

Belum lagi pemberontakan DI/TII selesai ditumpas, terjadi pula pemberontakan lain.

Pada 1958, golongan separatis mengumumkan berdirinya PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Semesta) di Sumatra Barat dan Sulawesi Utara.

PRRI/Permesta tidak mengakui pemerintah pusat di Jakarta.

Pemerintah terpaksa pula mengerahkan kekuatan bersenjata untuk menumpas pemberontakan tersebut.

Kekuatan Brimob pun kembali diikutsertakan, termasuk KS Tubun di dalamnya ikut melakukan operasi militer di daerah Sulawesi Utara.

Sementara itu, pada 1959, pangkat KS Tubun dinaikkan menjadi Agen Polisi Kepala (Kopral Polisi).

Pada tahun ini pula ia menikah dengan gadis pilihannya, Margaretha, yang berasal dari Jawa.

Dari pernikahan itu mereka memperoleh tiga orang anak laki-laki yakni Philipus Sumarna, Petrus Waluyo, dan Paulus Suprapto.

KS Tubun kembali mendapat perintah untuk mengikuti operasi militer di Sumatra Barat.

Ia bertugas di daerah ini selama enam bulan sejak Maret 1960.

Selama bertugas di Sumatra Barat, KS Tubun memperoleh pengalaman yang sangat berharga.

Sebagai seorang Katholik yang taat, ia bergaul akrab dengan umat Islam yang fanatik.

KS Tubun menyadari bahwa kerukunan beragama dapat diwujudkan di kalangan bangsa Indonesia.

Awal 1960-an ditandai dengan peristiwa besar di tanah air, yakni usaha membebaskan Irian Barat dari Penjajahan Belanda.

Usaha-usaha perundingan yang dilakukan pemerintah RI dengan Belanda pada waktu-waktu sebelumnya menemui kegagalan.

Tanggal 19 Desember 1961, pemerintah mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora).

Intinya ialah merebut Irian Barat dengan kekuatan senjata.

Kesatuan-kesatuan tempur dikirim ke Irian Barat untuk melakukan tugas-tugas tempur.

Begitu pula halnya dengan kesatuan Brimob yang sudah berpengalaman dalam berbagai pertempuran.

KS Tubun juga ikut dalam tugas membebaskan Irian Barat.

Akhimya Belanda bersedia berunding dan menyerahkan Irian Barat kepada Indo­nesia sekalipun secara resmi Irian Barat sudah menjadi wilayah RI, namun keamanan di daerah tersebut masih rawan.

Kelompok yang pro Belanda mencoba melancarkan pemberontakan.

Untuk menumpasnya pemerintah terpaksa mengerahkan pasukan bersenjata.

Dalam rangka menumpas pemberontakan ini, KS Tubun mendapat tugas selama 10 bulan.

Pada waktu itu, pangkatnya sudah naik menjadi Brigadir Polisi (Sersan Polisi).

Kenaikan pangkat itu diterimanya bulan November 1963.

Selesai menjalankan tugas di Irian Barat, KS Tubun dikembalikan ke induk pasukannya di Kedung Halang, Bogor.

Sejak awal 1965, KS Tubun tidak pernah lagi mendapat tugas ke luar daerah.

Tetapi keberanian yang diperlihatkannya dalam tugas-tugas tempur menarik perhatian atasannya.

Karena itu, mulai April a965 ia mendapat kehormatan menjadi anggota pasukan pengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Johannes Leimena.

Pada waktu itu, ia bertempat tinggal di Kedung Halang, sedangkan tempat tugasnya di Jakarta.

Karena itu, ia selalu bolak-balik antara Kedung Halang dan Jakarta.

Tugas itu dilaksanakannya sampai ia meninggal akibat ditembak oleh pasukan penculik G30S. (5)

Ketika sedang tidur di pos jaga, dua orang pasukan penculik menghampiri pos dan membangunkan KS Tubun.

Saat itu, KS Tubun mengira sedang diganggu oleh teman-temannya.

Namun pasukan penculik tersebut kemudian menendang KS Tubun hingga akhirnya ia terbangun dan menyadari kalau yang mengganggu bukanlah kawannya.

Karel kemudian berkelahi dengan para pasukan penculik itu.

Namun karena melawan delapam orang, KS Tubun akhirnya tumbang dan ditembak hingga membuatnya meninggal dunia. (6)

(TribunnewsWiki.com/TribunManado.co.id)

Berita Terkait Peristiwa G30S PKI:

Baca juga: Kisah Brigjen Ahmad Sukendro Selamat dari Maut G30S PKI Berkat Soekarno, Dipenjarakan Soeharto

Baca juga: Kisah Jenderal Ahmad Yani sebelum Tewas Dibantai Pemberontak G30S September 1965, Sempat Marah PKI

Baca juga: Kisah Letjen MT Haryono Ketika Dibantai Pemberontak G30 September PKI, Sempat Melawan

Sumber: Tribun Manado
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved