Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Donald Trump Tuding TikTok Lakukan Pencurian Data, China Pilih Tutup Bisnisnya di Amerika Serikat

Konflik antara Amerika Serikat (AS) dan China bukan hanya terkait urusan politik.

Editor: Ventrico Nonutu
Kolase Tribun Manado/Istimewa
Ilustrasi 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Konflik antara Amerika Serikat (AS) dan China bukan hanya terkait urusan politik.

Beberapa tahun lalu, Presiden AS Donald Trump menggaungkan perang dagang.

Hal ini pun memang mengandung dampak berkepanjangan bagi hubungan bilateral dengan China.

VIDEO Petarung MMA Menangis dan Mengerang Kesakitan Lantaran Bagian Terlarangnya Disepak Lawan

Prakiraan Cuaca Minggu 13 September 2020, Sejumlah Wilayah Berpotensi Hujan Lebat Disertai Petir

Salah satu yang sering diungkit-ungkit oleh Trump yakni terkait aplikasi yang tengah populer asal China, TikTok.

Oleh Donadl Trump, TikTok dituduh telah melakukan pencurian data untuk pengguna yang berasal dari Amerika Serikat.

Opini Trump ini pun diperkuat oleh temuan Wall Street Journal bahwa TikTok melakukan pengumpulan data yang tidak diperbolehkan.

Presiden Donald Trump saat mengikuti wawancara dengan para jurnalis.
Presiden Donald Trump. (Yahoo News)

Aplikasi Android TikTok disebut mengumpulkan alamat MAC pengguna selama 18 bulan yang melanggar aturan platform.

Media Access Control (MAC) adalah alamat unik yang diberikan pada setiap perangkat jaringan untuk digunakan sebagai kode identifikasi.

TikTok pun dipaksa agar melepas sahamnya ke perusahaan-perusahaan Amerika Serikat, jika tidak ingin "dihukum" oleh Donald Trump.

Salah satu yang dikabarkan berminat yakni Microsoft.

TikTok sendiri bukannya tanpa perlawanan terhadap Donald Trump.

Mereka dikabarkan siap bertarung di meja hijau jika Donald Trump tetap "menindas" TikTok sedemikian rupa.

Namun, sepertinya China tak ingin berniat untuk menjual saham TikTok yang dimiliki ByteDance ke perusahaan AS.

Beijing telah menentang penjualan paksa bisnis TikTok di AS oleh ByteDance, dan lebih memilih agar aplikasi video pendek ini ditutup di Amerika Serikat.

ByteDance sedang dalam pembicaraan untuk menjual bisnis TikTok di AS kepada pembeli potensial, termasuk Microsoft dan Oracle sejak Presiden AS Donald Trump mengancam untuk melarang layanan tersebut jika tidak dijual.

Trump telah memberi ByteDance ultimatum dengan tenggat waktu hingga pertengahan September untuk menyelesaikan kesepakatan.

Namun sejumlah sumber bilang para pejabat China yakin penjualan paksa akan membuat ByteDance dan China tampak lemah dalam menghadapi tekanan dari Washington.

Ilustrasi Penghasilan di Aplikasi TikTok
Ilustrasi Penghasilan di Aplikasi TikTok (istimewa)

ByteDance mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters bahwa pemerintah China tidak pernah menyarankan kepadanya bahwa mereka harus menutup TikTok di Amerika Serikat atau di pasar lain mana pun.

Namun dua sumber Reuters mengatakan China bersedia menggunakan revisi yang dibuatnya pada daftar ekspor teknologi pada 28 Agustus untuk menunda kesepakatan apa pun yang dicapai oleh ByteDance, jika memang diperlukan.

Ditanya tentang Trump dan TikTok, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan bahwa Amerika Serikat menyalahgunakan konsep keamanan nasional, dan mendesaknya untuk berhenti menindas perusahaan asing.

Reuters telah melaporkan bahwa calon pembeli TikTok sedang mendiskusikan empat cara untuk menyusun akuisisi TikTok dari ByteDance.

Dalam hal ini, ByteDance masih dapat mendorong penjualan aset TikTok di AS tanpa persetujuan dari Kementerian Perdagangan China dengan menjualnya tanpa algoritme utama.

Perlawanan TikTok terhadap Trump

Aplikasi sosial media yang sedang naik daun, TikTok dalam beberapa bulan terakhir menghadapi tekanan berat dari Amerika Serikat (AS).

Sosial media TikTok yang dikembangkan oleh perusahaan China, ByteDance ini beberapa kali kerap mendapat "bullying" dari negeri paman Sam, terutama oleh Presiden Donald Trump.

Tindakan "bully" tersebut berupa tuduhan dan amarah Presiden Donald Trump berdasarkan pada pernyataannya bahwa TikTok telah melakukan pencurian data penggunanya yang berasal dari Amerika Serikat dan membahayakan keamanan nasional.

Bahkan, TikTok pun "dipaksa" untuk menyerahkan diri beberapa saham perusahaannya agar dibeli oleh perusahaan Amerika Serikat, jika tidak ingin mendapat perlakuan yang lebih buruk dari sekedar diblokir di negara tersebut.

Namun, TikTok ternyata tidak tinggal diam terhadap apa yang diperbuat oleh Donald Trump.

TikTok pada Senin (17/8/2020) mengeluarkan pembelaan terbarunya atas tuduhan yang terus diarahkan Amerika Serikat bahwa aplikasi itu membahayakan keamanan nasional.

TikTok mengecam yang dilakukan AS itu adalah "rumor dan informasi yang salah" tentang hubungan mereka dengan Pemerintah China.

Aplikasi berbasis video unggahan itu baru saja meluncurkan pusat informasi online, ketika perusahaan induknya di China berhadapan dengan tenggat waktu yang ditetapkan Presiden Donald Trump.

Presiden dari Partai Republik tersebut mendesak divestasi TikTok, dan apabila TikTok menolaknya aplikasi itu akan dilarang di "Negeri Paman Sam".

Pada laman web berjudul "The Last Sunny Corner of The Internet", TikTok menyatakan, mereka tidak pernah aneh-aneh.

"TikTok tidak pernah memberikan data pengguna AS ke Pemerintah China, juga tidak akan melakukannya jika diminta," kata perusahaan aplikasi itu dalam unggahannya.

"Setiap sindirannya bertentangan, tidak berdasar, dan benar-benar salah," lanjut bunyi keterangan itu yang dikutip AFP, Selasa (18/8/2020).

TikTok melanjutkan, data pengguna AS disimpan di negara itu dan cadangannya ada di Singapura.

Aplikasi yang dimiliki ByteDance yang berbasis di China itu juga meluncurkan akun Twitter @tiktok_comms untuk membantu menyelesaikan masalah secara cepat.

Saat ketegangan meningkat antara AS dan China, Trump mengklaim TikTok dapat digunakan oleh China untuk melacak lokasi karyawan federal, membuat dokumen untuk memeras orang, dan melakukan spionase perusahaan. Suami Melania Trump itu juga memerintahkan pelarangan pada aplikasi perpesanan WeChat yang banyak dipakai di China.

Pada Jumat (14/8/2020), Trump menandatangani perintah eksekutif secara terpisah bagi ByteDance untuk menjual sahamnya ke Musical.ly.

Aplikasi itu dibeli ByteDance dan dilebur menjadi TikTok pada 2017.

TikTok mengatakan, tindakan AS itu "berisiko merusak kepercayaan bisnis global pada komitmen AS terhadap supremasi hukum, yang telah menjadi magnet bagi investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi Amerika selama beberapa dekade."

Lebih lanjut TikTok juga menegaskan, mereka akan "mengupayakan semua pemulihan yang tersedia untuk memastikan aturan hukum tidak diabaikan."

Sementara itu, China pada Senin (17/8/2020) mengecam Washington dengan istilah "diplomasi kapal perang digital" dalam kasus TikTok.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian pada Senin mengatakan, TikTok telah melakukan semua yang diminta AS, termasuk mempekerjakan orang Amerika sebagai eksekutif puncaknya, menyediakan server-nya di AS, dan memublikasikan source code-nya.

Namun, aplikasi tersebut "tidak dapat menghindari perampokan melalui tipu daya yang dilakukan oleh beberapa orang di AS, berdasarkan logika bandit dan kepentingan politik," kata Zhao dalam konferensi pers yang dikutip AFP.

Pada Senin juga, TikTok menjalin kesepakatan dengan platform distribusi musik UnitedMasters untuk menjangkau artis pemula dan penggemar mereka, meski ada bayang-bayang ancaman AS yang akan melarang aplikasi itu.

Kesepakatan untuk mengintegrasikan UnitedMasters ke TikTok dijanjikan memberi keuntungan bagi para musisi agar mudah ditemukan dengan mengunggah klip video pendek.

Rincian kesepakatan itu tidak diungkap ke publik.

Sebagian artikel tayang di Kontan.co.id Tak mau terlihat lemah, China lebih suka TikTok tutup bisnisnya di Amerika Serikat dan di TribunnewsWiki dengan judul Tak Mau Ditindas Trump dan Terkesan Lemah, China Inginkan TikTok Tutup Bisnisnya di Amerika Serikat

https://www.tribunnewswiki.com/amp/2020/09/12/tak-mau-ditindas-trump-dan-terkesan-lemah-china-inginkan-tiktok-tutup-bisnisnya-di-amerika-serikat?page=all

Sumber: TribunnewsWiki
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved