Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Unik dan Tragis Beato Juan Alonso MSC, Imam Misionaris yang Pernah Berkarya di Tanah Minahasa

Berkarya sejak 1963, Pastor Juan Alonso berkarya di Minahasa Utara, Minahasa, dan Minahasa Tenggara, serta menyantap daging tikus hutan dan paniki.

walktheway.files.wordpress.com/misacor.org.au
Foto Beato Juan Alonso Fernandez MSC (kiri) serta para martir yang baru saja dibeatifikasi di Guatemala. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Gereja Katolik baru saja memberi gelar beato kepada 10 martir yang meninggal pada era 1980 hingga 1991 di El Quiché, satu provinsi di Guatemala.

Satu di antara mereka adalah Pastor Juan Alonso Fernandez MSC, imam misionaris asal Spanyol yang pernah berkarya di tanah Minahasa, Sulawesi Utara.

Beato merupakan satu tahapan kanonisasi seseorang sebelum diberi gelar santo atau santa (orang kudus).

Misa beatifikasi kesepuluh martir tersebut dipimpin Duta Besar Vatikan atas nama Paus Fransiskus.

Beatifikasi Pastor Juan Alonso dan sembilan martir lainnya berlangsung di tempat terakhir ia berkarya, yakni di Guatemala, Jumat (23/5/2021), dalam misa yang digelar pada pukul 10.00 waktu setempat atau pukul 24.00 Wita.

Di Manado, beatifikasi terhadap Pastor Juan Alonso dirayakan dalam misa syukur yang dipimpin Uskup Manado Mgr Benedictus Estephanus Rolly Untu MSC, Senin (26/4/2021).

Misa yang berlangsung di Biara MSC Paal 3, Karombasan, Manado, turut dihadiri Uskup Emeritus Mgr Josephus Theodorus Suwatan MSC dan sejumlah imam biarawan MSC.

Pastor Juan Alonso diberi gelar beato bersama dua imam MSC asal Spanyol lainnya, Pastor José María Gran Cirera MSC dan P Faustino Villanueva MSC.

Ketiganya sama-sama berkarya di Guatemala dan terbunuh dalam waktu yang berbeda.

Pastor José María Gran Cirera MSC (lahir di Barcelona, Spanyol, 27 April 1945), dibunuh pada 4 Juni 1980.

Lalu Pastor Faustino Villanueva MSC (lahir di Yesa, Navarra, Spanyol, 15 Februari 1931), dibunuh di kantor paroki di Joyabaj, Quiché, pada 10 Juli 1980.

Adapun Pastor Juan Alonso dibunuh pada 15 Februari 1981.

Selain tiga imam misionaris tersebut, Gereja Katolik juga memberi gelar beato kepada tujuh awam pribumi Guatemala.

Ketujuh awam itu dibunuh dalam kurun waktu yang berbeda sejak 1980 hingga 1991.

Mereka adalah Juan Barrera Méndez (lahir pada 4 Agustus 1967 di Potrero Viejo, Zacualpa, Quiché) yang dibunuh pada 18 Januari 1980.

Kemudian Domingo Del Barrio Batz (lahir pada 26 Januari 1951 di Ilom, Chajul, Quiché) yang dibunuh pada 4 Juni 1980.

Awam berikutnya adalah Tomás Ramirez Caba (lahir pada 30 Desember 1934 di Chajul, Quiché) tewas pada 6 September 1980.

Kemudian Nicolás Castro (lahir pada 1945 di Cholá, Uspantán) tewas pada 29 September 1980.

Lalu Reyes Us Hernández (lahir pada 1939 di Macalajau, Uspantán) tewas pada 21 November 1980.

Berikutnya, Rosalio Benito Ixchop (lahir pada 16 Agustus 1914 di La Puerta, Chinique, Quiché) tewas pada 22 Juli 1982.

Awam terakhir adalah Miguel Tiu Imul (lahir pada 5 September 1941 di La Montaña, Parraxtut, Sacapulas, Quiché) yang tewas pada 31 Oktober 1991.

Tujuh kaum awam tersebut menjadi pendamping pastoral para misionaris selama berada di Guatemala.

Penyelidikan untuk proses kanonisasi mereka dimulai pada 21 Juli 2007 dan berakhir pada 22 Maret 2013.

Dekrit atas kemartiran mereka disampaikan pada 23 Januari 2020.

Uskup Manado Mgr Rolly Untu MSC memimpin misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso dan dua misionaris MSC lainnya di Biara Paal 3, Karombasan, Manado, Senin (26/4/2021). Turut mendampingi Pastor Yantje Mangkey MSC.
Uskup Manado Mgr Rolly Untu MSC memimpin misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso dan dua misionaris MSC lainnya di Biara Paal 3, Karombasan, Manado, Senin (26/4/2021). Turut mendampingi Pastor Yantje Mangkey MSC. (Komisi Komsos Keuskupan Manado)

Bertugas di Minahasa Utara

Pastor Juan Alonso berkarya di tanah Minahasa pada tahun 1963 hingga 1965.

Juan Alonso lahir di Cuerigo, Provinsi Asturias, Spanyol utara, pada tanggal 28 November 1933.

14 tahun kemudian atau pada 1947, Juan Alonso masuk biara MSC di Valladoid dan menempuh tahun rohani Novisiat di Canet de Mar, Barcelona, pada tahun 1952.

Ia ditahbiskan imam di Logrono, 11 Juli 1960 dan tahun yang sama diutus ke Quiche, Guatemala.

Pada 1963 ia ditugaskan ke tanah misi di Sulawesi Utara.

Ia ditempatkan di Paroki St Fransiskus de Sales Kokoleh, Likupang Selatan.

Namun, selama berada di tanah misi, Pastor Juan Alonso juga melayani umat di paroki lainnya.

Ia pernah menjalankan misi pelayanan di Paroki St Petrus Langowan, Minahasa.

Tercatat ia membaptis 72 orang di paroki ini.

Pastor Juan Alonso juga menjalankan tugas di Paroki Hati Kudus Yesus Sonder, Minahasa.

Ia juga pernah bertugas di Paroki St Lukas Ratahan, Minahasa Tenggara, dan mengunjungi Stasi Santa Maria Belang dan St Fransiskus Xaverius Watuliney.

Jejak sang misionaris juga ada di Paroki St Antonius Padua Tataaran, Minahasa, dan Paroki St Yohanes Penginjil Laikit, Minahasa Utara.

Sosok Pastor Juan Alonso juga membekas dalam ingatan Uskup Emeritus Josephus Theodorus Suwatan MSC.

Seperti dikutip dari hidupkatolik.com, Uskup Suwatan mengenal Pastor Juan ketika di Manila, Filipina.

Mereka berangkat bersama-sama dengan pesawat ke Jakarta pada bulan Juni 1963.

Mgr Suwatan kemudian melanjutkan perjalanan ke Manado.

Ia akan ke Seminari Pineleng untuk melanjutkan pendidikan sebagai calon imam.

Suwatan baru saja menyelesaikan tahun pertama filsafat di Angeles City, Filipina.

Semangat Santo Paulus

Dalam misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso di Biara Paal 3, Pastor Yantje Mangkey MSC menyampaikan khotbah yang banyak berisi kesaksian sang misionaris.

“Saya sama sekali tidak ingin mereka membunuh saya, tetapi juga saya tidak punya maksud apa pun untuk meninggalkan umat ini karena takut. Sekali lagi saya mengingat kata-kata St Paulus: ‘Siapakah yang dapat memisahkan dari kasih Kristus’ (Roma 8:35),” ujar Pastor Juan Alonso yang diucapkan Pastor Yantje.

“Itu kata-kata rasul Paulus yang menginspirasi Pastor Juan Alonso,” ujar Pastor Yantje.

Kata-kata tersebut, lanjut Pastor Yantje, mengungkapkan pengalaman eksistensial dari Paulus dalam pelayanannya untuk mewartakan Kristus di tengah pelbagai ancaman, termasuk risiko dibunuh karena keyakinan imannya akan kasih Kristus yang melampaui segala-galanya.

Keyakinan ini membuat Paulus dan Pastor Juan Alonso bisa bertahan dalam menghadapi pelbagai macam tekanan dan ancaman hidup, apapun bentuknya, termasuk kematian.

“Dalam perayaan Ekaristi hari ini kita bersyukur atas beatifikasi atau pemberian gelar beato kepada 3 imam MSC asal Spanyol, dan 7 awam pribumi Guatelama pada tanggal 23 April lalu di Guatemala,” kata dia.

“Yang istimewa bagi kita MSC dan khususnya bagi Keuskupan Manado adalah Beato Juan Alonso Fernandez yang pernah berkarya sebagai Pastor Paroki Kokoleh pada tahun 1963-1965,” ujar Pastor Yantje.

“Istimewa karena perkembangan Gereja di keuskupan ini ikut diwarnai oleh pelayanan seorang imam misionaris yang sekarang secara resmi digelari beato oleh Gereja dan dengan demikian dimasukkan dalam daftar resmi para orang kudus. Kapan lagi peristiwa langka seperti ini akan terjadi?” kata dia.

Uskup Mgr Rolly Untu MSC bersama Uskup Emeritus Joseph Suwatan MSC dan para imam biarawan MSC seusai misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso MSC.
Uskup Mgr Rolly Untu MSC bersama Uskup Emeritus Joseph Suwatan MSC dan para imam biarawan MSC seusai misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso MSC. (Komisi Komsos Keuskupan Manado)

“Kita ingat ungkapan Latin, ‘Sanguis martyrum semen Christianorum’ (Darah para martir adalah benih orang-orang Kristiani) atau dengan kata lain, darah yang ditumpahkan oleh para martir menjadi benih bagi pertumbuhan iman umat/Gereja," ujarnya.

Ia mengatakan sekarang ada seorang perantara bagi MSC dan Gereja Keuskupan Manado, yang memancarkan keteladanan sangat berharga.

Pada hari-hari menjelang beatifikasinya dan rekan-rekannya, berita tentang siapa mereka dan bagaimana kisah sampai mereka diakui secara resmi oleh Gereja sebagai martir menyebar luas.

"Ada banyak kisah unik yang kita sudah dengarkan tentang Pastor Alonso," ujarnya.

Ia mengatakan semua kisah itu melukiskan dengan jelas semangat misioner, jiwa pelayanannya, pengorbanan, komitmen dan keberaniannya menghadapi situasi-situasi hidup yang secara jelas mengancam akan merenggut kehidupannya.

"Dia sungguh tahu apa artinya menjadi misionaris di tengah risiko-risiko hidupnya," ujarnya

Pastor Yantje mengatakan, ada dua alasan mendasar Pastor Alonso dan rekan-rekannya dibenci dan tidak disenangi oleh para penguasa, khusus rezim militer Guatemala.

Pertama, tekad mereka untuk mewartakan Kristus dan cinta kasih-Nya, serta pilihannya mengutamakan kaum miskin (option for the poor).

"Dengan kata lain, motivasi terkuatnya untuk pilihan-pilihan yang sulit adalah cintanya kepada Kristus dan untuk kaum miskin yang tertindas,” kata dia.

“Ia memihak kepada penduduk asli yang tanahnya dirampas oleh rezim atau junta militer. Olehnya ia semakin dibenci, dihina, diancam dan akhirnya ditembak mati," ujarnya

Ia mengatakan Pastor Alonso memiliki semangat rasul Paulus dengan mengutip: “Terkutuklah saya kalau saya tidak memberitakan Injil”.

“Semangat atau jiwa misioner yang membara atau passionnya agar Yesus dikenal dan menjadi Juruselamat warga Guatemala sungguh luar biasa," katanya.

Pikul Sepeda Motor

Pastor Yantje menjelaskan, saat tiba di Indonesia Pastor Juan Alonso menulis surat.

“Sekarang saya menulis surat ini dari tanah jauh kepulauan Indonesia, di mana saya baru saja tiba, terdorong oleh semangat misioner yang sama, seperti selalu demikian.”

Pastor Mangkey menceritakan, selama dua tahun sebagai Pastor Kokoleh ia tidak membatasi diri untuk wilayah kerjanya saja.

Tetapi ke mana saja motor besarnya bisa membawa dia, dia pergi, dari Kokoleh sampai ke Belang dan sekitarnya.

Jalan yang terputus oleh sungai yang belum mempunyai jembatan tidak menjadi halangan untuk dia; dia menyeberang sungai sambil memikul motor besarnya.

Jubah putihnya dengan salib sering sudah kotor karena debu, jalan berbecek, tidak merintangi perjalanan misionernya.

Pastor Alonso menulis: “Kuda Guatemala di sini berbentuk suatu sepeda motor yang kuat, yang melompat di lintasan-lintasan lumpur....”

“Sepeda motor itu hanya dapat mencapai dua dari tiga belas kampung. Kesehatan saya baik.”

“Cuaca luar biasa panas. Ada banyak malaria. Saya mendapatnya beberapa kali, tetapi itu tidak berbahaya, dan juga tidak mengurungmu di tempat tidur....”

Sapi besar bertanduk pun roboh dengan satu plintiran tangannya.

Santap Tikus dan Paniki

Dalam perjalanan pastoralnya di salah satu kampung di Minahasa ia diundang makan.

Pastor Alonso terkejut melihat hidangan yang tersaji. Ia pun menuliskan kisahnya.

“Pada awalnya, melihat tikus-tikus itu, utuh, dipanggang di atas api, aku tidak bisa menghindari perasaan jijik dan kehilangan nafsu makan total.”

“Tapi aku juga segera menyadarkan diriku bahwa aku tidak bisa menolak undangan ini dan tak mau dianggap hanya ingin menyenangkan keluarga yang mengundang saya dan orang-orang yang merayakan kedatangan saya.”

“Tanpa berpikir panjang, saya memotong hewan-hewan itu menjadi potongan-potongan kecil, memejamkan mata, mengunyah dan menelan makanan itu.”

“Dalam sekejap, seekor tikus dan dua kelelawar (paniki) telah masuk ke sistem pencernaan saya, dan tanpa terjadi apa-apa, saya senang menyadari bahwa tubuh saya siap menghadapi jenis serangan yang tak terduga ini.”

Kata Pastor Yantje, sifat avonturir atau pengelana atau penjelajah (explorer) Pastor Juan Alonso berkembang menjadi jiwa dan semangat misionernya.

Semangat, jiwa, passion misionernya ini sangat jelas dalam pelayanan-pelayanannya yang tidak kenal, tanpa pamrih, baik di Guatemala maupun di Indonesia.

Lagi pula semangat misionernya ini menyatu dengan sifat dan fisiknya yang kokoh kuat, kemampuan serta keberaniannya untuk mengambil risiko, tetapi terutama pada imannya yang mendalam seperti Abraham, yang meninggalkan negerinya tanpa tahu jelas ke mana ia diutus.

Suasana misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso MSC dan dua misionaris MSC lainnya di Biara Paal 3, Karombasan, Manado.
Suasana misa syukur beatifikasi Pastor Juan Alonso MSC dan dua misionaris MSC lainnya di Biara Paal 3, Karombasan, Manado. (Komisi Komsos Keuskupan Manado)

Berani Hadapi Bahaya

“Ia menerima perutusan ke mana saja dalam semangat ketaatan. Pastor Alonso suka menghadapi pilihan-piihan yang sulit dan ia selalu memilih jalan yang paling sulit dan berisiko,” katanya.

Misalnya di El Quiché, ketika situasi makin gawat, Pastor Alonso justru mendesak kepada pimpinannya agar ia diperbolehkan pergi ke wilayah utara di mana bahaya lebih besar dari tempat-tempat lain.

Dalam suatu pertemuan antara para religius dan uskup, ketika diumumkan bahwa Pastor Alonso bersedia untuk berangkat ke wilayah utara El Quiché yang penuh ancaman dan bahaya, para peserta memberikan tepuk tangan yang hangat.

Pastor Alonso memang siap untuk menghadapi kesulitan apapun.

“Ia memilih yang lebih bahkan paling sulit. Selama bertahun-tahun, sebagaimana ia nyatakan dalam ‘retret misioner’nya, ia telah merenungkan teks-teks KS seperti ‘Yesus datang untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya’ (Mat 20:28), ‘Aku tidak mencari kesenanganku sendiri’ (Roma 15:3), ‘Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil’ (1 Kor 9:16), ‘Firman Tuhan tidak terbelenggu’ (2 Tim 2:9).”

“Ia ingin agar Kristuslah yang menjadi besar. “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30),” ujar Pastor Yantje.

Pastor Mangkey juga mengatakan, Pastor Alonso tidak ingin mencari kenyamanan-kenyamanan sendiri atau tidak mencari untuk menyenangkan diri sendiri.

Ketika ia menyadari bahwa risiko semakin besar ia semakin mengidentifikasikan dengan Kristus.

“Identitas seorang imam harus dicari dalam Kristus sendiri. Salah satu sikap dalam kepribadian Kristus yang paling mengesankan saya adalah kesiapsediaan-Nya yang mutlak bagi Bapa dan umat manusia”.

Menjelang Kematian

Firasatnya akan segera dibunuh dirasakannya.

Pastor Alonso menulis: “Saya mempunyai firasat bahwa saya ada dalam bahaya.”

“Saya sama sekali tidak ingin mereka membunuh saya, tetapi juga saya tidak punya maksud apa pun untuk meninggalkan umat ini karena takut. Sekali lagi saya mengingat kata-kata St Paulus: ‘Siapakah yang dapat memisahkan dari kasih Kristus’ (Roma 8:35).”

Kutipan Paulus ini menjadi kekuatan utamanya.

Menjelang ia dibunuh ia diinterogasi, dihina dan dituduh oleh militer dan dipaksa untuk membuat pengakuan yang menyenangkan mereka.

Ia dituduh komunis, subversif, dan sebagainya.

Pada akhirnya, militer mencari kesempatan untuk membunuh dia.

Mereka berhasil menghadang dia, dalam perjalanan pastoralnya, di suatu perbukitan.

Ia direnggut dari sepeda motornya yang dibuang ke jurang, dia sendiri didorong ke jurang, lalu tiga tembakan terakhir menghilangkan nyawanya.

Tanggal 15 Februari 1981 adalah hari ia dibunuh dalam usia 47 tahun.

"Di tempat di mana ia ditembak kini terdapat suatu monumen salib sebagai pertanda tempat itu menjadi holy ground (tanah kudus)," ujar Pastor Yantje.

Pada hari-hari sebelum dia dibunuh ia berkata, sambil memegang salib: “Saya menjadi imam karena salib ini, dan jika saya harus mati karena salib ini, inilah saya.”

Pastor Juan Alonso MSC semasa hidup.
Pastor Juan Alonso MSC semasa hidup. (www.collanzo.com)

Ada juga hal menarik dari kisah para martir ini ialah ketika yang pertama (Pastor José María) dimakamkan, para konfrater ikut memikul peti jenasah dan saling bertanya: ‘Berikut, giliran siapa?’

Ternyata berikut adalah giliran Pastor Faustino.

Pertanyaan yang sama diajukan pada waktu para konfrater memikul peti jenazah Pastor Faustino ke pemakaman. Di antara yang bertanya adalah Pastor Alonso, dan berikut adalah gilirannya.

"Kisah-kisah tentang hidup, pengabdian, pelayanan dan kemartiran mereka memberikan banyak pesan untuk kita sekarang ini,” kata Pastor Yantje.

“Kemartiran sekarang bisa bermakna sebagai pemberian diri, pengorbanan dan komitmen hingga akhir, kerja giat tanpa pamrih, serius tidak asal jadi, tuntas dan setia pada tugas serta tanggung jawab yang diberikan,” katanya.

Pelindung Keuskupan Manado

Secara khusus Pastor Alonso telah menjadi berkat besar bagi Keuskupan Manado dan para MSC.

"Dari surga ia akan terus menjaga dan membantu pertumbuhan dan perkembangan Gereja Keuskupan Manado. Ia akan menjadi pelindung keuskupan ini," katanya.

Sebagai bentuk penghormatan yang menetap di Keuskupan Manado, Pastor Yantje mohon izin mengusulkan atau menyarankan.

Pertama, tanggal kemartirannya ialah 15 Februari atau tanggal yang ditetapkan sebagai peringatan liturgisnya 4 Juli dimasukkan ke dalam kalender liturgi Keuskupan Manado.

Kedua, ada paroki, stasi atau gereja atau sekolah atau apa saja yang cocok, yang diberi nama sesuai namanya, misalnya Paroki Beato Juan Alonso Fernandez Likupang atau Pinilih.

"Tuhan memberkati. Amin," ujarnya. (*)

Baca juga: Peluk Erat Prabowo Subianto, Seorang Pria Keluarga Awak KRI Nanggala-402 Terisak, Ini Reaksi Menhan

Baca juga: Pake Jet Pribadi, Orang-orang Kaya di India Melarikan Diri Saat Kasus Covid-19 Meroket

Baca juga: Kecanggihan MV Rescue Singapura, Kapal Penyelamat yang Bantu Temukan KRI Nanggala 402

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved