Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tes TWK KPK

Di Mata Najwa, Nurul Ghufron Tak Bisa Jawab Arti Rapor Merah, 51 Orang Terancam Dipecat

Nurul Ghufron tidak bisa menjawab arti rapor merah pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dan terancam dipecat.

Kolase Foto Tribunmanado/TransTV
Di Mata Najwa, Nurul Ghufron Tak Bisa Jawab Arti Rapor Merah, 51 Orang Terancam Dipecat 

Sebaliknya, para korban juga mengalami doxing usai mendapat pertanyaan tersebut.

"Dia saat itu sampai bertanya orgy apaan? lalu dia (pewawancara) jawab orgy itu dilakukan pesta sex lebih dari 4 orang. Lalu dia jawab ya udah kalau dia nyaman begitu ya sudah, itu kan bukan urusan saya. Lalu sekarang dia di doxing dia adalah pendukung freesex," ujarnya.

Terkait TWK sendiri, Putri mengatakan ia dan rekan-rekannya sebenarnya pernah menjalani TWK sebelum masuk dan bekerja di lembaga anti rasuah.

Tes itu dilakukan saat ia mengikuti pendidikan bela negara di bawah bimbingan Kopassus selama 48 hari.

Putri mengaku telah bergabung dengan KPK sejak 2017 lalu. Proses yang ditempuhnya tidak mudah lantaran harus melalui jalur seleksi 'Indonesia Memanggil 11'.

"Aku bekerja di KPK sejak tahun 2017, jadi totalnya 4 tahun. Saya ikut dan saya masuk ke KPK melalui Indonesia Memanggil 11. Jadi Indonesia Memanggil itu kan rekrutmennya KPK dan aku angkatan ke 11," kata Putri.

Ia menuturkan proses masuk KPK tersebut melalui 7 tahapan tes.

Dimulai dari psikotes hingga pendidikan bela negara berupa tes wawasan kebangsaan selama 48 hari oleh Kopassus di Pusdik Kopassus.

"Jadi kami selama 48 hari itu dikarantinanya kami tidak memegang HP, tidak bisa mengakses dunia luar. Jadi kegiatannya hanya menerima materi soal anti korupsi dan bela negara. Ada wawasan kebangsaan juga di sana yang disampaikan pelatih-pelatih yang merupakan Kopassus atau baret merah," ungkap dia.

Putri menyebut TWK yang digelar oleh BKN berbeda dengan pendidikan bela negara yang diterimanya saat dilatih oleh Kopassus.

Putri menuturkan, wawasan kebangsaan yang diterimanya dari pelatih Kopassus berupa penerapan Pancasila, UUD 1945 hingga sejarah Indonesia.

Hal tersebut jauh berbeda dibandingkan pertanyaan yang diajukan saat TWK yang digelar oleh BKN yang berupa indeks moderasi bernegara.

"Indeks moderasi bernegara yang aku yakin bahwa itu sikap. Sikap itu tidak ada yang benar dong yang salah dan yang benar. Misal, ada satu pertanyaan yang harus kami sikapi di tes itu sudah beredar di media salah satunya adalah semua orang China sama saja. Itu kami harus menentukan setuju atau tidak setuju terkait pernyataan itu," ungkap Putri.

"Tetapi tidak diberikan konteks. Sama sajanya seperti apa. Kalau misal kesetaraan dalam hukum ya sama dong. Kita setuju kalau itu. Kalau sama sajanya secara pribadi itu kan harus dikenal dulu dong satu satu," ujar dia.

Sementara itu dalam diskusi lain, Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian, mendesak pihak terkait yakni pimpinan KPK, Kepala BKN hingga Presiden Joko Widodo mempertahankan seluruh pegawai KPK yang tidak lulus asesmen TWK agar tetap bekerja di lembaga antirasuah itu.

Ia menilai polemik tidak lulusnya 75 pegawai KPK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan serta Harun Al Rasyid dalam TWK akan berdampak pada menurunnya kinerja pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Tidak lulusnya para pegawai KPK dalam TWK menyebabkan menurunnya performa KPK yang berakibat pada penurunan Indeks Persepsi Korupsi," jelas Andre dalam dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba (FDS) dengan tema 'Menimbang Tes Wawasan Kebangsaan KPK: Prospek Penegakan Anti Korupsi ke Depan?', Sabtu (29/5/2021).

Kata Andre, menurunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merupakan dampak langsung dari penurunan performa dari tubuh KPK.

Hal tersebut menurutnya sangat relevan dengan isu tidak lolosnya pegawai KPK dalam TWK. Untuk itu, pihaknya dalam hal ini ILUNI UI berkomitmen untuk mengawal isu ini.

"ILUNI UI melalui Policy Center akan mencoba memberikan solusi berupa policy brief sebagai masukan dalam menguatkan lembaga antikorupsi di Indonesia," imbuhnya.

Dalam acara yang sama, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB UI) sekaligus Aktivis Anti Korupsi Faisal Basri menyoroti sengkarut 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK merupakan upaya pelemahan KPK yang disusun secara sistematis.

Menurut Faisal, dalam keputusan pemecatan 51 dari 75 pegawai KPK ada peran besar yang mengendalikan putusan tersebut.

"Ada orang-orang tidak ingin KPK independen. Jangan lupa korupsi adalah musuh bersama. Jangan patah arang, kita membayar pajak, dan kita tidak ingin uang kita masuk ke kantong para koruptor-koruptor itu," ujarnya.

Faisal mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus menggenjot kajian-kajian akademis anti korupsi.

Ia khawatir jika tidak dilakukan sedini mungkin maka yang akan terjadi di generasi mendatang keterpurukan Indeks Persepsi Korupsi dan Demokrasi Indonesia akan semakin menjadi.

"Penurunan Indeks Persepsi Korupsi dan Demokrasi di Indonesia menyebabkan utang negara naik, pengangguran meningkat, kemiskinan merajalela, dan kita bisa mengalami krisis ekonomi jika dibiarkan berlarut-larut," ujar Faisal.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Cerita Putri Saat Ikut Tes TWK KPK: 'dari 200 Pertanyaan, Soal Anti Korupsinya Cuma Satu'

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Pengakuan Putri Saat Ikut Tes TWK KPK: Hanya 1 dari 200 Pertanyaan yang Menyangkut Anti Korupsi

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pimpinan KPK Tak Bisa Jawab Arti Rapor Merah Pegawainya yang Tak Lolos TWK

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Diundang ke Mata Najwa, Pimpinan KPK Tak Bisa Jawab Arti Rapor Merah Pegawainya yang Tak Lolos TWK

Berita Lainnya terkait Polemik Tes TWK KPK

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved