Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Upah 2021 Sama dengan 2020

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akhirnya memutuskan tidak menaikkan upah minimum tahun 2021.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie Tombeg
Kompas.com/ Totok Wijayanto
Ilustrasi mata uang rupiah 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akhirnya memutuskan tidak menaikkan upah minimum tahun 2021. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.

Baca juga: LINK Live Streaming Atalanta vs Ajax Amsterdam, Liga Champions, Akses di Sini

Ida mengeklaim keputusan tidak menaikkan upah minimum tahun 2021 ini telah melalui kajian mendalam. Menurut dia, upah minimum 2021 tak naik karena kondisi ekonomi terpukul oleh pandemi Covid-19. Maka, demi menjaga keberlangsungan dunia usaha, upah minimum ditetapkan sama dengan tahun 2020.

”Pandemi Covid-19 berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi upah pekerja atau buruh, termasuk dalam membayar upah. Dalam rangka memberikan perlindungan pekerja atau buruh serta menjaga keberlangsungan usaha, perlu dilakukan penyesuaian UMP pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi.

Atas berbagai pandangan dan dialog dalam forum Depenas (Dewan Pengupahan Nasional), maka kami keluarkan surat edaran yang isinya melakukan penyesuaian nilai UMP 2021 sama dengan nilai UPM 2020,” kata Ida dalam konferensi pers di BNPB, Jakarta, Selasa (27/10).

Seiring dengan keputusan itu, Ida juga memerintahkan gubernur untuk menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) 2021 tak naik pada 31 Oktober 2020.

"Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk: ... 3. menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi Tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020," kata Ida dalam SE Nomor M/11/HK.04/2020 itu.

Sebagai gambaran, tahun ini UMP tertinggi berlaku di DKI Jakarta sebesar Rp 4.267.349 per bulan, sementara terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar Rp1.704.608 per bulan. Ida menyebut, keputusan tidak menaikkan upah minimum ini sudah mempertimbangkan kepentingan pengusaha maupun buruh.

”Jadi ini sudah diskusi panjang dengan teman-teman Depenas, tentu saja pendapat teman-teman satu dengan lainnya kita akomodasi, ini dalam pandangan kami adalah jalan tengah yang harus diambil pemerintah dalam kondisi yang sulit dan tidak mudah,” ucapnya. 

Baca juga: Alasan Mulia Khabib Cekik Gaethje dengan Triangle Choke: Tak Mau Menyakiti Justin Lebih Jauh

Ida mengatakan, tidak naiknya upah minimum ini bukan berarti pemerintah tak memperhatikan daya beli kaum pekerja. Menurut dia, pemerintah sudah menggelontorkan bantuan sosial untuk subsidi gaji. "Pemerintah tetap memperhatikan kemampuan daya beli pekerja lewat subsidi upah. Sesungguhnya bantalan sosial sudah disiapkan, pemerintah tak begitu saja menetapkan itu karena ada beberapa langkah," ujarnya.

Meski demikian, kalangan buruh tetap menyesalkan keputusan Ida yang tidak menaikkan UMP 2021. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, aksi perlawanan buruh akan semakin mengeras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja. ”Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata Said dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (26/10).

Said mengungkapkan, setidaknya 4 alasan mengapa upah minimum 2021 harus naik. Pertama, jika upah minimum tidak naik, maka situasi semakin panas. Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Di mana seiring dengan penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik. Sehingga aksi-aksi akan semakin besar.

Kedua, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Ia membandingkan dengan kondisi tahun 1998, 1999, dan 2000. "Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen.

Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen," kata Said.

Baca juga: Chord Loro Pikir - Happy Asmara, Kunci Gitar Dasar dari C, Lirik Lagu Dino Dino Riko Suguhi

Ketiga, kata dia, bila upah minimum tidak naik, maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi. Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian. Keempat, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dia meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional.

Menurut Said, pengusaha memang sedang susah. Namun, buruh juga jauh lebih susah. Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan upah minimum 2021.

Bagi perusahaan yang tidak mampu, menurut Said, dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). "Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat," tegasnya.

Senada dengan Said, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea juga menolak keputusan pemerintah yang tidak menaikan upah minimum tahun 2021. Menurut dia, terhadap keputusan ini dapat membuat daya beli masyarakat semakin menurun.

”Ini sangat memberatkan buruh dalam kondisi kesulitan ekonomi dan daya beli masyarakat yang lagi turun, tentu sangat berat," ujar Andi Gani. Ia pun meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah harus mengajak bicara serikat buruh sebelum memutuskan.

Di sisi lain, kalangan pengusaha menilai keputusan pemerintah tidak menaikkan upah minimum 2021 sudah tepat. Mereka menilai keputusan itu diambil demi menjaga keberlangsungan bisnis ke depan yang tengah tertekan oleh pandemi Covid-19.

"Kami mengerti keputusan tersebut demi keberlangsungan usaha. Kalau dinaikkan tentu akan memberatkan daya saing usaha," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Soetrisno, Selasa (27/10).

Terkait penolakan kalangan buruh, menurut Benny hal itu merupakan hak pekerja. Namun, ia tidak menutup peluang pengusaha yang masih memiliki kemampuan untuk menaikkan upah tahun depan melalui kesepakatan bilateral perusahaan dengan pekerjanya. "Kalau (upah) naik pasti ada pengurangan pekerja dan akan beralih ke mekanisasi atau mesin," imbuhnya.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Jakarta Sarman Simanjorang juga mengatakan keputusan tersebut sudah mengacu pada rumus penetapan upah minimum yang tertuang dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Aturan itu menyebutkan jika penetapan besaran UMP berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. "Kalau kami kalikan itu minus, kalau minus seharusnya (upah) turun tapi tidak mungkin turun, jadi naik 0 persen itu sudah sesuai dengan format," ucapnya.

Selain itu, realitanya kondisi dunia usaha saat ini hampir terpuruk akibat Covid-19. Oleh sebab itu, kenaikan upah minimum justru bisa menjadi beban pengusaha dan membuat mereka makin terpuruk. "Itu justru akan menambah pengusaha yang melakukan PHK. Jadi, menurut hemat kami itu kebijakan yang sangat adil," ucapnya.

Adapun pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai Surat Edaran Menaker tentang penetapan upah minimum 2021 yang ditujukan kepada para gubernur itu hanya acuan bagi para gubernur sebelum menetapkan upah minimum tahun berikutnya. 

”Saya menilai SE Menaker tersebut hanya sebuah imbauan, bukan regulasi yang wajib dipatuhi,” kata Timboel, Selasa (27/10). ”Mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 atau pun UU Cipta Kerja, yang memiliki hak prerogative menetapkan UM adalah gubernur, sehingga bisa saja gubernur menetapkan UM tidak sesuai dengan SE Menaker,” katanya.

Menurut Timboel hal ini juga kerap kali terjadi di tahun-tahun sebelumya. Misalnya, saat SE Menaker mengimbau dan meminta upah minimum naik delapan persen, nyatanya gubernur yang menetapkan kenaikan upah minimum lebih dari delapan persen. ”Itu biasa terjadi dari tahun ke tahun,” imbuhnya. (tribun network/rin/dit/fah/rey/dod)

Rincian UMP 2020:

1. DKI Jakarta                     Rp4.267.349

2. Papua                               Rp3.516.700

3. Sulawesi Utara             Rp3.310.723

4. Bangka Belitung           Rp3.230.022

5. Papua Barat                   Rp3.134.600

6. NAD                                  Rp3.165.030

7. Sulawesi Selatan          Rp3.103.800

8. Sumatera Selatan        Rp3.043.111

9. Kepulauan Riau            Rp3.005.383

10. Kalimantan Utara      Rp3.000.803

11. Kalimantan Timur      Rp2.981.378

12. Kalimantan Tengah Rp2.903.144

13. Riau                                Rp2.888.563

14. Kalimantan Selatan Rp2.877.447

15. Gorontalo                    Rp2.788.826

16. Maluku Utara             Rp2.721.530

17. Jambi                             Rp2.630.161

18. Maluku                          Rp2.604.960

19. Sulawesi Barat            Rp2.571.328

20. Sulawesi Tenggara    Rp2.552.014

21. Sumatera Utara         Rp2.499.422

22. Bali                                  Rp2.493.523

23. Sumatera Barat          Rp2.484.041

24. Banten                          Rp2.460.968

25. Lampung                      Rp 2.431.324

26. Kalimantan Barat       Rp2.399.698

27. Sulawesi Tengah       Rp2.303.710

28. Bengkulu                      Rp2.213.604

29. NTB                                    Rp2.183.883

30. NTT                                 Rp1.945.902

31. Jawa Barat                   Rp1.810.350

32. Jawa Timur                  Rp1.768.777

33. Jawa Tengah               Rp1.742.015

34. DIY                                  Rp1.704.608

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved