Berita Nasional
Ingat Letjen Purn Sintong Panjaitan? Dulu Pimpin Tumpas PKI, Kini Yakin Komunis tak Ada di Indonesia
Pasukan yang dipimpin Sintong akhirnya menemukan sumur tua yang sudah ditutupi tempat penguburan jasad Pahlawan Revolusi.
Letnan Jenderal Purn Sintong Panjaitan menyebut jika komunis sudah tidak ada di Indonesia.
"Perlu diluruskan mengenai komunis, jadi komunis itu sebetulnya menurut pendapat saya, udah kapok itu Komunis di Indonesia, nggak ada komunis di Indonesia," kata Sintong.
Sintong berpendapat jika PKI sudah kapok dan tidak ada lagi Komunis di Indonesia.
"Sekarang saya mau tanya, tunjukkanlah 20 komunis Indonesia ini, saya kasih seminggu, yang betul-betul mereka komunis, supaya kita jelas.
Jangan membuat sesuatu yang tidak ada," kata dia.
Menurut Sintong, orang yang mempelajari tentang liberal bukan berarti orang tersebut berpaham liberalisme.
Pun demikian, orang yang mempelajari Komunis bukan berarti dia memiliki paham Komunisme.
"Sebetulnya masalah komunis itu ada dua macam, komunis sebagai ideologis, tapi anak-anak muda ini kan dia belajar mengenai liberalisme komunisme," katanya.
"Apakah dengan belajar liberaslisme ini jadi liberal, apakah belajar komunisme jadi komunis, tidak bisa, ada juga orang yang beragama kristen mempelajari agama islam, ada islam mempelajari kristen, itu untuk pengetahuan, tapi untuk anutan mereka beragama tertentu, beragama Budha tapi mereka mempelajari Islam bukan berarti Islam dia, jadi sama saja, kalau kita mempelajari komunis belum tentu komunis," sambungnya.
Menurutnya, bangsa Indonesia saat ini tidak perlu meributkan hal yang sebenarnya tidak ada.
"Jadi sebetulnya tidak perlu saya rasa republik Indonesia ini bertengkar dengan sesuatu yang tidak ada," kata Sintong yang kini berusia 80 tahun.
"Jadi dengan demikian saya rasa kita menghormati pendapat orang, tapi janganlah untuk disebarkan seolah-olah komunis itu di Indonesia itu sudah bergerak, tidak ada komunis di Indonesia," jelasnya.
Ia pun berpesan kepada generasi saat ini, agar lebih bersikap Pancasila dan bangga dengan ideologi Pancasila tersebut.
"Perlu kau ketahui kamu mempunyai ideologi Pancasila yang terbaik di dunia, kau dalami Pancasila itu maka setiap orang yang berbeda pendapat berbeda apapun di situ ada tempatnya," pesannya.
"Dari segi agama juga, engkau beragama apapun juga kau harus membela Pancasila karena agamau itu tidak dilarang Pancasila, yang dilarang agamamu itu melawan agama orang lain," tambahnya,
"Mudah-mudahan republik ini menjadi negara yang bagus, negara yang toleran dan negara yang aman tentram," harapnya.
Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI) merupakan bagian dari sejarah kelam bangsa Indonesia. Ada Peran CIA di Balik Penggulingan Presiden Soekarno?
Terbiatan Harian Kompas pada 6 Oktober 1965, dalam peristiwa tersebut, 6 jenderal serta satu perwira TNI Angkatan Darat telah menjadi korban genasaan ideologi Partai Komunis Indonesia (PKI):
1. Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Raden Soeprapto
3. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
4. Mayor Jenderal Siswondo Parman
5. Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
7. Lettu Pierre Andreas Tendean.
PKI menuding para perwira tersebut akan melakukan makar terhadap Presiden Soekarno melalui Dewan Jenderal.
Mereka dibunuh lalu dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya di Jakarta Timur.
Para pahlawan revolusi itu dimakamkan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang ke-20, yaitu 5 Oktober 1965 di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Ketujuh korban itu kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi.
Tak banyak diketahui, pada detik-detik pergulingan antara tanggal 30 September ke tanggal 1 Oktober telah terjadi suatu peristiwa yang cukup menyedihkan di Jakarta.
Mereka yang menamakan dirinya Gerakan 30 September dengan cara paksa telah melakukan penculikan terhadap beberapa perwira tinggi Angkatan Darat.
Selain itu upaya untuk menculik Menko Hankam Kasab saat itu Jenderal AH Nasution tidak berhasil, namun ajudannya Lettu Pierre Tendean harus menjadi korban.
Kantor berita Radio Republik Indonesia (RRI) mereka kuasai. Suatu hal yang membingungkan adalah adanya siaran Gerakan 30 September melalui studio RRI.
Disebutkan mereka mengenakan baret dan sapu tangan hijau di sekeliling leher dan kemudian melakukan siaran gelap dan menyatakan membentuk Dewan Revolusi Indonesia.
Kabinet Dwikora yang dibentuk Bung Karno dinyatakan demisioner oleh mereka dan semua pangkat ketentaraan di atas Letkol dinyatakan tidak ada lagi.
Mereka berdalih hendak menyelamatkan Republik Indonesia dari apa yang mereka sebut Dewan Jenderal.
Menurut mereka Dewan Jenderal merupakan gerakan subversif dan disponsori oleh CIA dan bermaksud menggulingkan pemerintahan Soekarno.
Beberapa media massa yang mendukung Gerakan 30 September antara lain Harian Rakjat, Kebudajaan Baru, Gelora Indonesia, dan Warta Bhakti.
Namun RRI yang dikuasai oleh mereka hanya bertahan kurang dari sehari, karena sekitar jam 7 sore pasukan RPKAD mengambil alih RRI. Beberapa tertangkap namun ada juga yang kabur.
Pada tanggal 1 Oktober pukul 21.00, RRI Jakarta sudah mulai mengumandangkan lagi suara resmi pemerintahan RI. Ibukota sepenuhnya ada di tangan ABRI dan orang-orang dalam kelompok G30S menjadi buronan.
Pada 2 Oktober, Jakarta memberlakukan jam malam mulai 18.00 hingga 06.00 pagi.
Bagi yang memiliki keperluan keluar rumah saat jam malam seperti dokter atau semacamnya, bisa menggunakan obor besar, sehingga terlihat tandanya dari jauh.
Soekarno yang ditunggu-tunggu komentarnya terhadap peristiwa itu akhirnya mengeluarkan Amanat Bung Karno pada 2 dan 3 Oktober 1965.
Tanggal 2 Oktober pukul 01.30 dini hari, presiden berbicara melalui RRI menyatakan bahwa presiden tetap memegang tampuk kepemimpinan negara, pemerintahan, dan revolusi. Selain itu dia juga menyampaikan bahwa kondisinya sehat wal afiat.
Pimpinan Angkatan Darat kemudian secara langsung dipegang oleh presiden dan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari sementara ditunjuk Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro Asisten III Men/Pangad.
Sedangkan Panglima Kostrad Mayor Jenderal Suharto ditugaskan untuk mengadakan pemulihan keamanan dan ketertiban yang bersangkutan dengan peristiwa 30 September.
Amanat kedua pada 3 Oktober intinya adalah tuduhan terhadap Angkatan Udara RI seakan-akan tersangkut dalam peristiwa G30S adalah tidak benar.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Kisah Letjen Sintong Panjaitan Pimpin Penumpasan PKI di Tahan Air