Rapid Antigen Ilegal
Ganjar Pranowo Minta Tersangka Bisnis Rapid Test Antigen Ilegal Hukum Berat, Polisi Jadi Pembeli
Banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19, termasuk melakukan Rapid Test Antigen kepada sebagian besar masyarakat.
TRIBUNMANADO.CO.ID, SEMARANG - Banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19, termasuk melakukan Rapid Test Antigen kepada sebagian besar masyarakat. Apalagi yang melakukan perjalanan atau menghadiri acara dengan pengunjung yang banyak.
Kondisi ini ternyata mulai dimanfaatkan sejumlah oknum dengan menjual Rapid Test Antigen yang tidak berizin dengan harga lebih murah.
kasus inilah yang oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng) berhasil membongkar penjualan alat rapid test antigen ilegal alias tidak memiliki izin edar di Kota Semarang.

Sudah beroperasi sejak 5 bulan, penjualan alat rapid test antigen ilegal ini punya omset menggiurkan, tak tanggung-tanggung para pelaku meraup untung hingga Rp 2,8 miliar.
Terbongkarnya kasus ini bermula ketika Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng mendapat informasi maraknya penjualan alat kesehatan berupa rapid test antigen merek Clungene di wilayah Jawa Tengah.
Dari informasi yang didapat, transaksi penjualan alat itu dilakukan di Jalan Cemara III, No.3, Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
Polisi kemudian berupaya menyelidiki dengan cara menyamar sebagai pembeli. Setelah bertransaksi, polisi yang menyamar itu mendapati dua orang kurir yakni PRS dan PF membawa 25 boks alat rapid test antigen ilegal merek Clungene dan tiga boks merek Speedcheck.
Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Asep Mauludin bersama tim Unit I subdit I mendatangi rumah milik SPM yang dijadikan gudang alat rapid test antigen ilegal di Jalan Perak, No.9 Kwaron 2 Bangetayu, Kota Semarang.
Baca juga: Cerita Wanita Bule Nikahi Pria OPM, Anaknya Takut Lihat TNI: Ayah Saya Coba Bunuh Cucunya di Papua
Baca juga: Rapid Test Antigen Mulai dari Beda Harga hingga Ilegal, Selang 5 Bulan Pelaku Untung Rp 2,8 Miliar
Perburuan berhasil. Polisi pun menangkap SPM yang merupakan karyawan dari PT. SSP di Jalan Paradise Sunter, Jakarta Utara.
Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, mengatakan dari hasil penjualan produknya selama lima bulan, pelaku bisa meraup keuntungan sebesar Rp 2,8 miliar. Untuk itu, pihaknya akan menindak tegas pelaku kejahatan yang sudah merugikan kesehatan masyarakat.
"Tentu perbandingannya lebih murah karena tidak punya izin edar. Dan ini sangat merugikan terkait dengan perlindungan konsumen ancaman hukuman bisa lima tahun. Tapi kalau UU kesehatan ancaman bisa 15 tahun dan denda sampai Rp 1,5 miliar," tegas Luthfi.
Selain disalurkan ke pembeli secara perseorangan, rapid test antigen ilegal itu juga diedarkan ke sejumlah klinik dan rumah sakit sepanjang Oktober 2020 hingga Februari 2021.
Dalam waktu satu sampai dua pekan, pelaku bisa menjual 300-400 boks rapid test antigen.
"Diedarkan di wilayah Jateng, di masyarakat umum biasa, klinik dan rumah sakit. Ini sudah merugikan tatanan kesehatan," tandas jenderal bintang dua tersebut.
Terkait hal ini Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meminta pelaku pengedar alat rapid test antigen ilegal untuk tes Covid-19 dihukum seberat-beratnya.
Ganjar juga meminta untuk mengusut tuntas kasus peredaran alat rapid test antigen yang tidak memiliki izin edar dan diduga tidak memenuhi persyaratan di Jawa Tengah (Jateng).
“Pelakunya agar dihukum seberat-beratnya apabila terbukti melakukan tindakan tidak benar tersebut,” katanya, Kamis (6/5).

Pernyataan Ganjar ini menanggapi, aparat Polda Jateng yang menangkap pelaku berinisial SPM yang diduga telah mengendarkan alat rapid test antigen illegal di wilayah Jateng.
Pelaku SPM yang telah ditetapkan sebagai tersangka, mengedarkan alat tersebut ke sejumlah klinik dan rumah sakit sejak Oktober 2020 hingga Februari 2021 dengan meraih keuntungan Rp2,8 miliar.
Lebih lanjut Ganjar menyatakan, kepolisian perlu untuk mengecek lebih dalam kasus tersebut untuk membongkar jaringan, karena alat tes ini bisa beredar meski tidak ada izinnya.
Menurutnya, kemungkinan barang yang disita dari tersangka memang berkualitas tetapi masih perlu dipertanyakan kalau yang bersangkutan tidak memiliki izin edar.
“Kami minta untuk dilakukan pengecekan, didalami, dan kalau ada tindakan tidak benar, ya sudah hukum seberat-beratnya,” tandas Ganjar.
Baca juga: Cuti Bersama ASN Bolmong Masih Tunggu Surat Edaran dari Pemprov Sulut
Baca juga: Wanita Ini Bangun 2 Jembatan Penyeberangan Senilai Rp 2,2 Miliar, Demi Anaknya ke Sekolah
Pelaku Raup Untung Rp 2,8 Miliar dalam 5 Bulan
Subdit I Indagsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng ungkap peredaran rapid test antigen tanpa izin edar.
Rapid test ilegal tersebut telah didistribusikan di rumah sakit maupun klinik yang ada di Jawa Tengah.
Ada ratusan rapid test antigen yang disita dari tangan pelaku berinisial SPM (34) di wilayah Banyumanik dan Genuk.

Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi menerangkan pengungkapan kasus tersebut berawal adanya masyarakat yang menggunakan rapid tes tanpa surat izin edar pada 27 Januari 2021.
Ada sekitar 450 pak rapid test antigen yang diamankan kepolisian.
Pelaku berharap dengan mendistribusikan rapid test tanpa izin edar mendapat keuntungan yang besar.
"Keuntungan yang didapat tersangka menjual rapid test antigen tersebut dalam kurun waktu lima bulan Rp 2,8 miliar," ujarnya saat gelar perkara di kantor Ditreskrimsus Polda jateng, Rabu (5/5/2021).
Menurutnya, rapid test antigen tersebut harganya lebih murah jika dibandingkan yang telah memiliki surat izin edar.
Hal ini sangat merugikan terkait perlindungan konsumen.
"Kalau tidak mempunyai izin edar jangan-jangan dipalsukan. Nanti akan didalami lagi. Kemudian jangan rapid test tersebut tidak memenuhi klasifikasi kesehatan karena tidak mempunyai surat izin edar," ujar dia.
Kapolda mengatakan rapid test antigen tersebut akan diedarkan di wilayah Jawa Tengah baik di masyarakat umum, rumah sakit maupun klinik. Sistem penjualannya by order dari pembeli.
"Hal ini sangat merugikan tatanan kesehatan," tuturnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald Simamora menambahkan dari hasil pemeriksaan kantor pusat rapid test antigen tersebut berada di Jakarta.
Sementara tersangka merupakan distributor penjualan yang ada di Semarang.
"Jadi jika ada yang pesan dia (tersangka) menghubungi Jakarta kemudian baru dikirim ke Semarang," tutur dia.
Johanson menuturkan tersangka ditangkap pada bulan Maret 2021. Pihaknya juga akan memanggil jajaran kantor pusat untuk dilakukan pemeriksaan.
"Rencananya Direktur utamanya akan ditetapkan tersangka. Kami betul-betul konsen terhadap alat kesehatan," ujarnya.
Sementara itu tersangka SPM, mengaku izin edar rapid tes antigen masih dalam proses.
Dirinya sengaja menjual rapid test antigen tanpa izin edar karena ingin mencari keuntungan.
"Saat ini sudah menjual 20 karton rapid tes antigen," tandasnya.
Tersangka dijerat pasal 197 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang kesehatan sebagaimana diubah pasal 60 angka 10 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Kemudian pasal 62 ayat 1 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.