Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kudeta Myanmar

Joe Biden Ancam Hukum Myanmar Jika Militer Tak Berikan Kekuasaan Pada Pemerintah yang Terpilih

Pada Senin 1 Februari 2021 dini hari, militer Myanmar bergerak dan menangkap pimpinan sipil di negara tersebut.

Editor: Rizali Posumah
AP PHOTO/AUNG SHINE OO
Foto arsip tertanggal 17 Desember 2019, menampilkan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, berbicara di konferensi pers dengan Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, setelah bertemu di Istana Kepresidenan Naypyidaw, Myanmar. 

Seorang pejabat Gedung Putih yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters.

Bahwa pemerintahan Biden telah mengadakan diskusi internal, yang bertujuan untuk memberikan tanggapan yang tepat terhadap situasi saat ini di Myanmar.

Namun, menurut beberapa ahli, Biden tidak punya banyak pilihan untuk menghukum Myanmar.

"AS tidak bisa lagi mempertahankan keunggulannya di Kawasan Asia seperti sebelumnya untuk menekan pejabat militer Myanmar," kata Derek Mitchell, duta besar AS pertama untuk Myanmar.

"Lebih banyak sanksi tidak akan menyelesaikan situasi di Myanmar," kata Daniel Russel mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS di bawah Presiden Obama.

"Amerika perlu memiliki kebijakan luar negeri yang fleksibel dan cerdik untuk meredakan krisis dan menemukan cara untuk mengembalikan pemerintahan terpilih di Myanmar,"  tambahnya.

Menurut Human Rights Watch (HRW), Biden harus menghukumnya dengan membekukan aset perusahaan besar Myanmar yang dijalankan oleh militer.

Kelompok-kelompok ini beroperasi di banyak bidang seperti perbankan, batu permata, telekomunikasi, dan garmen.

Di bawah hukum AS, Washington harus memotong bantuan ke negara mana pun yang mengalami kudeta militer.

Pada tahun 2020, bantuan AS ke Myanmar berjumlah 606,5 juta dollar AS.

Amerika juga mendukung Myanmar dalam perawatan kesehatan dan program bantuan bencana.

"Memberikan deklarasi hukuman itu mudah tapi Tuan Biden sulit untuk menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya dengan Myanmar," kata Murray Hiebert, pakar Asia Tenggara di Institute for Strategic and International Studies (CSIS).

"Saya pikir Amerika Serikat hanya dapat menghukum beberapa perusahaan militer Myanmar. Ini akan memberi tekanan. Pengaruh militer sangat mengakar di banyak sektor ekonomi Myanmar," tambahnya.

Komunitas internasional masih gelisah mengamati setiap perkembangan terbaru dalam situasi politik di Myanmar, menurut Reuters.

Dulu Ikut Indonesian Idol, Ayya Renita Kini Jadi ART Aldebaran di Ikatan Cinta, Intip Potretnya

Masih Ingat Maell Lee? Preman Terkuat di Bumi Kini Gugat Cerai Sang Istri, Menikah 10 Bulan Lalu

Masih Ingat Isu Kudeta Partai Demokrat? Ternyata Sudah Ada Aliran Dana Rp 100 Juta Tiap DPC

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved