Berita Sulut
Bunuh Diri di Minahasa? Sanksinya Seram, Peti Jenazah Harus Lewat Jendela dan Dicambuk
Di kalangan masyarakat Minahasa, terlebih Minahasa Utara, aksi bunuh diri merupakan barang tabu
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Sejumlah kasus bunuh diri mengguncang Sulut sebulan terakhir.
Dua kasus menonjol adalah bunuh diri Ferry Kalesaran (FK), terduga pembunuh terhadap Marcela Sulu (12) dan tewasnya Gerald Suatan, calon pengantin yang diduga melompat dari gedung lantai tujuh sebuah hotel berbintang di Manado.
Di kalangan masyarakat Minahasa, terlebih Minahasa Utara, aksi bunuh diri merupakan barang tabu.
Sesuai tradisi, yang melakukannya bakal dapat sanksi keras.
Di wilayah Dimembe, peti jenazah korban bunuh diri tidak akan dilewatkan pintu utama saat menuju lokasi penguburan.
Jenazah harus lewat jendela. Ibadah pemakaman tidak digelar.
Baca juga: Bupati Bolmut Depri Pontoh Ikuti Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila
Di daerah lain, peti jenazah tak diizinkan melintas di jalan utama.
Yang ekstrem adalah peti jenazah dicambuk saat dibawa ke pekuburan.
Namun zaman berganti, tradisi itu mulai longgar.
Peti jenazah tak lagi dicambuk. Ibadah penghiburan sudah digelar.
Hanya peti jenazah tetap harus lewat jendela.
Perilaku bunuh diri (suicide) di Sulut masih menjadi kasus yang memprihatinkan bagi semua kalangan masyarakat.
Contohnya yang terjadi Jumat (28/05/2021).
Ada dua peristiwa kematian yang diduga akibat perilaku bunuh diri.
Pertama, di Koha, Minahasa, FK, terduga pelaku pembunuhan bocah Marsela Sulu ditemukan tak bernyawa di perkebunan setempat. Jasadnya membusuk.
Baca juga: Pria Diterkam Buaya saat Memancing Bersama sang Anak, Perahu Korban Terbalik
Ia diduga mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara gantung diri setelah seminggu menghilang.
Kedua, seorang calon pengantin GS yang diduga nekat meloncat dari lantai tujuh sebuah hotel di Manado beberapa jam sebelum pemberkatan nikahnya di GMIM Sentrum.
Psikolog Orley Charity Sualang S PSi MA mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang ingin mengakhiri hidupnya.
"Antara lain, faktor psikologis dimana orang tersebut mengalami kecemasan berlebihan, kemudian stres, dan depresi," ujar Orley kepada Tribun Manado, Jumat (28/05/2021) petang.
Kondisi ini adalah salah satu gangguan mental yang disebabkan oleh adanya masalah pada fungsi otak yang mengatur rasa takut dan emosi.
Orang dengan kondisi ini akan kesulitan memutuskan solusi dalam mengatasi masalahnya,
"Sehingga langkah yang ia tempuh selanjutnya adalah dengan melakukan tindakan bunuh diri," katanya.
Baca juga: Kejadian Heboh, Seorang Pria Bakar Tetangga, Korban Dirawat Selama 10 Hari Lalu Meninggal Dunia
Faktor berikutnya adalah faktor sosial, dimana orang tersebut kurang mendapatkan dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya.
Dalam kondisi emosi yang tidak stabil dan kognitif yang terganggu, orang ini tidak mampu menceritakan masalah yang ia hadapi pada kerabat terdekatnya.
"Atau orang tersebut tidak mendapatkan support dari lingkungan karena mendapat tekanan dari lingkungan sekitar," katanya.
Katanta, kedua peristiwa di atas menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk kita lebih memperhatikan kesehatan mental masing-masing.
Mari jaga kesehatan mental kita dengan cara, meningkatkan hubungan spiritual kita dengan Tuhan.
"Selesaikan masalah dengan pikiran yang positif, ambil hikmah dari setiap persoalan yang dihadapi, carilah dukungan sosial dari keluarga atau kerabat terdekat. Lakukan konseling dengan tokoh agama atau ahli professional seperti psikolog dan atau psikiater," katanya.
"Dengan melakukan tindakan preventif di atas, saya yakin kita dapat mengatasi masalah kita sehari-hari dan kita dapat menjadi pribadi yang solutif dan tangguh," katanya. (art)
Baca juga: Ingat Kiki Fatmala? Dulu Lawan Orang Tua Hingga Disebut Durhaka, Kini tak Punya Anak Sampai Tua
YOUTUBE TRIBUN MANADO: