Tan Malaka
Kisah Tan Malaka, Pilih Membujang Sampai Akhir Hidup: Perkawinan Membelokan dari Perjuangan
Tan Malaka dikabarkan hidup membujang hingga akhir hayatnya. Ia dikenal sebagai seorang revolusioner yang kesepian.
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rhendi Umar
Tahun 1937 ia melarikan diri dari tentara Jepang menuju Singapura.
Setelah Jepang menduduki Indonesia 1942, ia menyelundup masuk ke Medan.
Pelarian Tan tak berhenti sampai di situ, pada pertengahan tahun 1942 Tan ke Jakarta.
Setahun kemudian ia menyingkir lagi ke Banten Selatan.
Di sinilah Tan kemudian memutuskan untuk menetap agak lama dan memperoleh pekerjaan, di mana ia kemudian mempelajari sistem Romusha (kerja paksa ala Jepang).
Pertengahan tahun 1945, Tan kembali ke Jakarta. Sebagai tokoh lama, Tan merasa sebagai orang asing di antara elit baru Indonesia Merdeka.
Namun lewat Subardjo, ia berkenalan dekat dengan orang-orang muda radikal seperti Sukarno, Adam Malik, dan Chaerul Saleh.
Revolusioner yang Kesepian
Tan Malaka dikabarkan hidup membujang hingga akhir hayatnya. Ia dikenal sebagai seorang revolusioner yang kesepian.
Meski begitu bukan berarti dia tidak pernah punya hubungan asmara dengan perempuan.
Seperti yang diceritakan salah seorang pengikutnya Adam Malik (mantan Wakil Presiden 1978–1983) dalam buku Mengabdi Kepada Republik.
“Apa Bung pernah jatuh cinta?” tanya Adam Malik .
"Pernah. Tiga kali malahan," jawab Tan Malaka.
"Sekali di Belanda. Sekali di Filipina dan sekali lagi di Indonesia. Tapi semuanya itu katakanlah hanya cinta yang tidak sampai, perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan (Indonesia)," ujar Tan Malaka.
Hal serupa juga dituturkan oleh Harry A Poeze, seorang peneliti asal Belanda yang meghabiskan sebagian besar hidupnya hanya untuk meneliti tentang Tan Malaka.