Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pengikut Rizieq Shihab Tewas

Dihadapan Presiden Jokowi Mahfud Tantang Amien Rais Cs

Presiden Joko Widodo menerima sejumlah tokoh yang datang ke Istana Merdeka mempertanyakan kasus tewasnya 6 pengikut

Editor: Aswin_Lumintang
setpres
Amien Rais Datangi Jokowi di Istana, Bawa Rombongan Tuntut Keadilan 6 Laskar FPI. Neraka Jahanam bagi para pembunuh. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menerima sejumlah tokoh yang datang ke Istana Merdeka mempertanyakan kasus tewasnya 6 pengikut saat mengawal Habib Rizieq Shihab.

Tim yang dipimpin mantan Ketua MPR RI, Amien Rais ini berbincang dengan Presiden Jokowi dengan didampingi Mahfud MD dan Pratikno.

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI akhirnya berhasil menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/3/2021).

Amien Rais Datangi Jokowi di Istana, Bawa Rombongan Tuntut Keadilan 6 Laskar FPI. Neraka Jahanam bagi para pembunuh.
Amien Rais Datangi Jokowi di Istana, Bawa Rombongan Tuntut Keadilan 6 Laskar FPI. Neraka Jahanam bagi para pembunuh. (Muchlis/Biro Setpres)

Tujuh orang anggota TP3, di antaranya Abdullah Hehamahua, Amien Rais, Marwan Batubara, hingga Kiai Muhyiddin ikut dalam pertemuan itu. Sementara Jokowi didampingi Menkopolhukam Mahfud MD dan Mensesneg Pratikno.

Pertemuan TP3 dengan Jokowi itu berlangsung singkat, hanya 15 menit. Dalam pertemuan itu Amien Rais dkk meminta Jokowi membawa kasus penembakan 6 laskar FPI itu ke pengadilan HAM.

Menkopolhukam Mahfud MD yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan, Amien Rais dkk menilai penembakan terhadap pengawal Habib Rizieq itu masuk kategori pelanggaran HAM berat sehingga layak dibawa ke pengadilan HAM.

"Tujuh orang yang diwakili Pak Amien dan Marwan menyatakan keyakinan telah terjadi pembunuhan terhadap 6 laskar FPI dan mereka meminta agar ini dibawa ke Pengadilan HAM karena pelanggaran HAM berat," kata Mahfud dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/3).

Karena yakin ada pelanggaran HAM berat, TP3 meminta kepada Jokowi agar insiden tersebut diproses sesuai ketentuan hukum.

Baca juga: Intip Gaya Terbaru Yuni Shara Mantan Raffi Ahmad, Adik Krisdayanti Disorot hingga Bikin Salfok!

Baca juga: Asal Diberi Rp 750 Juta, Teddy Pardiyana Janji Tak Ungkit Harta Warisan pada Rizky Febian Anak Sule

Mereka meminta agar ada penegakan hukum sesuai ketentuan dan perintah Tuhan bahwa hukum itu adil. Amien Rais bahkan sempat menyinggung soal ancaman neraka jahanam jika kasus tersebut tidak diselesaikan.

"Sesuai perintah Tuhan bahwa hukum itu adil dan kedua ada ancaman Tuhan kalau orang membunuh orang mukmin tanpa hak maka ancamannya neraka jahanam," ujar Mahfud menirukan ucapan Amien Rais di depan Jokowi.

Terkait permintaan itu, Jokowi menyebut sudah meminta Komnas HAM melakukan investigasi secara independen dan transparan. Hasilnya juga sudah diumumkan ke publik.

"Komnas HAM sudah memberikan laporan dan empat rekomendasi. Empat rekomendasi itu sepenuhnya sudah disampaikan kepada Presiden agar diproses secara transparan, adil, dan bisa dinilai oleh publik yaitu bahwa temuan Komnas HAM yang terjadi di Cikampek KM 50 itu adalah pelanggaran HAM biasa," kata dia.

Mahfud menyebut, pemerintah sangat terbuka bila Amien Rais Cs memiliki bukti kuat bahwa penembakan laskar FPI merupakan bagian pelanggaran HAM berat. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada bukti yang bisa menunjukkan hal itu.

"Pak Marwan Batubara tadi mengatakan mereka yakin 6 orang ini adalah warga negara Indonesia, oke kita juga yakin, mereka adalah orang-orang yang beriman, kita juga yakin. Dan mereka juga yakin, Pak Marwan Batubara, telah terjadi pelanggaran HAM berat," ucap Mahfud.

Mahfud kemudian meminta bukti kepada TP3 jika memang ada pelanggaran HAM berat dalam kasus itu.

"Kalau ada bukti, mana pelanggaran HAM beratnya itu, mana, sampaikan sekarang. Atau kalau ndak nanti sampaikan menyusul kepada presiden. Bukti, bukan keyakinan.

Karena kalau keyakinan kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si a, si b, si c, kalau keyakinan," ucap Mahfud.

"Tapi Komnas HAM sudah menyelidiki sesuai dengan kewenangan undang-undang ndak ada. Apa, pelanggaran HAM berat itu 3 syaratnya," sebut Mahfud.

Mahfud lantas memerinci tiga syarat terjadinya pelanggaran HAM berat yakni dilakukan secara terstruktur dalam artian aparat secara berjenjang, sistematis, dan masif yakni menimbulkan korban meluas.

Jika ada bukti-bukti itu, Mahfud menekankan pemerintah siap mengadili. Bukti itu, kata Mahfud, tak dimiliki TP3.

"Kalau ada bukti itu ada bukti itu mari bawa kita adili secara terbuka. Kita adili para pelakunya berdasar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

Nah, saya sampaikan begitu tadi, silakan kami menunggu, terbuka, dan saya katakan TP3 bukannya juga sudah diterima oleh Komnas HAM diminta mana buktinya secuil saja bahwa ada terstruktur, sistematis dan masifnya. Ndak ada tuh," sebut dia.

Mahfud mengatakan, bukti adanya pelanggaran HAM berat pada penembakan pengawal Habib Rizieq sangat dibutuhkan untuk diproses lebih lanjut.

Sebab, bila hanya berdasarkan keyakinan, setiap orang punya keyakinan masing-masing.

"Ada di berita acaranya bahwa TP3 sudah diterima tapi ndak ada, hanya mengatakan yakin. Kalau yakin tidak boleh karena kita punya keyakinan juga banyak pelakunya ini, pelakunya itu, otaknya itu, dan sebagainya yang membiayai itu yakin kita, tapi kan tidak ada buktinya," ucap Mahfud.

Mahfud menegaskan, pemerintah secara tegas dan terbuka mempersilakan Komnas HAM mengusut tuntas kasus tersebut, bahkan tanpa intervensi dan campur tangan.

Amien Rais saat bertemu dengan Jokowi
Amien Rais saat bertemu dengan Jokowi (IST)

“Waktu itu Presiden mengatakan sesuai kewenangan yang diberikan Undang-undang silakan Komnas HAM bekerja sebebas-bebasnya, panggil siapa saja yang merasa punya pendapat punya bukti, yang merasa punya keyakinan, nanti sampaikan kepada presiden apa rekomendasinya,” ucapnya.

Sejauh ini, hasil investigasi Komnas HAM menunjukkan memang ada pelanggaran HAM dalam tewasnya 4 pengawal Rizieq yang diduga dilakukan oleh anggota Polri.

Karena itu, Komnas HAM meminta Polri mengusut penembakan terhadap 4 laskar FPI yang saat itu ditembak saat perjalanan menuju Polda Metro Jaya hingga ke pengadilan.

Ejekan Tersangka

Dalam kesempatan itu Mahfud juga sempat menyinggung soal ejekan dari masyarakat terkait penetapan tersangka 6 laskar FPI pengawal Habib Rizieq yang tewas dalam peristiwa Km 50. Mahfud pun lantas menjelaskan alasan penetapan tersangka tersebut.

Menko Polhukam, Dr Mahfud MD
Menko Polhukam, Dr Mahfud MD (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

"Ada tertawaan publik semula, masyarakat banyak yang ngejek, nyinyir gitu kenapa kok orang mati dijadikan tersangka. 6 laskar itu kan dijadikan tersangka oleh polisi," kata Mahfud.

Mahfud mengungkapkan, penetapan tersangka itu merupakan bagian dari konstruksi hukum. Hal itu guna menyelesaikan perkara hukum dari kasus Km 50.

"Itu hanya konstruksi hukum, dijadikan tersangka sehari, kemudian sesudah itu dijadikan gugur perkaranya. Karena apa? Karena konstruksi hukum yang dibangun Komnas HAM itu ada orang yang terdiri atau yang bernama laskar FPI itu kemudian, itu memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan dan membawa senjata," tuturnya.

"Ada bukti senjatanya, ada proyektilnya. Bahkan di laporan Komnas HAM itu ada juga nomor telepon orang yang memberi komando.

Siapa? Nah oleh karena sekarang 6 orang yang terbunuh ini menjadi tersangka, dicari pembunuhnya maka dikonstruksi dulu, dia tersangka. Karena dia memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan dengan membawa senjata," sambung Mahfud.

Mahfud menjelaskan, seusai penetapan tersangka ke-6 laskar FPI yang tewas, baru kemudian proses penegakan hukum selanjutnya dilakukan.

"Sesudah itu, baru siapa yang membunuh 6 orang ini, yang memancing ini. Baru ketemu 3 orang polisi, yang ditemukan oleh Komnas HAM itu 3 orang," ungkap dia.

Setelah itu, lanjutnya, baru perkara 6 laskar FPI yang tewas tersebut dinyatakan gugur. Mahfud menjelaskan, hal itu sudah sesuai dengan undang-undang yang ada.

"Sesudah ini ditemukan, konstruksi hukumnya baru 6 orang itu diumumkan oleh polisi perkaranya gugur dalam bahasa yang sering umum disebut SP3, tetapi tidak usah SP3, itu cukup dikatakan perkaranya gugur sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Bahwa tersangka yang sudah meninggal perkaranya gugur, itu cukup perkaranya gugur. Lalu siapa yang membunuh 6 orang ini, kita buka di pengadilan. Nah, kita minta ke TP3 atau siapa pun yang punya bukti-bukti lain kemukakan di proses persidangan itu," papar Mahfud. (tribun network/fik/dod)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bertemu Jokowi, Amien Rais Singgung Ancaman Neraka Jahanam, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/10/bertemu-jokowi-amien-rais-singgung-ancaman-neraka-jahanam?page=all.

Editor: Hendra Gunawan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved