Hari Kartini
Sosok Soesalit, Anak Tunggal RA Kartini, Capai Pangkat Mayjen, Dituduh di Peristiwa Madiun
Nama Raden Adjeng Kartini yang tenar tidak menjadikan putranya, Soesalit Djojoadhiningrat ikut dielu-elukan masyarakat di Tanah Air.
Selain itu, Abdulkarnen nantinya memangku jabatan sebagai Bupati Rembang menggantikan ayahnya.
Adapun Soesalit Djojoadhiningrat bersekolah di Europe Lager School (ELS), sekolah elit untuk anak Eropa dan pembesar pribumi.
Selain itu, Kartini pun dulu bersekolah di tempat tersebut sebelum akhirnya 'ditarik pulang' untuk dipingit.
Setelah lulus dari ELS, Soesalit meneruskan pendidikannya di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan berlanjut ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta.
Baru setahun di RHS, Soesalit memilih pergi dan bekerja sebagai pegawai pamong praja kolonial.
Berselang beberapa tahun kemudian, sang kakak menawari pekerjaan lain untuk Soesalit.
Di luar dugaan, ternyata Abdulkarnen Djojoadiningrat memasukkan adik tirinya ke Politieke Inlichtingen Dienst (PID) yang merupakan polisi rahasia Hindia Belanda.
Rasa galau dirasakan Soesalit selama jadi polisi tahasia.
Bagaimana tidak, ia yang seorang pejuang bangsa harus memata-matai pergerakan kaum pribumi.
Disebutkan, Soesalit kerap seolah tidak tahu terkait berbegai pelanggaran yang dilakukan pribumi.
Setelah Jepang masuk ke Indonesia, Soesalit akhirnya keluar dari PID dan bergabung dengan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA).
Sejarawan Hendri F Isnaeni menjelaskan, selama perang kemerdekaan, putra Kartini itu menjadi panglima di Divisi III Diponegoro yang membawahi Jawa Tengah bagian Barat.
”Dia memegang kendali divisi dari 1946-1948. Dia dikenal sebagai jenderal kerakyatan dan mengidolakan Jenderal Chu Teh (Mandarin Zhu De) dari Tentara Pembebasan Rakyat yang menjadi panglima melawan Jepang di China semasa perang China-Jepang,” ujar Hendri, melansir dari Kompas.com.
Pada saat Agresi Militer Belanda II, Soesalit disebutkan bergerilya di lereng Gunung Sumbing.
Sayangnya, karier militer Soesalit tidak begitu mujur.