Hari Santri Nasional 2020
Isi Resolusi Jihad 22 Oktober 1945: Membela Tanah Air Hukumnya Wajib Bagi Setiap Individu
Kiai Hasyim lalu mengeluarkan fatwa yang intinya mengharuskan setiap muslim untuk berjihad membela kemerdekaan Indonesia.
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
Pendapat yang sama dikeluarkan C.C. Berg yang mengatakan bahwa kata 'santri' berasal dari kata shastri. Shastri adalah bahasa India yang memiliki arti 'orang yang mendalami kitab-kitab agama Hindu".
Sementara itu, lewat buku Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999), Nurcholis Madjid menyebut bahwa kata 'santri' bisa pula berasal dari bahasa Jawa, yakni cantrik yang mempunya makna 'orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya.'
Sejarah Hari Santri Nasional dan Resolusi Jihad

Peringatan Hari Santri Nasional pertama kali ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada tahun 2015.
Presiden yang akrab disamap Jokowi itu mengeluarkan Keppres Nomor 22 Tahun 2015.
Dipilihnya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional tak lepas dari peristiwa sejarah di masa-masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Adalah KH Hasyim Asy'ari, seorang ulama yang turut mendirikan Nahdlatul Ulama (NU), yang menjadi tokoh penting dalam peristiwa ini.
Kala itu, kakek dari Abdurahman Wahid atau Gus Dur ini mengeluarkan fatwa bahwa wajib hukumnya untuk berjuang melawan penjajah, mempertahankan kemerdekaan.
“Membela Tanah Air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap individu“
Peristiwa tersebut dikenal sebagai Resolusi Jihad.
Dikutip dari GRID.ID, seruan jihad yang dikobarkan oleh KH Hasyim Asy'ari ini membakar semangat para santri di kawasan Surabaya dan sekitarnya.
Para pejuang menyerang markas Brigade 49 Mahratta yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby.
Serangan ini terjadi selama tiga hari berturut-turut, yaitu dari tanggal 27 hingga 29 Oktober 1945.
Terjadilan pertempuran sengit, Pasukan Inggris yang ditugaskan di kota Surabaya terjepit. Komandan mereka membujuk Soekarno untuk meredakan situasi.
Tanggal 30 Oktober 1945 Soekarno datang dari Jakarta ke Surabaya dan berhasil meredakan amarah arek-arek Suroboyo.