Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Cerita DN Aidit Dieksekusi Mati, Petinggi PKI yang Ngaku Pancasilais dan Tanggung Jawab Aksi G30S

DN Aidit sebagai pemimpin PKI membuat partai tersebut menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok.

Editor: Frandi Piring
Dok Kompas.com/Wordpress
Cerita DN Aidit dieksekusi mati, sempat ngaku seorang Pancasilais dan tanggung jawab peristiwa G30S PKI 1965. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebuah cerita dari sosok Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit pentolan PKI sebelum dan setelah dirinya dieksekusi mati atas pelanggaran beratnya.

Nama DN Aidit selalu menjadi perbincangan di kala memperingati peristiwa G30S PKI 1965, 55 tahun lalu.

Peristiwa berdarah malam 30 September 1965, di mana aksi pemfitnahan kepada dewan Jenderal TNI Angkatan Darat saat itu.

Sebanyak 7 Jenderal terbunuh pada tragedi malam 30 September hingga 1 Oktober 1965.

Sepenggal cerita betapa dikenalnya sosok DN Aidit terjadi pada tahun 1945 di mana Ia menjadi perbincangan.

Pada tahun itu DN Aidit terpilih menjadi anggota Central Comitee (CC) PKI pada Kongres PKI

Selanjutnya, Aidit terpilih juga menjadi Sekretaris Jenderal PKI

DN Aidit sebagai pemimpin PKI membuat partai tersebut menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok. 

Perjalanan DN Aidit sebagai pemimpin tak terlepas dari pengalaman pendidikan yang melatarbelakanginya.

Dilansir dari Wikipedia, pria kelahiran Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, 30 Juni 1923.

DN Aidit merantau ke Jakarta dan meninggalkan tanah kelahirannya pada tahun 1940.

Pada masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda.

Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung

dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPRS mewakili rakyat Belitung.

Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan,

"Nurul Islam", yang berorientasi kepada Muhammadiyah.

Keluarga Aidit berasal-usul dari Maninjau, Agam, Sumatra Barat.

Di Jakarta DN Aidit mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.

DN Aidit masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool").

Dia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda

(yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia).

Dalam aktivitas politiknya itu juga DN Aidit berkenalan dengan orang-orang

yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia.

Seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.

Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan

dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik kesayangan Hatta.

Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politik.

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern).

Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno

dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan.

Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno,

ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan menjadi Ketua.

Dalam tubuh PKI, DN Aidit mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat,

seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Lekra.

DN Aidit adalah tokoh PKI yang kemudian dicari-cari sebagai penanggungjawab kejadian G30S/PKI.

Kejadian 30 September 1965, peristiwa penculikan dan pembunuhan suatu kelompok militer pimpinan Let. Kol. Untung.

PKI dituduh sebagai pelaku dari peristiwa tersebut dan DN Aidit sebagai dalangnya.

Akibatnya, DN Aidit diburu oleh TNI AD.

Tak hanya kehidupan DN Aidit yang berubah semenjak saat itu, tapi keluarganya juga menjadi sorotan masyarakat.

Di ILC Fadli Zon Panas Bongkar Fakta PKI di Depan Anak DN Aidit: Ilham Aidit Anda Jangan Bolak Balik

DN Aidit Mengaku Bertanggung Jawab

Aidit menyadari Angkatan Darat di bawah Pangkostrad Mayjen Soeharto tengah memburu para tokoh PKI yang dianggap sebagai dalang pembunuhan para jenderal.

Aidit tak juga kembali ke Jakarta dan berusaha meredam aksi kekerasan militer terhadap simpatisan PKI di Jawa Timur.

Pada suratnya yang terakhir tertanggal 10 November, Aidit mengatakan kemungkinan akan mencari perlindungan ke China.

Aidit terus bersembunyi di rumah teman-temannya.

Ia akhirnya tertangkap dan dibawa ke Boyolali pada 22 November.

Saat diproses verbal, Aidit mengaku bertanggung jawab.

"Saya adalah satu-satunya orang yang memikul tanggung jawab paling besar dalam peristiwa G30S yang gagal dan yang didukung oleh anggota-anggota PKI yang lain,

dan organisasi massa di bawah PKI," kata Aidit dalam surat pemeriksaan yang ditandatanganinya.

Ia kemudian dibawa oleh kolonel Jasir Hadibroto ke markas Batalion Infanteri 444. Jasir hendak menghabisi Aidit.

"Ada sumur?" tanyanya.

Di tepi sebuah sumur tua, Aidit dipersilakan mengucapkan pesan terakhir.

Namun Aidit malah berpidato berapi-api yang membuat Jasir kesal.

"Aidit berteriak kepada saya, daripada saya ditangkap, lebih baik kalian bunuh saja.

Saya sih, sebagai prajurit yang patuh dan penurut, langsung memenuhi permintaannya.

Karena dia minta ditembak, ya saya kasih tembakan," kata Jasir dalam wawancara dengan Suara Pembaruan pada September 1998.

Ditembaknya Aidit membuat ia tak sempat diadili.

Peristiwa G30S semakin kabur dan tak pernah benar-benar terungkap hingga saat ini. (Kompas.com)

Tak Banyak yang Tahu, DN Aidit Bukan Apa-apa, Ternyata Dua Sosok Ini Jadi Dalang PKI di Indonesia

DN Aidit Mengaku Pancasilais

Berawal dari pernyataan salah satu putri mendiang Presiden Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri yang berbicara soal ideologi PKI yang kini menjadi polemik.

Di mana, Sukmawati mengaku mendapatkan informasi tersebut dari tokoh PNI yang telah wafat.

Pernyataan Sukmawati itu disoroti oleh pimpinan MPR RI, Hidayat Nur Wahid.

Nama petinggi PKI, DB Aidit bahkan disoroti.

Hidayat Nur Wahid menyebutkan mendiang DN Aidit pernah mengaku sebagai sosok Pancasilais Indonesia.

Selama ini diketahui, ideologi komunis bertentangan dengan Pancasila, terutama sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa.

“Memang, satu tahun sebelum adanya pemberontakan PKI, Aidit kan bilang `Aku Pancasilais`.

Setelah itu dia memberontak, terhadap negara RI, yang dasar negaranya adalah Pancasila.

Dan kalau ideologi Pancasila itu, mestinya yang diperjuangkan adalah ideologi Pancasila," jelas Hidayat Nur Wahid seperti dilansir dalam artikel berita rmol.id, Kamis 1 Oktober 2020.

"Nah, PKI itu apa cocok dengan sila pertama? Ketuhanan yang Maha Esa, pastinya tidak cocok dan bertentangan,” tambahnya

Politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, bila melihat dasar negara Pancasila, nama-nama seperti Muso, Alimin, Aidit, dan Nyoto tidak ada dalam daftar pembuat naskah Pancasila di dalam tim 9.

“Tokoh-tokoh besar PKI enggak ada tuh, Tan Malaka juga enggak ada di situ,” bebernya.

Atas hal tersebut, Hidayat pun meragukan pernyataan dari Sukmawati terkait ideologi PKI.

Apalagi, informasi yang ada pada Sukmawati adalah data dari seorang tokoh PNI yang telah meninggal dunia.

Dan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

“Bu Sukma kan nyebutnya itu informasi dari seorang tokoh PNI, yang sudah meninggal.

Kalau dari sisi kajian ilmiah kan enggak bisa jadi rujukan. Yang ilmiah itu yang disampaikan Pak Fadli Zon.

Saya mendukung apa yang dikatakan Fadli Zon, karena begitulah faktanya,” jelas Hidayat.

Lanjutnya menegaskan, jangan sampai pernyataan Sukmawati mengotori kesucian dari Pancasila itu sendiri.

Sosok Sjam Kamaruzaman, Petinggi PKI yang Dikenal Sombong, Cs DN Aidit yang Dieksekusi Mati Soeharto

Tautan:

https://surabaya.tribunnews.com/2019/10/01/cerita-lengkap-dn-aidit-hingga-jadi-pentolan-pki-orang-paling-diburu-tni-begini-nasib-keluarganya?page=all&_ga=2.146719092.1160996341.1600163823-1893387979.1600163802

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/30/170000665/seputar-g30s-pki-4-misteri-dewan-jenderal-dan-ujung-perjalanan-dn-aidit-di?page=all

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved